4

65 21 169
                                    

Parkiran kendaraan murid berada di bawah pohon beringin besar tepat di pinggir lapangan sekolah. Untuk bisa mengeluarkan kendaraan, meraka harus melewati depan kantor guru yang terpaut sepuluh meter dari parkiran.

Lima belas menit sebelum bel masuk berbunyi, Bujel dan Geyok sudah bersiap-siap untuk mengeluarkan motornnya. Mereka menuntun perlahan, menunduk, dan mengendap-endap saat lewat depan kantor guru. Beruntung keadaan saat itu cukup ramai karena jam istirahat masih berlangsung sehingga pergerakan mereka tidak terlihat oleh guru.

Saat sampai di gerbang, Bujel ditanya satpam perihal akan pergi ke mana. Bujel menjawab ia ingin pergi sebentar untuk memfotokopi buku paket. Kemudian satpam menyuruhnya agar tidak terlalu lama, sebab sebentar lagi bel sudah bebunyi. Genyok yang berjarak lima meter di belakang Bujel datang dengan tergesa-gesa, ia meminta satpam segera membukakan gerbang juga untuknya. Saat ditanya alasan kenapa ia ingin keluar, Genyok beralasan bahwa ada urusan yang sangat penting. Ia berjanji kepada satpam akan kembali lagi.

"Ada urusan penting apa kamu mau keluar?" tanya satpam dengan nada sangat sentimen.

"Kakekku tidak enak badan!" jawab Genyok dengan wajah yang dibuat-buat agar meyakinkan. Meski alasannya terdengar sangat konyol tetapi satpam tua itu terlihat sedikit percaya.

"Apa jaminan kamu kalau tidak kembali?"

Genyok mengeluarkan HP Nokia 7610 miliknya. "Ini jaminannya," kata Genyok. Ia sedikit kesal sebab Bujel tidak mendapat pertanyaan sebanyak ini.

Pada masanya ponsel itu pernah jadi primadona karena bentuk dan warnanya yang dianggap keren. Satpam itu pun menerima dan menelisik bodi ponsel itu.

"Keluarlah cepat. Kalau telat. HP ini disita," ujar satpam itu dengan air muka sentimen. Genyok yang merasa jengkel membalas denga tatapan tajam.

Setelah mereka berhasil membawa motor keluar, segera mereka menitipkan motornya di rumah Si Mbah dan bilang akan diambil kembali sekitar jam sebelas. Si Mbah hanya menyarankan agar tidak lupa mengunci setir kedua motor itu, karena Si Mbah tidak mau bertanggung jawab bila ada kehilangan.

"Misi pertama berhasil. Tinggal kita menjalankan misi yang selanjutnya: memanjat dinding belakang sekolah dengan aman," kata Bujel, kemudian ia menyalakan rokok sisa tadi. Masih kurang tujuh menit lagi sebelum bel berbunyi, masih ada waktu untuk santai.

"Kamu enak tidak ditanya macam-macam tadi. Aku harus menyerahkan HP untuk jaminan keluar."

Bujel terkekeh mendengar keluh Genyok. "Goblok!" kata Bujel masih terkekeh. "Alasanmu tidak logis. Apa hubungannya sekolah dengan kakekmu yang sedang tidak enak badan?"

"Ya memang begitu adannya. Tidak mungkin aku bilang kalau kakekku sakit. Nanti kalau sakit beneran kan kasian. Sudahlah! Aku mau ambil HP, sebelum dijual orang tua itu."

Genyok pergi dan Bujel masih di sana bersama siswa lain yang masih menikmati menit-menit terakhir waktu istirahatnya.

---

Nama asli dari Bujel adalah Riko Andre. Namun, ia lebih sering dipanggil Bujel karena gigi atas sebelah kirinya copot dan tidak tumbuh lagi akibat terjatuh saat main ayunan sewaktu SD. Sedangkan nama asli dari Genyok adalah Setiawan Amin, ia biasa dipanggil Genyok karena tubuhnya yang gemuk dan tinggi. Orang yang pertama kali memanggil dengan panggilan seperti itu adalah kakeknya sendiri. Mungkin karena dulu Genyok terlihat menggemaskan hingga semua orang memanggilnya demikian. Hingga saat ini panggilan itu masih melekat, meski tubuh Genyok sudah tidak menggemaskan seperti dulu.

Genyok, Bujel, Anwar, Yuda, dan Bagas adalah sahabat dari kecil. Mereka berlima juga sangat terkenal bandel. Mereka berada di kelas yang sama dari TK sampai SMP dan saat beranjak masuk SMK mereka berpisah kelas karena berbeda jurusan. Yuda dan Bagas masuk jurusan TKJ, sedang Genyok dan Bujel masuk jurusan TKR. Hanya Anwar yang masuk jurusan Teknik Listrik. Meski bukan anak-anak lagi mereka tetap saja suka berbuat onar di sana-sini.

---

Pukul 10.00 bel masuk berbunyi tanda jam pelajaran kedua setelah istirahat akan dilaksanakan. Semua murid di sekolah swasta itu mulai masuk ke kelas masing-masing. Sekejap pelataran sekolah sepi oleh murid.

Saat akan masuk ke kelas, Bujel melewati dan memperhatikan ruang guru dengan saksama. Meja yang berderet dan banyak tumpukan buku LKS jadi penghias sebagian meja para guru. Terdengar suara obrolan dari dalam, beberapa ada yang sudah bersiap masuk kelas untuk mengajar, beberapa juga ada yang masih bersantai.

Bujel tak lupa untuk memperhatikan ruangan Gatot. Ia memperlambat langkah seraya melihat dengan teliti seorang di dalamnya. Ruangan Gatot terpisah oleh ruang guru, terhalang dinding triplek tanpa daun pintu menghadap kaca luar. Siapa saja yang lewat depan kantor pasti juga bisa melihatnya. Ruangan sempit itu serupa ruang persidangan untuk mengadili para murid yang terjebak masalah. Bujel dan teman-temannya sudah beberapa kali berkunjung ke ruang itu untuk disidang karena kesalahan mereka.

Di dalam Gatot terlihat sedang mengutak-atik ponselnya dengan air muka yang terlihat sangat datar. Bujel hanya memperhatikan sekilas, saat dirasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, ia kembali berjalan seperti biasa menuju kelas.

Jam pelajaran usai pukul 11.10 lalu guru meninggalkan kelas, itulah saatnya ketiga pemuda itu beraksi. Di dalam kelas yang mulai ribut akibat tidak adanya guru, Genyok dan Bujel keluar tanpa disadari orang sekeliling. Setelah dirasa semuannya aman mereka berlari menuju toilet belakang sekolah. Anwar sudah menunggu Genyok dan Bujel di depan lorong itu. Jalan ke arah toilet siswa melewati lorong antara gudang dan bengkel praktik kendaraan. Tempatnya berada di paling pojok area sekolah itu.

"Lama kalian," kata Anwar datang lima menit lebih awal dari yang lain.

"Guru MTK baru keluar barusan," jawab Genyok.

Bujel memeriksa keadaan sekitar setelah dirasa aman ia mereka segera berangkat. "Ayo, berangkat!"

Mereka bertiga berjalan santai melewati lorong yang berjarak delapan meter, di ujung sebelah kiri terdapat toilet bagi siswa dan siswi yang masih bisa digunakan meski jauh dari kata layak. Atap toilet itu keropos, temboknya retak, terkadang saluran pembuangan mampet yang menyebabkan bau tak sedap yang sangat tajam menusuk hidung, dan terkadang juga air kloset tidak mengalir.

Saat ketiga sahabat itu berbelok ke kanan untuk menuju dinding. Terdengar suara pintu toilet terbuka dan suara teriakan wanita.

"Riko!" pekiknya dengan suara sedikit cempreng. "Mau ke mana?"

Ketiga orang yang sedang berjalan itu menoleh serentak. Wanita itu adalah Lati, teman satu kelas dengan Bagas. Lati cukup akrab dengan teman-teman Bagas termasuk mereka bertiga.

"Sibuk!" sahut Bujel.

"Nanti aku dan teman-teman mau ke puskesmas untuk jenguk Bagas. Kalian mau ikut?"

"Lihat nanti saja. Mungkin kami menyusul," jawab Bujel lalu ia memalingkan wajah untuk bersiap mengambil ancang-ancang melompat dinding.

---




Jangan ditiru ya teman-teman.
Bolos itu nggak baik kalau sering. Hehe

Salam
Haekalaz

RUBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang