19. Tentang Masa Depan

35 6 0
                                    

Hari demi hari berlalu. Tak ada waktu yang terlewati tanpa kebahagiaan yang meliputi Raisa dan Rian, mereka dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman yang baik. Saling pengertian, saling memahami satu sama lain, walaupun sering cek cok juga, hehe.

Sepulang sekolah siang ini, seperti biasa Raisa langsung menuju meja makan dan mengintip makanan yang ada di balik tudung saji. Sambil celingukan takut ketahuan Mama karena belum mencuci tangan tetapi sudah buka-buka tudung saji Raisa mengangkat perlahan tudung saji di hadapannya.

"Maaaa!!! Raisa buka-buka tudung saji tuh, dia belum cuci tangan!" Teriak Rian. Bukan Rian namanya kalau tidak usil.

Raisa langsung melotot ke arah sang kakak, "Maaas!!! Awas ya!" Ucap Raisa sambil mengatupkan giginya menahan rasa geregetan kepada Rian.
"Raisa cuma ngintip Maaa!" Teriak Raisa menyaingi teriakan Rian.

"Cuci tangan dulu sayang!!!" Teriak sang Mama dari musholla di ruang tengah, sepertinya Mama baru saja selesai sholat.

Rian langsung lari masuk kamar sebelum Raisa mengejar dan memukulinya dengan sepatu, atau bahkan melemparkan kaus kaki ke mukanya. Benar dugaan Rian, Raisa mengejarnya. Untung saja ia buru-buru masuk kamar dan menguncinya sebelum Raisa sampai.

Braaaakkkkk!!!

Raisa menendang pintu kamar Rian, dan berlalu begitu saja menuju kamarnya. Sang Mama hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat si kembar yang selalu akur dengan cara mereka sendiri itu.

"Sayang! Sholat dhuhur dulu ya, Mama tunggu di ruang makan. Mama masak ikan lho hari ini!" Seru Mama dari ruang makan.

"Iya Ma!!" Sahut Raisa dan Rian bersamaan. Padahal mereka berada dalam ruangan berbeda namun bisa menjawab bersamaan, mereka memang memiliki ikatan batin yang kuat.

Usai sholat dhuhur, Raisa langsung keluar dari kamar menuju ruang makan dengan berlari-lari kecil. Perutnya sudah keroncongan karena di sekolah tadi ia tidak jajan sama sekali, apalagi Mama masak ikan hari ini. Sepertinya sejak sholat tadi Raisa sudah tidak khusyu' karena perutnya yang lapar. Dasar Raisa!

Raisa duduk di samping Mama, sedangkan Rian yang baru datang memilih duduk di depan Raisa. Matanya menatap Raisa dengan jahil, membuat Raisa cemberut dan melemparkan tatapan setannya.

"Udah dong, masa mau makan masih aja berantem sih kalian berdua."
"Ingat, tidak boleh berantem di hadapan makanan. Ini rizki kita hari ini, jadi kita harus mensyukurinya." Ucap Mama lemah lembut sambil mengambilkan piring untuk kedua buah hatinya itu.

"Mas Rian tuh Ma, rese' banget!" Ucap Raisa sebal.

"Benar kata Mas Rian, Sa... kalau pulang sekolah itu harus cuci tangan dulu, bersih-bersih dulu biar kumannya nggak menyebar. Biar setannya nggak ikut nimbrung makan bareng kita." Ucap Mama diikuti tawa kecilnya.

"Tuh, dengar kata Mama! Aku kan selalu benar!" Rian tertawa bangga.

"Rian sudah, ayo makan dulu. Nanti setelah makan, Mama ingin bicara dengan kalian ya." Ucap Mama serius.

Raisa dan Rian mengernyitkan dahi sambil saling pandang, mereka berpikir mengapa Mama mendadak serius seperti ini?

"Kenapa kalian kayak gitu? Tegang banget, santai aja dong." Mama mengelus bahu Raisa di sampingnya.

"Mama serius gitu sih, kan nggak biasanya kayak gitu." Ucap Raisa.

Mama tersenyum, "Mama cuma mau ngomongin masalah sekolah kalian untuk kedepannya, masa depan harus dipikirkan dan direncanakan mulai dari sekarang, jadi kita bisa menentukan strategi yang tepat. Nah, sekarang kita makan dulu ya."

"Kirain mau ngomong apaan Mah, Rian kan takut. Hehe." Ucap Rian.

"Mas Willy belum pulang Ma?" Tanya Raisa. Raisa memang selalu menanyakan keberadaan kakaknya itu saat makan.

Diary SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang