LAPORAN

124 2 0
                                    

Azla duduk di kursi depan Skate, dia datang untuk menerima laporan pemantauan di beberapa tempat bulan ini, harapannya, semua aman dan tidak ada lagi penyusup atau orang yang merancanakan hal buruk. Musuh Dean bukanlah mafia sembarangan, mereka memiliki keberanian tinggi, jangankan untuk membunuh Dean, mencuri semua berkasnya tanpa sepengetahuan Azla pun berani. Skate mengeluarkan beberapa foto hasil rekaman cctv dari sakunya dan di sodorkan pada Azla.

Pertama foto hasil rekaman cctv yang terpasang di markas mafia Labirin, sebelumnya, foto yang di berikan Skate pada Azla adalah foto hasil rekaman cctv yang paling mencurigakan. Nampak di dalam foto itu, Zheir sedang bersama teman-teman mafianya, mereka seakan mendiskusikan sesuatu, Azla salah fokus pada foto itu, dia melihat di genggaman Zheir ada tumpukan berkas di balut map merah, Azla sendiri sangat mengenali map itu, itu adalah map yang Dean pakai untuk mengumpulkan seluruh berkas pentingnya, bahkan stempelnya saja masih ada di ujung map yang di pegang Zheir.

"Jadi, pencuri semua berkas penting Dean adalah Zeir?" Tanya Azla sambil melirik ke depan.

"Jika menurut foto itu, memang benar pencurinya Zheir," jawab Skate, dia sambil memikirkan sesuatu.

Mendapat respon seperti itu, Azla hanya menganggukkan kepala sambil menggeser foto di telapak tangannya, foto kedua, hasil rekaman cctv yang terpasang di mafia Escando, mau bagaimana pun Max membuktikan bahwa dia tak bersalah dan semua anggota mafianya siap membantu, yang namanya bersalah akan tetap bersalah, lagi pula, dia tidak bisa percaya sepenuhnya meski di beri banyak bukti.

Dalam foto, Max bersama teman mafianya sedang duduk di teras, mereka terlihat kelelahan, entah habis melakukan apa, Azla kembali di salah fokuskan dengan obat yang ada di dekat Max, selama ini Max bukan pecandu narkoba, dia juga tidak meminum obat-obatan bila tidak sakit lalu obat apa yang ada di dekatnya itu.

Obat di dekat Max menjadi misteri, kalo ada waktu, Azla akan menanyakan ini pada Max, dia menggeser foto terakhir, foto hasil rekaman cctv yang terpasang di perusahaan, dalam foto itu ada dia sedang duduk di meja kerja, tapi anehnya, sepasang mata, mengintai di balik pintu ruangan yang  sedikit terbuka, milik siapa sepasang mata itu, apa musuh Dean tak memiliki rasa takut hingga datang secara bergilir.

Azla memukul meja dengan keras hingga mengeluarkan suara, seisi cafe tertuju pada dia tapi Azla tak mempedulikan itu, pengicar-pengicar busuk harus segera di bereskan, tapi sebelum itu, dia harus menyiapkan rencana yang berbeda dan lebih matang dari sebelumnya agar pengicar berikutnua tidak berani beraksi.

"Aku sudah cukup mengerti dengan foto ini," ucap Azla pada Skate.

"Apa pengintaian ini masih berlanjut? Jika iya, maka aku akan kembali berjaga bersama Track," tanya Skate yang kurang paham dengan kasud para mafia dalam foto itu.

"Tentu berlanjut, pengintaian ini akan berlangsung lama sampai semua teka-teki terpecahkan, lebih baik kembalilah berjaga," jawab Azla sambil memasukkan foto di saku jasnya.

"Baiklah, aku kembali," timpal Skate, dia berdiru dari tempatnya dan berjalan keluar cafe meninggalkan Azla yang masih di tempat.

Azla kembali memakai kaca mata hitam sambil berdiri, dia berjalan keluar cafe dengan tambahan kasus, sebenarnya di mana ujung kasus yang berdatangan kepadanya, jika memang Dean tidak di bunuh, setidaknya, ada sesuatu lain yang bisa menjadi penyebab meninggalnya Dean.

Azla tidak akan menyerah meski kasus terus bertambah,  untuk mengurangi kecurigaan dalam hatinya, dia akan mengunjungi sahabat lama Dean di luar kota, mungkin setelah Serin melahirkan, dia baru bisa berangkat ke tempat sahabat lama Dean. Azla masuk ke dalam mobil bagian belakang, jalanan dari dalam tampak seperti gasing yang di putar, semua bisa di lihat tapi hanya sekejap, itulah kenyataan, namun terkadang, manusia terlalu menghayati hidupnya di dunia hingga dia lupa kehidupan setelahnya.

Sudah cukup lama Azla tidak mengunjungi Dean, dia menyuruh pak sopir untuk mengubah arah, mulanya pulang ke rumah jadi ke dekat pemakaman umum, pak sopir hanya menjawab dengan anggukkan kepala sebagai tanda dia bersedia, Azla tidak melakukan sesuatu hal di dalam mobil, dia malah tertidur pulas dengan kepala bersandar di kaca jendela.

Pak sopir yang mendongak ke belakang hanya mengulum senyum lebar, dia tau tubuh Azla sangat rapuh tapi Azla tetap memaksakan diri untuk beraktifitas seperti biasa, dia sendiri pun tidak berani berbuat apa-apa apalagi untuk melarangnya, yang terpenting dia menjalankan tugas dengan baik, jika pak sopir ikut campur meski demi kesehatan Azla, dia akan tetap mendapat masalah.

Mobil berhenti di dekat pemakaman umum tapi Azla masih tertidur, pak sopir tidak tega membangunkan Azla tapi bila di biarkan saja, dia juga yang kena marah.

Pak sopir menepuk lengan Azla berulang kali membuat Azla yang  masih di alam mimpi terlonjak, dia perlahan-lahan membuka kedua matanya dan melihat sekitar, ternyata masih di dalam mobil, Azla perlahan bangun sambil mengucek-ucek kedua mata dengan punggung tangannya, tanpa sepatah dua patah kata, dia langsung turun dari dalam mobil bagian belakang, sebelum membuka pintu bawah tanah, Azla menyurun pak sopir untuk menunggunya di tempat yang lebih jauh dari sini.

Setelah pak sopir dan mobilnya sudah tidak kelihatan, Azla membuka tutup pintu bawah tanah, dia masuk ke dalam sambil menutup kembali pintu dari dalam, di bawah tanah ada beberapa pasukan yang berjaga menggantikan Skate dan Track, mereka  memberi sapaan hangat saat Azla datang. Posisi mayat seperti biasanya, ada yang di gatung, juga tidak sedikit yang di kubur di tanah.

Azla masuk ke dalam ruangan di mana jasad Dean di sembunyikan dengan pengawasan ketat, di sana, dia melangkahkan kaki perlahan-lahan untuk menghormati Dean yang sedang beristirahat, Azla memandang Dean dari atas sampai bawah lalu duduk di kursi yang tersedia di dekat ranjang.

"Daddy, aku sangat merindukanmu," ucap Azla, dia meletakkan telapak tangan Dean yang sangat dingin di atas telapak tangannya.

"Bila masalah yang terjadi bersumber darimu maka temui aku, beri aku solusi untuk memecahkannya," sambung Azla yang meneteskan air mata dari sudut matanya.

"Cuma di hadapanmu, aku menjadi lemah dad! Karena kebanggaanku itu kamu," gumam Azla mengusap kedua air mata dengan telapak tangannya.

Puas mencurahkan isi hatinya, Azla terdiam untuk beberapa saat sambil menundukkan kepala, dia menikmati rasa nyaman saat bersama Dean, karena dengannya lah, Azla bisa mencurahkan semua isi di dalam hatinya, mungkin dengan Serin bisa, tapi itu terlalu asing bagi dia yang hanya dekat dengan seorang ayah.

                 BERSAMBUNG

MENIKAHI IBU TIRI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang