Arctophile - 38

684 54 38
                                    

sorry for typo
HAPPY READING

_______

"Appa ayo kerumah grandma, kenapa malah makan disini?" Bre yang baru membuka mata dan langsung dihadapkan dengan pintu masuk restoran terlihat kesal.

Pasalnya dia sudah sangat ingin bertemu neneknya dan melihat-lihat keadaan disana yang sama sekali belum pernah dilihatnya.

Jongin yang sudah menurunkan Bre dari gendongannya dan tengah menuntun tangan anak itu, hanya diam dan membawanya masuk kedalam restoran.

"Appa!"

Sepertinya jennie bisa melihat akan ada keributan antara adik dan kakak saat anak keduanya ini lahir. Melihat Bre dan jongin yang sejak awal tidak bisa akur, dan ternyata lelaki itu menanggung semua kerepotan jennie dalam mengidam. Dia bisa mengira bagaimana sifat adik Bre dan bagaimana cara Bre menghadapinya.

Oh, jennie jadi penasaran dengan jenis kelamin bayi dalam kandungannya itu. Pasalnya, sudah beberapa kali dia mengecek kandungannya, hasil yang didapat tetap sama. Bayi itu menyembunyikan jenis kelaminnya seolah ingin membuat kejutan untuk ayah dan ibunya.

"Kemari sama eomma Bre, appa mau makan. Biarkan appa makan dengan tenang" Jennie mengambil alih anak itu, menarik kursi dan mempersilahkan Bre duduk disebelahnya agar bisa dengan mudah membantu gadis kecilnya makan.

"Aku tidak mau sushi eomma, aku mau kerumah grandma. Kenapa appa sangat menyebalkan" Bre sepertinya masih belum bisa menyeimbangkan moodnya karena bangun tidur, membuatnya sedikit lebih rewel.

"Stt, appa lapar sayang. Bre mau makan apa? biar eomma pesankan" Jennie bertanya dengan lembut, dia harus berusaha membuat anaknya nyaman agar tidak membuat keributan disini.

"No! Bre mau kerumah grandma! bukan disini" Bre menangis dengan kesal, hidungnya memerah.

Jennie meringis singkat, apa semua orang tua akan merasakan hal seperti ketika tengah hamil dan memiliki anak yang tengah tumbuh?

"Bre, jangan menangis. Lihat, malu dilihat oleh aunty dan uncle disini. Mau es krim? eomma pesankan, ya" Bre menggeleng dengan kesal, air matanya masih turun dengan kedua tangan didada, dia memasang wajah kesalnya. Balita itu melihat ke sekeliling restoran, ternyata benar yang dikatakan jennie-- ibunya. Kini dia sedang menjadi pusat perhatian.

"Kenapa menangis, honey? Tunggu sebentar, appa makan tidak akan lama" ucap jongin, dia baru selesai mengucapkan seluruh pesanannya pada pelayan dan kini disuguhkan dengan wajah Bre yang merengut didepannya.

"Bre tidak mau disini, Appa" Suaranya berubah menjadi sangat pelan teredam tangis, balita itu menunduk.

Jennie jadi sedikit merasa aneh dengan sikap Bre, dan menolehkan wajahnya ke sepenjuru restoran.

Got it, dia menemukan hal apa yang membuat Bre memberhentikan tangisnya dan seolah menjadi takut. Ada beberapa kamera yang mengarah padanya dengan flash yang memancar.

Jongin pun ikut memutar pandangannya keseluruh arah, sial bagaimana bisa negara Jepang yang terkenal aman dan pandai menjaga privasi para turisnya, kini berubah menjadi cctv berjalan?

Apa karena ada keluarga jennie yang tengah dirumorkan tentang kehamilan keduanya beberapa jam lalu?

"Baiklah, kita pulang sekarang. Bre tidak nyaman, eoh?" Balita itu mengangguk masih dengan wajah tertunduk takut. Jongin akhirnya mengalah dan bangkit untuk meminta pesanannya di bungkus.

Bukankah sebagai orang tua kenyamanan seorang anak itu utama? Lagipula jika dia tidak nyaman dan menangis, orang tua nya akan jauh lebih tidak nyaman karena merasa tangisan itu mengganggu orang lain disekitar mereka.

Arctophile (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang