Hari ini adalah hari terakhir Penilaian Akhir Semester 1. Waktunya PAS mata pelajaran yang paling tidak disukai oleh Raisa, apa lagi kalau bukan Seni Budaya.
Ia menggerutu dalam hati sepanjang mengerjakan soal-soal, merutuki dirinya sendiri yang merasa kurang menguasai mata pelajaran ini. Kesalahan terbesarnya karena tidak menyukai mata pelajaran ini, walaupun sudah belajar ia tetap merasa tidak bisa menjawab beberapa soal.
Setelah berhasil mengerjakan enam puluh persen dari seluruh soal-soal tersebut, akhirnya ia menyerah. Waktu mengerjakan masih tersisa empat puluh lima menit lagi, ia lebih memilih meletakkan kepalanya di meja dan memejamkan mata sejenak.
Untung saja tempat duduknya ada di barisan paling belakang, sehingga tak terlihat oleh pengawas ujian kalau ia sedang santai memejamkan matanya. Oh ya, pengawas ujian hari ini adalah Pak Alif.
Pak Alif dengan santai memainkan ponsel di depan. Inilah salah satu hal yang disukai anak-anak dari Pak Alif, tidak pernah berkeliling saat menjadi pengawas ujian.
Walaupun terlihat duduk diam dan memainkan ponsel, tapi sebenarnya Pak Alif juga mengawasi anak-anak tanpa terkecuali. Sesekali beliau memberi tanda lingkaran pada nama siswa dalam daftar hadir yang terlihat gaduh, menyontek, atau melakukan hal-hal aneh saat ujian.
Saat melihat ke barisan paling belakang, Pak Alif melihat Raisa yang sedang tidur. Pak Alif berjalan menghampirinya dengan langkah mengendap-endap.
"Raisa Putri An-Nisa!" Suara Pak Alif mengejutkannya.
Sontak Raisa berdiri dengan tangan hormat, "Siap salah Pak!"
Semua teman sekelas pun tertawa melihat tingkah Raisa, tak terkecuali abangnya.
'Kebiasaan deh tuh anak!' Batin Rian.
Raisa terkejut saat Pak Alif tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya dan menyebut namanya, mengingatkan pada Papa yang selalu membangunkannya saat ia masih TK dulu.
'Aduh Pak Alif! Calon kakak ipar, eh!' Batin Raisa sambil menepuk dahinya.
'Tengsin banget ketahuan tidur di kelas.'
'Nanti kalau dia cerita Fahmi gimana?'"Raisa, kamu sakit?" Tanya Pak Alif.
Raisa tersenyum kikuk, "Tidak Pak, hehe."
"Sudah selesai?"
"Belum Pak."
"Kenapa kamu tidur?"
Raisa merasa diinterogasi, ia bingung harus menjawab apa.
"Cari wangsit tuh Pak!" Celetuk Ardi diikuti tawa semua teman sekelas.
Raisa melirik Ardi dengan tatapan tajam dan mengerikan, serta mengepalkan tinjunya.
"Ampun Sa, ampun." Ucap Ardi membuat tawa teman-teman semakin keras.
"Sudah-sudah, lanjutkan lagi pekerjaan kalian." Pak Alif menenangkan anak-anak.
"Dan kamu Raisa, silakan lanjutkan pekerjaanmu.""Siap Pak." Ucap Raisa, ia duduk kembali mengerjakan sisa soal yang belum terjawab.
Ada dua puluh soal yang belum ia kerjakan, ia benar-benar tidak tahu apa jawabannya. Semua materi yang telah ia baca seakan lenyap dari pikiran. Raisa tak ingin menyontek, ia sangat menjauhi contek-menyontek kecuali dengan Rian, tak mungkin juga menyontek jawaban Rian saat ini karena tempat duduk mereka berjauhan.
Tak ingin tertimpa malu seperti kejadian yang baru saja ia alami, akhirnya Raisa memilih menjawab soal itu dengan acak. Untung saja soal pilihan ganda, pikirnya.
Bel telah berbunyi, pertanda ujian telah usai. Semua siswa mengumpulkan soal dan lembar jawaban mereka dengan urut. Raisa membawa soal dan lembar jawabannya ke meja pengawas, mengambil tas dan segera keluar dari ruang pesakitan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Sekolah
Teen FictionPernahkah kamu meminta izin pada gurumu saat pelajaran untuk pergi ke toilet? Padahal kamu tidak benar-benar pergi ke toilet, melainkan berjalan-jalan keliling sekolah untuk melepas penat di kelas. Atau pernahkah kamu mengukir namamu dan nama Si Doi...