7. Secarik Kertas

102 12 4
                                    

"Karena dia cowok idolaku."
-Raisa-

"Gadis mungil yang manis itu menggemaskan."
-Fahmi-

Kriiing!!! Kriiiiiing!!!

Akhirnya suara surga yang dinantikan semua murid telah menggema di seluruh antero sekolah. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas sambil bersorak bahagia. Seperti biasa Vivi dan Raisa mengumpulkan buku tugas teman-teman sekelasnya di meja Pak Guru Tak Kasat Mata, Pak Ilham.

Saat berjalan ke ruang guru mereka berdua berpapasan dengan Fahmi. Melihat Raisa dan Vivi membawa setumpuk buku membuat Fahmi dengan cekatan meraih masing-masing setengah tumpuk buku di tangan Raisa dan Vivi, ia membantu mereka berdua.

"Sini kubantu." Ucap Fahmi sembari meraih buku dari tangan Raisa dan Vivi.

Raisa menatap Fahmi tak percaya. Raisa masih diam beberapa detik. Fahmi berjalan di depan mereka berdua.

"Terima kasih Kak Fahmi." Ucap Raisa.

"Iya, sama-sama." Fahmi menoleh sebentar ke arah Raisa.

"Wah, perhatian banget Sa!" Vivi berbisik di telinga Raisa.

"Sssttt, petasan diem lu! Kedengaran tuh!" Raisa mencoba membekap mulut Vivi dengan tangannya.

Fahmi melihat mereka berdua dan tersenyum manis, sangat manis. 'Lama-lama aku bisa diabetes benaran Ya Tuhaaan!' Pekik Raisa dalam hati. Berjalan di belakang Fahmi membuat Raisa leluasa menatap punggung dan bahu Fahmi yang indah. 'Pemandangan indah... Cowok idola.' Bisik Raisa dalam hati, ia tersenyum-senyum. Vivi meliriknya.

"Cie cie.... ngapain senyum-senyum? Hayooo!!!" Vivi berbisik di telinga Raisa sembari menyenggol lengannya.

Raisa meletakkan jari telunjuknya di depan mulut, mengisyaratkan agar Vivi diam saja.

Setelah meletakkan buku di meja Pak Ilham mereka bertiga berjalan menuju tempat parkir sepeda. Fahmi tetap berjalan di depan Raisa dan Vivi, tanpa suara.

'Gadis ini menggemaskan juga, pipinya chubby.' Batin Fahmi. Ia merogoh saku celananya, tangannya memeriksa sebuah kertas yang akan ia berikan pada Raisa nanti.

Fahmi memecah kebisuan di antara mereka, "Eh, Sa!" Panggil Fahmi, kini badannya berbalik menghadap Raisa dan Vivi.

"Iya Kak, kenapa?" Raisa memicingkan mata, tatapan Fahmi padanya penuh misteri.

Fahmi mengeluarkan secarik kertas yang dilipat asal membentuk persegi dan menyerahkannya pada Raisa.

Raisa meraihnya dengan bingung, "Ini apa?"

"Itu titipan surat dari Pak Zainal, kamu harus buka surat itu kalau sudah sampai rumah." Jelas Fahmi.

"Hah, dari Pak Zainal? Bapak kepala sekolah?!" Raisa terkejut, Vivi juga. Apakah Raisa terkena masalah berat sampai Pak Zainal memberinya surat? Tapi kok aneh sekali bentuk suratnya.

Fahmi mengangguk.

Raisa dan Vivi memperhatikan surat itu dengan saksama. Oh bukan, itu bukanlah sebuah surat, lebih mirip sobekan kertas yang dilipat asal-asalan, semacam kertas contekan. Tanpa mereka sadari Fahmi menjauh dari hadapannya untuk mengambil sepeda.

"Aku duluan ya, ingat bacanya nanti kalau sudah di rumah ya!" Ucap Fahmi sambil berlalu mengayuh sepedanya.

Raisa dan Vivi menatapnya bengong. 'Kukira ngajak pulang bareng. Eh ternyata...' Raisa menepuk dahinya.

"Kukira mau ajak kamu pulang bareng Sa." Ucap Vivi.

"Kupikir juga begitu, eh ternyata."

"Sini lihat kertasnya, buka sekarang yuk!" Vivi merengek mencoba memgambil kertas itu namun dielak oleh Raisa.

Diary SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang