1

172 39 388
                                    

“Malam ini kita akan ke mana?” tanya Yuda seraya mengisap kretek di sela jarinya.

Bagas menyeruput kopinya. “Di desa sebelah ada dangdutan. Bagaimana kalau ke sana saja.”

“Aku tidak suka dangdut.”

“Ya sudah, kita ke pasar malam saja. Lebih banyak gadis cantik di sana.”

“Ayo. Aku juga ingin bertemu Anggi di sana.”

Yuda mengisap dalam kretek di tangan sebelum menginjaknya dan duduk di motor butut milik Bagas. "Yang lain ke mana? Kok nggak muncul?" tanya Yuda.

"Bujel ke rumah neneknya. Anwar tidak tahu ke mana."

"Genyok, katanya mau ikut?"

"Dia ketiduran pasti. Aku yakin."

Mereka akan berangkat menuju pasar malam yang berda di lapangan pinggir kantor kecamatan. Motor Supra butut membelah jalanan desa yang banyak lubang di sana-sini, bak seorang pengendara ulung, Bagas mencoba menghindari semua lubang itu. Semisal Yuda yang menyetir ia lebih suka tidak menghindar di setiap lubang yang dilewati. Seperti naik odong-odong, katanya sekali waktu.

                             ---

Bagas memarkirkan motornya di pinggir jalan dekat pohon kapas. Mereka tidak masuk meski pasar malam sangat ramai, kedua sahabat itu hanya nongkrong di atas motor sambil melihat beberapa gadis yang lewat di depannya, berharap beberapa ada yang kecantol dengan dua bocah SMK ini.

“Gadis itu cantik.” Yuda menunjuk salah satu gadis dengan kaus merah yang membelakangi mereka.

“Tahu dari mana kamu? Dia belum menoleh ke sini. Coba lihat tumit kakinya itu, penuh kapal dan sama sekali tidak mulus,” kata Bagas sambil masih melihat detail tubuh gadis itu.

Tak lama gadis itu menoleh, dan benar saja yang dikata Bagas, gadis itu tidak secantik yang diperkirakan Yuda. “Kamu hurus banyak belajar dari aku, Yud.” Bagas menepuk pelan pundak Yuda.

Sudah tiga batang kretek mereka bakar sejak kedatangannya tadi. Namun, wujud Anggi masih belum tampak di mata keduanya. Yuda berharap Anggi datang dengan Firoh—teman sebangku Anggi—agar ia dapat mengajak Anggi dan Firoh bisa bersama dengan Bagas.

Mereka masih menunggu, batang kretek keempat dinyalakan. Jika dalam waktu satu batang ini masih belum terlihat juga wanita yang dicari, mereka putuskan untuk kembali ke warung Yu Sri.

“Sepertinya kau salah mendengarkan informasi. Gadis pujaanmu tidak datang ke sini,” kata Bagas diisapan tretek terakhirnya.

“Ayo pergi. Orang yang bergandeng tangan di sini lama-lama membuatku kesal.”

Yuda juga mengisap dalam kretek terakhirnya dan mengembuskan asap putih dengan kecewa. Mereka segera meninggalkan tempat itu.

                                ---

Mereka kembali ke warung Yu Sri lewat rute yang berbeda, sedikit memutar, tetapi jalannya tidak separah jalan yang tadi, hanya saja jalanan ini remang-remang, dan sepi. Bagas tetap menyetir dan Yuda hanya melihat keadaan sekeliling, melihat sawah dan beberapa rumah warga yang sudah tutup, sesekali ada kelelawar yang terbang berbarengan dengan mereka melaju.

Di tengah perjalanan, Bagas melihat ada dua orang sedang duduk di gubuk dekat sawah pinggir jalan, tepat lima puluh meter di depan mereka. Lampu jalan remang menerangi wajah keduanya dengan samar. Yuda juga melihatnya dan menepuk bahu Bagas, menyuruhnya agar berhenti di sisi jalan yang gelap agar mereka bisa melihat dua orang itu dengan saksama.

RUBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang