6

52 17 126
                                    

  Pasar malam di desa itu berlangsung selama dua minggu dan hari ini adalah malam terakhir digelarnya pasar malam sebelum rombongan itu pindah ke kecamatan lain. Yanto bersama dengan teman-temannya mengunjungi tempat itu, tujuan mereka bukan untuk menikmati wahana atau jajanan, melainkan mereka ingin cari perhatian dengan para gadis-gadis di sana. Mereka nongkrong di depan warung seraya menikmati secangkir kopi yang dipesan, ditemani kepulan asap rokok yang diisapnya.

Sesekali Yanto bersiul untuk menggoda gadis yang lewat di depannya. Banyak para gadis yang risih oleh tingkah mereka, meski ada juga wanita yang tertarik dan tersipu seraya tetap berjalan.

Mereka tidak sadar bahwa sedang diawasi oleh beberapa orang.

---

Saat menjelang tengah malam, para pengunjung berangsur-angsur membubarkan diri. Suara mesin disel yang awalnya tidak terdengar kerena hiruk-pikuk manusia, kini mulai terdengar lebih keras dari suara jangkrik. Warung kopi tempat meraka nogkrong juga sudah tutup setengah jam yang lalu, tetapi mereka masih nongkrong di emperan seraya bermain domino. Yanto mengamati keadaan sekeliling, ia mendapati ada beberapa orang juga sedang nongkrong di dekat gapura kantor kecamatan, sekitar empat puluh meter dari emperan warung. Ia tidak terlalu memperdulikannya. Malam semakin larut, suasana kian sepi dan membosankan.

“Kalian tidak bosan?” tanya Yanto pada teman-temannya yang sedang main domino.

“Kenapa? Kau mau pulang?” ujar Nopal di sela ia bermain.

“Tidak. Aku hanya merasa di sini sedikit membosankan.”

Dofir yang sedang main domino menjawab, “Biar tidak bosan, keluarkan uangmu. Kita munum anggur merah. Betul tidak?” kata Dofir meminta persetujuan lainnya, kemudian tertawa.

“Betul sekali,” timpal Dandi, “kalau ada yang hangat-hangat pasti lebih asyik.”

“Bacot kalian! Kemarin aku patungan paling banyak. Sekarang gantian kalian yang harus beli.”

“Bukannya kami tidak mau,” ujar Nopal seraya mendekat pada Yanto. “Tahu sendirilah uang kami sudah habis buat beli rokok. Tidak usah beli banyak, dua botol udah cukup. Hitung-hitung buat hadiah Codet karena sudah bikin dua bocah ingusan itu sekarat.”

Codet yang sedari tadi hanya diam kini menoleh, seraya mengisap batang rokok dengan penuh harap.

“Dasar bangsat kalian.” Yanto mengeluarkan uang dari dompetnya. “Cepat beli dua botol dengan kacang rebus.”

“Aku sama Dofir yang beli,” ujar Dandi.

Dofir kemudian berdiri, mengambil sandal lalu pergi menggunakan sepeda motor milik Nopal.

---

Di sisi lain, Bujel, Anwar, Genyok, Beni, dan Tohari tetap mengawasi gerombolan Yanto di dekat gapura kecamatan.

“Sepertinya mereka keluar mencari rokok,” ujar Bujel setelah melihat dua teman Yanto pergi menggunakan motor.

“Kita tunggu sampai mereka lengkap atau kita hajar sekarang?”

“Kita hajar sekarang. Cukup adil bukan? Mereka keroyok Yuda dan Bagas, sekarang kita keroyok mereka. Aku, Anwar, dan Genyok ringkus yang paling kuat: Codet. Sisanya aku serahkan kalian.”

Beni dan Tohari hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Mereka kemudian berdiri berjalan santai menuju ke arah gerombolan Yanto

---

“Aku dapat informasi sedikit tentang siapa orang yang punya luka di wajah itu,” kata Anwar, “Codet namanya.”

RUBAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang