18. Malam itu...

19 4 2
                                    

Jangan jadi pembaca ghaib. Tinggalkan vote dan comment. Supaya semangat lagi nulis cerita.

Kangen-kangenan lagi yuk sama Sean. 😁

Langkahku gamang dilorong flat milik Sean kali ini. Ya, seperti yang kemarin Sean memintaku untuk pulang terlebih dahulu ke apartmentnya setelah selesai bekerja.

Apa Sean akan bertanya lagi mengenai perubahanku setelah kejadian beberapa hari lalu? Karena aku sendiri juga bingung akan menjawab apa nantinya. Aku tidak mungkin bilang padanya bahwa aku cemburu pada wanita itu.

"Huft santai Alana." Aku menenangkan pikiranku sendiri sebelum aku menekan bel pada flat milik pria itu.

Aku menekan bel yang ada disamping pintu untuk beberapa kalinya. Namun tak ada jawaban dari sipemilik flat. Sedang apa dia? Kenapa lama sekali membuka pintunya?

Sudah kadung kesal, aku menekannya berkali-kali supaya sipemilik segera membukakan pintunya. Dan ternyata berhasil membuatnya membuka pintunya.

"Alana." Suaranya gemetar dan tersenyum smirk ke arahku. Ada apa dengan pria ini? Kenapa menakutkan sekali seperti orang yang mabuk.

Wajahnya mendekat kearahku. Dan benar saja, dia mabuk. Napasnya menguarkan bau alkohol ketika wajahnya mendekat kepadaku.

"Kamu minum?" Tanyaku padanya. Dia tak menjawab apapun. Dia malah menarik lenganku dengan cepat masuk kedalam flatnya.

Kulihat satu botol vodka yang isinya tinggal separuh ada diatas meja di depan TV. Selama aku mengenal dekat dengannya, aku tak pernah melihatnya sekacau ini. Dulu dia pernah kedapatan mabuk olehku tapi tidak sampai semenakutkan seperti saat ini aku melihatnya.

Dia menarikku menuju sofa panjang dekat jendela, selanjutnya dia sedikit membantingku yang kemudian diikuti oleh dirinya. Aku tersentak oleh sikapnya padaku.

"Sean sadar!"

"Aku sadar lan." Jawabnya disertai tawa kecil. Percayalah wajahnya sangat menakutkan.

"Victoria bukan kekasihku lan kenapa kau tak mempercayaiku?" Celotehnya. Kedua tangannya memegangi kepalanya, menunduk seperti orang frustasi. Aku hanya terdiam mendengar celotehannya. Aku bahkan masih takut ketika dia membantingku ke sofa tadi.

Selanjutnya dia menatap kearahku dengan tajam. Kedua tanganya mencengkram lenganku dengan keras, aku meringis kesakitan namun dihiraukan olehnya. Dia mendekatkan wajahnya padaku sontak mataku terpejam tak berani memandangnya lagi. Dia semakin mendekatkan wajahnya hingga hidung kami saling bersentuhan.

"Sean aku takut." Kataku lirih. Tanpa sadar air mataku sudah menetes membasahi pipiku yang panas.

Mendengar penuturanku, dengan cepat Sean menjauhkan dirinya dariku. Dia kembali menarik rambutnya frustasi. Hatiku terkoyak melihatnya seperti ini. Aku ingin sekali memeluknya tapi rasa takutku belum juga hilang. Aku hanya menatapnya sendu.

Sean kemudian berdiri dari duduknya. Berjalan menuju kamar tidurnya. Aku mengikuti langkahnya dari belakang, aku hanya khawatir dia akan melakukan hal diluar dugaanku karena dia sedang tidak dalam kendalinya.

"Sean aku minta maaf." Kataku. Dia menghentikan langkahnya dan berbalik kembali menatapku, seketika aku pun menghentikan langkahku dan berdiri tepat dibelakangnya.

"Minta maaf soal apa lan?" Aku bahkan tak bisa menjawab pertanyaannya. Benar, aku minta maaf soal apa?

"Siapa pria yang bersamamu di restoran kemarin lan?" Aku tersentak oleh pertanyaan yang ia lontarkan baru saja. Apa dia melihatku bersama Yoo Chan kemarin. Apa ini yang membuatnya seperti orang frustasi? Apa dia melihat Yoo Chan saat mengusak kepalaku? Dan dia marah seperti dulu melihatku bersama Dio.

Come THRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang