BAB 38

1.2K 223 45
                                    

Naruto menatap mata ametis yang berkaca-kaca.

Ada kemarahan dalam mata Hinata. Setelah pikirannya kembali dari ciuman tadi, Hinata mulai memarahi Naruto.

Naruto tidak tahu apa yang Hinata katakan. Tubuhnya sedikit bergetar. Ada suara bising di kepalanya, dan penglihatannya perlahan menjadi hitam. Detik berikutnya, tubuh Naruto jatuh ke depan Hinata.

Ketika Naruto tersadar itu adalah pukul tiga sore hari berikutnya. Kakashi sudah kembali dan segera memindahkan Naruto ke bangsal pribadi.

Naruto memijat pelipisnya. Ketika dia menyadari infus masih terpasang di tangan kirinya, dia segera mencabutnya. Ada beberapa bercak darah yang keluar akibat tindakan cerobohnya itu, tetapi itu bukan masalah baginya.

Dia melirik jam dinding dan terdiam. “… Apakah aku tertidur cukup lama?”

Kakashi yang membawa beberapa laporan di tangannya dengan cepat menjawab. “Itu normal bagi pasien sepertimu. Anda selalu tidur kurang dari enam jam setiap harinya. Jadi, ini baik untuk membiarkan tubuhmu beristirahat.”

Naruto bergumam acuh tak acuh. Kemudian matanya menangkap beberapa lembar laporan di tangan Kakashi. “Apakah itu laporan rumah sakit? Berikan padaku.”

Kakashi memberikannya. “Kami sudah mengecek CCTV dan riwayat hidup perawat yang mengganti infusmu kemarin malam. Memang benar bahwa perawat itu mengganti cairan infusmu dengan suatu adrenalin. Dalam jangka waktu ini tidak ada orang mencurigakan yang mencarinya. Namun, ketika kami mengecek kotak masuknya, dia mendapat ancaman untuk melakukan hal itu. Saat itu keselamatan orang tuanya menjadi taruhan.”

Naruto membalikan kertas berisi laporan seraya bertanya kepada Kakashi, “Lalu siapa yang terlibat? Nagato? Atau Mito?”

Kakashi tidak segera menjawab. Baru ketika Naruto hendak mengulangi pertanyaannya dia menjawab. “Bukan dari Uzumaki. Itu Otsutsuki Toneri.”

Melihat tangan yang membalikan laporan itu berhenti, Kakashi meneguk ludahnya. Dia kemudian melihat wajah Naruto dan tertegun. Itu hanyalah detik berikutnya sebelum Naruto kembali menggerakan tangannya. Tidak ada perubahan signifikan pada wajahnya, seolah dia sudah mendengar kabar itu sebelumnya.

“Lanjutkan,”ucap Naruto.

Kakashi kembali ke penampilannya yang biasa. “Itu saja. Perawat tadi malam sudah dipecat dan kembali ke desanya. Lalu untuk Otsutsuki Toneri… Tuan, apakah Anda akan mengambil tindakan?”

Naruto mencibir dan melempar laporan tepat ke atas meja. “Apa yang bisa dia lakukan? Jika dia ingin membuatku mati, dia seharusnya menggunakan obat yang lebih berbahaya.”

Toneri hanya bermain-main karena dia tahu Naruto tidak akan mati hanya karena obat semacam itu.

“Tuan, saya tidak tahu apakah ini perlu diberitahukan atau tidak, tetapi sepertinya Otsutsuki Toneri dan nona Hinata mengenal satu sama lain.”

Kali ini, cahaya dingin terlintas di mata Naruto. Dia melihat Kakashi dengan mata itu dan berkata. “Apa yang kau bicarakan?”

Tatapan itu membuat Kakashi merasa seolah dia memiliki utang ratusan juta kepada Naruto.

Kakashi terbatuk satu kali dan mulai menjelaskan.

Dia tidak sengaja melihat Toneri mengirimkan berbagai macam hadiah kepada Hinata saat jam istirahat di perusahaan tadi siang. Semua orang yang hadir sedang berdiskusi mengenai ini.

Mendengar apa yang terjadi membuat wajah Naruto semakin jelek. Tidak hanya pria berambut merah dan pria lainnya yang dia temui di jalan, bahkan sekarang Toneri mengejar wanitanya?

Naruto menggertakan giginya dan meraung marah. “Apa yang terjadi dengan keamanan di perusahaan? Apakah mereka makan gaji buta? Kenapa mereka tidak mengusir orang asing yang tidak penting sepertinya?!”

Melihat kemarahan Naruto, Kakashi sedikit mundur. “Tuan, apakah Anda ingin menyelidiki hubungan Otsutsuki Toneri dan nona Hinata dan masalah hadiah itu?”

“Tidak perlu.” Naruto menjawab dengan cepat, kemudian mengingat tanggal hari ini.

Berdasarkan apa yang Hikari katakan beberapa waktu lalu, seharusnya hari ini adalah hari ulang tahun Hinata. Barang yang diterima Hinata harus menjadi hadiah ulang tahun dari Toneri.

Memikirkan Hinata yang menerima kotak itu membuat Naruto kesal. Dia turun dari ranjang dan mengambil ponsel yang dibawakan Kakashi, kemudian keluar dari ruangan.

Kakashi tidak menyangka Naruto melakukan langkah ini. Dia tertinggal di belakang dan segera mengejar Naruto. Melihat beberapa anak muda berbisik tentang tuannya, Kakashi mau tidak mau membisikan sesuatu ke telinga Naruto.

“Tuan, jika Anda ingin pergi ke tempat nona Hinata, lebih baik untuk membersihkan tubuh dan mengganti baju terlebih dahulu.”

Meskipun para anak muda itu berkata bahwa bosnya tetap tampan dalam balutan pakaian medis dan sandal, agak tidak nyaman untuk menggunakannnya ke perusahaan, meskipun itu adalah perusahaannya sendiri.

Ucapan Kakashi berhasil menarik perhatian Naruto. Dia mengamati tubuhnya dari atas ke bawah, kemudian berdecak kesal.

Penampilan seperti ini cukup memalukan.

Naruto berbalik ke kamarnya dan memerintahkan Kakashi. “Berikan aku pakaian baru dan kebutuhan yang lainnya.”

Hinata sedang dalam perjalanan pulang menggunakan taksi. Dia tidak sering membawa mobil dan lebih senang duduk di kursi penumpang daripada pengemudi, plus kejadian mengemudi di tebing bersama Naruto membuatnya sedikit takut mengemudi.

“Baiklah, aku maafkan. Kau baru mengucapkan selamat kepadaku karena terlalu sibuk…” Hinata terkekeh, “… Bagaimana ini, aku sangat sedih mengetahui sekarang aku bukan lagi prioritasmu,”lanjutnya tidak berdaya.

“Hinata, bukan itu maksudku,” Sakura mengeluh.

Hinata tertawa, “Oke.. aku hanya bercanda. Selesaikan dulu masalah di antara kalian berdua. Kita bisa merayakan ulang tahunku nanti.”

Sakura mematikan telepon terlebih dahulu karena suara di belakangnya. Hinata mendengar suara pria melalui ponselnya. Jelas bahwa Sakura tidak sendiri. Mungkin pria itu adalah Sasuke.

Pikiran Hinata agak rumit ketika berhubungan dengan Sakura dan Sasuke. Jelas mereka sudah berpisah bertahun-tahun lalu, tetapi sekarang mereka kembali berhubungan. Jelas mereka berpisah dalam keadaan tidak baik-baik saja, tetapi melihat cara Sakura membicarakan Sasuke di telepon seolah-olah mereka sepasang kekasih yang tidak pernah memiliki masalah sebelumnya.

Kali ini entah siapa yang menundukan kepala lebih dulu, Hinata hanya berharap yang terbaik untuk sahabatnya.

Saat ini, mobil yang ia tumpangi berhenti.

Supir melihat Hinata melalui kaca spion. “Nona, ada mobil di depan yang menghalangi.”

Hinata mengerutkan keningnya. Ketika dia membaca plat nomor mobil, kerutannya semakin dalam. Nomor platnya terasa familier.

Hinata berkata kepada supir. "Tidak apa-apa, rumahku tepat di depan sana. Aku bisa turun di sini."

Hinata turun dari mobil. Dia mengucapkan terima kasih sebelum menutup kembali pintu mobil.

Saat ini, langit berwarna jingga. Matahari hampir tenggelam dan suhu di luar hampir di bawah nol, seharusnya tidak akan ada orang yang mau tinggal di luar. Namun, pria yang sedang bersandar di depan pagarnya ini tidak peduli dengan suhu sekitar.

Pemilik mobil itu sedang memainkan korek api di tangannya dengan satu kaki sedikit ditekuk. Mantel selutut berwarna cokelat membungkus tubuhnya yang tinggi, dan ada butiran salju yang jatuh ke pundaknya.

Naruto memakai setelan yang membuatnya terlihat di awal dua puluhan, seperti mahasiswa yang baru lulus dari universitas.

Dia baru saja mengalami demam tinggi kemarin malam. Meskipun wajahnya sedikit lebih baik dari kemarin malam, tidak seharusnya dia berdiri di luar seperti ini. Lupakan apa yang terjadi tadi malam. Setelah dokter memeriksanya, dia menjelaskan bahwa kemungkinan Naruto mengalami halusinasi akibat demam yang terlalu tinggi. Untuk kali ini, Hinata tidak akan mengungkitnya.

BLACK LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang