BAB 54

954 146 34
                                    

Setelah Saara pergi, Hinata menghela napas dan masuk ke kamar pria tadi. Bulu matanya bergetar ketika melihat banyak pil obat berserakan di lantai.

Ini seharusnya obat milik pria itu, kan?

Hinata mengambil pecahan kotak obat, tetapi dia tidak menemukan label atau informasi lain yang tercetak. Baik kotak ataupun pil, tidak ada kontaminasi tinta sedikit pun.

Hinata akan melihat lebih banyak sebelum tangannya ditahan sesuatu, dan suara berat itu terdengar di telinganya.

"Buang benda itu."

Suaranya sedikit gemetar. Naruto mengeratkan tarikannya tanpa sadar. Tidak ada yang tahu betapa paniknya dia ketika melihat Hinata sedang mengamati obat sampah itu di lantai. Dia seharusnya tidak ceroboh membiarkan orang lain melihat ini.

Naruto segera menyingkirkan obat lainnya.

Hinata melihat kepanikan di wajah pria itu dan hatinya sedikit sakit. Dia diam-diam menarik napas dan memikirkan sesuatu. "Apakah itu obat demam?"

Pria itu masih diam dan menatap Hinata, mencari tahu apakah wanita itu mengetahui sesuatu atau tidak.

Hinata menambahkan. "Tidak ada keterangan apapun di obat itu. Jika itu obat demam, kau harus meminumnya."

Tenggorokan Naruto sedikit tidak nyaman. "... ya."

"Jangan lupa untuk meminumnya. Serius, kau terlalu banyak terluka belakangan ini."

Sepertinya Naruto tidak ingin membahas topik ini. Dia membawa Hinata pergi dari tempatnya. Ketika mobil sampai di depan rumah Hinata, dia tidak turun, melainkan meminta Hinata untuk keluar sendiri. Suasana hatinya tidak terlalu bagus. Sangat baik untuk tidak melihat orang lain saat ini.

Hinata tidak nyaman melihat kondisi pria itu. Dia masih belum keluar karena sesuatu yang ingin ia katakan pada pria itu. "Itu-"

Naruto melirik Hinata. Dia bisa melihat wajah wanita itu sedikit gugup. Naruto mengulurkan tangannya dan kemudian mencubit wajah Hinata. Sekali lagi.. untuk wanita ini, dia masih bisa mempertahankan kesabarannya. "Apakah kau ingin mengatakan sesuatu padaku?"

Dia melihat mata pria itu yang setenang lautan. Meskipun warnanya sedikit gelap, dia masih bisa merasakan kehangatan didalamnya. Entah sejak kapan ia merasa bahwa pria ini tidak menyeramkan seperti yang ia duga di awal. Kata siapa pria ini berhati dingin? Sejujurnya, dia lebih emosional dibanding yang lain.

Dia ingin dia tahu bahwa, bahkan jika penyakitnya diketahui orang lain, dia tak perlu malu dan takut mendapat tatapan iba dari orang lain. Sebenarnya, dia tidak harus peduli dengan pendapat orang lain.

"Hinata?"

Suara inilah yang tidak bisa ia abaikan. Bagaimana jika saat ini dia mengatakan yang sebenarnya? Ini masih belum terlambat untuk mengatakan bahwa dia tahu tentang penyakitnya. Dia bahkan melakukan kesepakatan dengan Liam. Hanya saja, dia takut. Takut jika semuanya tidak akan berakhir dengan mudah.

Pria itu sangat sombong, dia memiliki harga diri yang tinggi.

Hinata melepaskan tangan Naruto dari wajahnya. "Aku menunggumu hari itu. Padahal kau yang menyuruhku untuk mengosongkan waktu di malam hari, tetapi sampai waktunya tiba kau tidak datang, kau bahkan tidak mengirimiku pesan. Aku menunggu hari besoknya, tetapi kau tetap tidak bisa dihubungi. Tiba-tiba saja, hari ini kau muncul di kuil."

Naruto tidak menyangka Hinata akan mengatakannya. Dahinya mengerut dan ingin mengatakan yang sebenarnya terjadi, tetapi ketika ia merasakan luka di perutnya, dia mengurungkan niatnya. Lupakan saja, dia akan memberitahunya ketika semuanya sudah jelas.

Sinar di mata Hinata sedikit meredup. Pria itu masih tidak memberitahunya. Hinata segera memperbaiki emosinya dan kembali tersenyum. "Aku memiliki dua tiket liburan untuk akhir pekan nanti. Ingin pergi?"

Naruto menyipitkan matanya dan menatapnya ragu. Kenapa wanita itu tiba-tiba aktif seperti ini?

Hinata tidak nyaman dilihat seperti itu. Dia segera melepas sabuk pengaman dan berniat untuk keluar. Sebelum keluar, dia mengatakan sesuatu seperti ini-"Aku akan mengirimkan informasi tempatnya nanti. Berhati-hatilah agar tidak masuk angin."katanya sambil tersenyum.

Naruto melihatnya melarikan diri ke dalam rumah. Aroma tubuh wanita itu masih melayang di udara, membuat hidungnya sedikit gatal.

Di bawah cahaya lampu mobil, dia membawa mobilnya sepanjang jalan tol dengan cepat. Tubuhnya bersandar di kursi dan ekspresi letih muncul di wajahnya. Sebenarnya, tubuhnya masih sangat lelah karena kejadian akhir-akhir ini.

Entah itu urusan keluarga ataupun dirinya sendiri... dia merasa semua itu tidak akan selesai dengan cepat.

Naruto menghentikan mobilnya di depan perusahaan. Dia melirik ponsel di dasboard dan sebuah pesan misterius muncul di layar ponselnya.

Naruto akan mengabaikan pesan itu ketika matanya menangkap subjek pesan dari nomor tak dikenal. Jari di kemudi itu kaku dan jantungnya berdetak lebih kencang. Itu membuatnya sangat tidak nyaman dan haus. Ketika dia membaca lebih jauh pesan itu, seluruh tubuhnya memancarkan hawa dingin. Bibirnya tersenyum mengerikan dan matanya memerah.

...

Haloo

Maaf baru bisa nulis lagi sekarang. Saking lamanya ga nulis harus baca beberapa part sebelumnya biar inget alur. Terima kasih yang sudah baca sejauh ini dan masih nunggu sampai sekarang... 🫶🏻 serius, komentar kalian bikin semangat nulis. Maaf juga kalau part ini pendek :"( see you in the next part~

BLACK LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang