9. Kupatahkan Lenganmu!

110 12 0
                                    

"Murid itu harus sopan, jangan kurang ajar!"
-Pak Alif-

Hari ini Fahmi berangkat sekolah dengan perasaan riang. Ia kayuh sepedanya dengan penuh semangat. Senyum terukir di bibirnya. Sepanjang jalan tak henti-hentinya ia melantunkan lagu 'Aku Cinta Dia' milik mendiang Chrisye.

Saat melewati depan rumah Raisa tiba-tiba dadanya bergemuruh, bibirnya tak lagi bersenandung, hanya lengkungan manis dengan lesung pipi yang membuat siapa pun semakin terpesona. Sebuah pesan dari Raisa kemarin malam sukses membuatnya begitu girang dan semangat untuk berangkat ke sekolah, walaupun pesan dari Raisa sangat singkat hanya kalimat 'Hai, ini aku Raisa.' dan setelah ia membalas pesan itu tak kunjung dibaca hingga pagi ini.

Sesampainya di sekolah, Pak Dion dan abangnya, Alif menunggu di gerbang. Hari ini jadwal Pak Dion dan Pak Alif yang piket gerbang.

"Fahmi! Pagi sekali kamu, tumben." Sapa Pak Dion, beliau melirik jam tangannya. Pukul 06.30.

"Biasanya saya sampai sekolah pukul setengah tujuh Pak, tapi kok hari ini masih sepi ya." Jawab Fahmi.

"Janjian sama si doi kayaknya nih Pak." Pak Alif menggodanya.

"Hus! Apaan sih abang nih!" Fahmi menginjak sepatu abangnya itu.

"Eits, enggak boleh gitu. Ini di sekolah, berarti saya ....." Pak Alif mengisyaratkan Fahmi melanjutkan kalimatnya seperti biasa.

"Oke-oke, Pak Alif guru saya yang tersayang." Jawab Fahmi malas sambil memutar bola matanya. Pak Alif selalu begitu, antara di sekolah dan di rumah perlakuan pada adiknya harus berbeda. Di rumah ia sebagai kakak, dan di sekolah sebagai guru. Begitu pula Pak Zainal, ayahnya. Jika di sekolah beliau tak pandang bulu, jika Fahmi salah pasti akan dihukum sama seperti siswa yang lain.

"Bagus, siswa teladan tidak pernah terlambat masuk sekolah." Pak Alif mengelus kepala Fahmi. Fahmi hanya menampilkan senyum yang dipaksakan. Tiba-tiba matanya menangkap sosok yang ia cari saat ini untuk membalas dendam abangnya itu.

"Tuh Bang Alif, ada Bu Shafa ke sini." Fahmi mendekat ke telinga Pak Alif sambil berbisik, "Pepet terus sana!" Fahmi terkikik.

Pak Alif menjewer Fahmi.

"Aduduh sakit tahu! Kabur ah! Permisi Pak Dion..." Fahmi berlari sambil menuntun sepedanya menuju tempat parkir.

Bu Shafa mendekat dan memberi salam pada Pak Dion dan Pak Alif, kemudian Bu Shafa berdiri di samping Pak Alif. Kebetulan jadwal piket gerbang Bu Shafa dan Pak Alif selalu sama. Bu Shafa terlihat santai, namun tidak dengan Pak Alif yang terlihat sedikit gugup.

Entah mengapa hari ini Bu Shafa begitu memikat di mata Pak Alif. Kemeja coklat muda yang dipadukan dengan rok plisket dan kerudung hitam terlihat lebih menawan, ditambah lagi dengan riasan tipis di wajahnya. Sungguh, Bu Shafa benar-benar membuat Pak Alif salah tingkah pagi ini.

Anggunnya Bu Shafa menyapa dan menyalami anak-anak menambah kekaguman Pak Alif padanya. 'Calon istri idaman.' Bisik Pak Alif dalam hati sambil menatap Bu Shafa penuh senyum. Saat menatap wajah Bu Shafa, entah mengapa ia seperti tertarik dalam pusaran arus yang begitu deras. Memang benar kata anak-anak, Bu Shafa Bidadari Surga.

Bu Shafa menoleh, "Pak Alif kenapa?" Ia tersenyum heran melihat Pak Alif yang memandangnya demikian.

"Eh, itu, enggak Bu." Pak Alif menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sungguh ia benar-benar salah tingkah.

Bu Shafa hanya tersenyum.

🌱🌱🌱🌱

Jam pelajaran ke-3 dimulai.

Diary SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang