2

116 33 271
                                    

Yuda dan Bagas berada di jurusan yang sama, TKJ. Namun, mereka berada di kelas yang berbeda. Yuda berada di kelas A sedang bagas ada di kelas B. Dari lorong tempat mereka keluar, kelas Bagas-lah yang paling dekat. Yuda jalan lebih dulu mendahului Bagas agar masuk ke kelas lebih cepat dari pada Anggi. Namun, Anggi sudah ada di sana. Di depan pintu seraya memegang sapu, ia baru selesai piket kelas.

"Muka kamu kenapa, Yud?" tanya Anggi. Di wajah Yuda ada beberapa lebam yang masih terlihat, bekas perkelahian di dangdutan.

"Enggak apa-apa."

"Muka kamu lebam seperti habis berkelahi."

"Tidak ... bukan urusan yang penting. Aku masuk ke dalam dulu, ya." Sejauh ini apa yang dilakukan Yuda persis dengan apa yang dipikirkannya. Meski kepala dan hatinya berdebat habis-habisan.

---

Warung Si Mbah berada di luar sekolah, para murid yang ingin pergi ke sana harus lewat pintu kecil yang dijaga ketat oleh satpam. Namun, meski begitu warung Si Mbah tetap ramai dikunjungi siswa dan orang yang sekadar hendak membeli nasi pecel. Memang pecel di warung Si Mbah sangat terkenal enak dan murah. Warung Si Mbah juga tempat biasa untuk membolos murid-murid nakal.

"Yud, kamu dicari sama anak desa sebelah. Katanya tidak terima. Namanya Yanto," kata Beni saat mereka di warung Si Mbah untuk merokok, waktu istirahat tiba.

"Kamu kenal dia?" ujar Yuda setelah ia mengisap dalam rokok di tangannya.

"Tidak. Tadi aku dicegat waktu mau masuk sekolah, mereka ada lima orang."

Yuda mengangguk. Ia meminum es teh yang ditaruhnya di meja makan sebelum kembali bicara. "Jangan beri tahu yang lain kalau aku dan Bagas ada masalah. Biar kami yang urus ini sendiri."

"Tapi nanti kalau ada apa-apa langsung kabari. Yang lain siap bantu."

Tak lama kemudian, Bagas datang dari WC. Yuda langsung memberi tahunya bahwa mereka akan berkelahi lagi entah kapan, dan kemungkinan mereka akan dikeroyok. Bagas yang mendengar kabar itu terlihat tenang, ia mengisap batang rokok sisa yang dibawanya dari WC. "Kamu siap berkelahi lagi?" tanya Bagas setelah mengembuskan asap putih.

"Jangan bercanda. Tadi malam aku lihat pertarungan MMA di TV dan aku perlu praktik."

"Hei. Kalian tidak mau masuk? Kurang lima menit lagi bel berbunyi." Salah satu kawan mereka berdiri, mengajak yang lain agar masuk.

"Kalian duluan saja. Rokokku masih panjang, sayang," ujar Bagas setelah ia menghisap dalam kreteknya.

"Ayo! Setelah ini ada pelajaran komputer." Yuda ikut berdiri, mematikan kreteknya, lalu pergi keluar. Saat Yuda berada di dekat pintu ia menoleh. "Kalau manjat tembok belakang, tolong pijakannya kamu benahi lagi."

"Sip."

---

Saat pulang sekolah tak pernah semendebarkan ini. Yuda dan Bagas semakin waspada dan bersiap dengan kemungkinan terburuk, yaitu dikeroyok waktu pulang sekolah. Medebarkan sekaligus penasaran, hal itu lah yang dirasakan keduanya.

Mereka pulang lewat jalan yang biasanya dilewati. Jalan berlubang yang di kiri-kanannya banyak berjejer pohon kapuk tinggi menjulang. Tidak ada yang mengikuti mereka selama keluar meninggalkan sekolahan. Namun, saat mereka masuk ke desa orang yang dimaksud Beni, ada sedikit debar dalam dada Bagas. Tangannya bergetar saat memegang setir motornya. Diam tangan. Bangsat! Berkali-kali ia memaki dalam hati tetapi tangannya tidak henti bergetar.

"Kamu tidak takut?" tanya Bagas akhirnya, di sela ia menyetir dan tangannya masih bergetar, berusaha mati-matian mengontrol agar tidak terlihat oleh Yuda.

"Sedikit ... tapi harus berani. Setidaknya meski kita dikeroyok salah satu dari mereka harus lebih parah dari babak belur yang kita terima."

Tak lama kemudian setelah belokan, Yuda dan Bagas melihat di depan sana ada tiga sepeda motor menghadang jalan mereka. Dari kejauhan mampak satu wajah yang tidak asing di mata Yuda dan Bagas dengan beberapa bekas lebam di wajahnya.

"Ada berapa orang?" tanya Yuda. Dari kejauhan, yang menghadang mereka hanya sekumpulan pemuda bertubuh kecil dan kerempeng.

"Lima orang."

"Kita hajar semua."

---

Lagu oplosan yang dibawakan biduan berhasil membuat para penonton berjoget bersama. Lantunan gendang menghanyutkan semua orang. Yanto yang berada dalam gerombolan penonton juga ikut berjoget, mulutnya bau alkohol yang dicampur dengan Kuku Bima ia menenggak sebelum acara dangdut dimulai bersama dua orang temannya. Yanto berjoget dengan keadaan setengah mabuk, ia sempoyongan, semua orang di sebelahnya tersenggol, tetapi Yanto tidak peduli, ia tetap berjoget sambil mengangkat kedua tangan ke atas dan memutar-mutar pergelangan tangannya. Beberapa orang yang di sebelahnya naik pitam. Namun mereka memilih bersabar dan menyingkir perlahan mencari tempat lain untuk berjoget.

Yuda dan Bagas baru datang dari tempat Yu Sri. Bagas yang memang suka dangdut langsung ikut berjoget sambil mengawasi sekitar, barangkali ada bocah yang bisa menjadi sasaran amuk Yuda yang cemburu. Yuda pun burusaha untuk ikut berjoget meski jika dilihat hanya gerakan patah-patah seperti robot kekurangan tenaga. Sang Biduan sangat lihai berjoget dengan irama gendang yang dominan. Pinggul yang di balut rok ekstra mini dan ketat itu bergerak berputar, naik turun. Demi melihat Sang Biduan bergoyang ada beberapa orang yang sampai naik ke pundak temannya.

Yanto tetap berjoget dengan asyiknya, hingga tanpa sadar, ia menyenggol Yuda yang sudah ada disebelahnya. Yuda berhenti berjoget dan langsung memerhatikan Yanto yang tengah asyik menikmati lagu, tangannya terkepal. Yanto tidak tahu akan mengalami nasib sial malam ini.

Yuda melanyangkan tinju tepat ke arah hidung Yanto. Yanto tidak bisa menghindar dengan serangan mendadak itu, darah segar perlahan keluar dari hidungnya. "Bangsat!" teriaknya, lalu mencoba membalas. Namun karena ia sedang mabuk, Yuda dengan mudah menghindari tinjunya. Tinju kedua berhasil mengenai pipi Yanto, sudut bibirnya robek, Yanto tergeletak di tanah. Ia menggerang kesakitan.

Teman Yanto yang terlihat ingin memukul Yuda dari belakang langsung di tendang oleh Bagas, tepat di rusuk sebelah kiri. Orang itu terjungkal, ia kembali berdiri dengan cepat lalu mencoba membalasnya dengan pukulan. Namun, sebelum pukualan itu sampai ke wajah Bagas, kaki Bagas telah tembus ke ulu hati orang itu, tepat mengenainya. Ia terpental ke belakang, memegang perutnya seraya meraung kesakitan. Teman Yanto yang satunya lagi hanya diam, kakinya bergetar melihat kedua temannya sudah ada di tanah dan tidak bisa berdiri.

Keadaan semakin kacau, keributan tak bisa dihindarkan. Beberapa orang-yang sepertinya mengenal Yanto-mencoba menyerang Yuda dan Bagas, perkelahian hebat tak dapat dihindarkan. Yuda dan Bagas meninju dan menendang setiap orang yang datang mendekat pada mereka. Beberapa tinju dan tendangan juga berhasil lolos dari pertahanan keduannya. Entah dari mana, mereka juga di bantu oleh beberapa orang yang tak dikenalnya, mungkin orang yang terganggu oleh Yanto saat berjoget tadi. Yuda dan Bagas tidak terlalu mengerti.

Tak berapa lama aparat keamanan datang melerai, pistol ditembakkan ke atas, tanda peringatan. Orang-orang yang ada di sana berhamburan, takut di gelandang, dan masuk bui. Yuda dan Bagas pun lari ke tempat motornya di parkirkan.

***

Salam
Hikalaz

RUBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang