[10] Shortcut?

41K 2.8K 16
                                    

Aku menautkan jariku gugup seiring gerakan tubuhku mengintip ke dalam kelas. Ah! Jung-kook benar-benar menepati janjinya tentang tidak akan bolos sekolah. Tanpa sadar aku memejamkan mata sejenak, menyiapkan mental dan hati untuk menghadapi Jung-kook. Semalam, aku sadar bahwa hatiku melembut saat ia bilang bahwa ia tidak akan membuatku kecewa. Janji manisnya itu seakan melahap segala rasa kesal dan bingung yang tertanam di hatiku dan membuangnya jauh-jauh.

Aku tidak tahu apakah aku boleh secepat ini memaafkan dia. Dari kecil aku sudah tahu bahwa mengampuni sesama itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Namun, hati kecilku menyarankan agar tidak memberikan maafku terlalu cepat. Aku egois! Ya, aku tahu. Aku hanya ingin dia tahu konsekuensi dari emosi sejenak yang dapat menghancurkan segala hubungan. Dari segala buku motivasi yang kubaca, kalimat yang tak dapat kulupakan adalah tentang relasi antar manusia.

Sesungguhnya, relasi manusia itu dibangun di atas sebuah garis dengan titik pusat. Titik pusat itu seimbang dan baik adanya, namun jika ada gangguan di salah satu partikel maka titik itu tidak lagi seimbang. Akibatnya? Segalanya hancur berantakan.

"Young-ji!"

Teriakan membahana dari Yeon-mi membuatku tersadar. Aku terlihat agak kelimpungan untuk berdiri tegak – aku baru menyadari bahwa yang kulakukan selama berpikir adalah berdiri di depan pintu dengan kedua telapak tanganku menyentuh dinding. Gaya yang persis terjadi ketika seseorang ketika mencari saklar saat mati lampu.

"O..oh? Hai.. " Aku pun memasuki kelas dengan langkah penuh percaya diri. Aku memberi isyarat pada Jung-kook agar memberi jalan masuk. Lelaki itu menatapku dengan senyum ceria yang hanya dibalasku dengan ekspresi datar. Aku meletakkan tas dan melihat semua orang tengah berkumpul di tempat Jae-yeon – siswi juara umum, untuk menyalin tugas.

"Young-ji, kau sudah kerja PR? Aku tidak tahu apapun. Ajari aku" Ujarnya santai. Aku mengendikkan bahu dan beralih menatap jendela. Keadaan di sekitar kami hening sejenak setelahnya. Aku pikir ia mungkin telah meminta jawaban dari orang lain. Jujur saja aku tidak begitu menyimak pelajaran selama empat hari terakhir. Mengapa lagi kalau bukan karenanya?

Lamunanku hilang setelah sebuah kapal kertas mendarat tepat di hadapanku. Beberapa bekas hitungan terpampang di atasnya. Aku menoleh ke arah Jung-kook dan mendapatinya tengah menangkup wajah sambil menatapku lekat. Jarinya menunjuk kapal kertas, menyuruhku melihatnya.

"Ini apa?" Tanyaku.

"Perahu kertas." Jawabnya santai. Aku hanya menautkan alisku. Bahkan, anak sekolah dasar pun tahu itu perahu kertas.

"Tapi ini bukan perahu kertas biasa." Lanjutnya. Aku menatapnya penasaran.

"Karena orang tampan sepertiku yang membuatnya."

Tamat sudah episode hari ini yang dirangkum dengan kelakuan menyebalkan Jung-kook di pagi hari. Aku menatapnya tanpa minat dan berbalik badan melihat Seo-hee dan Myung-won yang sedang berbincang penuh tawa. Di depan kami ada Ye-jin dan Yeon-mi yang sedang bertengkar entah karena apa. Oh, pagi yang indah!

"Young-ji... Aku minta maaf. Maafkan aku maafkan aku maafkan aku maafkan aku ma-" Aku membekap mulutnya karena suara Jung-kook sangat keras dalam hal ini hingga membuat hampir semuanya menoleh ke arah kami. Belum lagi, aku bisa mendengar suara ketukan sepatu hak tinggi dari Nyonya Killer – Guru Sosiologi. Aku melotot ke arah Jung-kook dan menyuruhnya diam.

DI tengah pelajaran, aku tengah fokus mendengar Nyonya Killer menjelaskan materi. Namun, aku seperti tiada beda dengan Jung-kook yang tidak hadir empat hari. Semuanya terdengar begitu asing dan aneh. Aku tidak memberanikan diri bertanya, tentu saja aku masih sadar betapa pentingnya hidup.

BAD BOY FAVORS ME ( Sudah Terbit, Ready Stock Di Shopee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang