***
"Bianca!!" Teriak Heeyeong saat aku baru saja memasuki kelas.
"Sstt!" Sinis anak-anak yang sedang fokus belajar seperti biasanya.
Heeyeong tidak menggubris teguran mereka dan langsung memelukku.
"Gimana? Apa kamu terluka parah? Aku sama Myunghee gak bisa dateng karena ada kelas tambahan sampai malam. Maaf ya." Ucapnya dengan rasa bersalah.
Aku tertawa kecil, "Gak apa-apa. Lagian kan aku sekarang udah sembuh. Udah bisa masuk kuliah juga."
"Oh ya, by the way aku kemarin dengar kalau kamu sampai membutuhkan donor darah ya?" Tanya Heeyeong.
"Um." Jawabku singkat. Bukan karena aku cuek, tapi kalau aku berbicara terlalu banyak, perutku akan terasa mual lagi nanti.
"Terus, kamu tau siapa yang ngedonorin darah? Golongan darahmu termasuk langka kan?"
"Gak tau. Kata dokter, pendonor tidak ingin identitasnya disebarluaskan."
Heeyeong hanya mengangguk paham.
"Yha, mana jaketku?" Tagih Yongjin yang baru saja datang ke kelas dan langsung meminta jaketnya.
Aku berdecih, "Kamu gila? Gimana aku bisa ke binatu kalau aku aja baru pulang dari rumah sakit kemarin?"
"Haishh.. nyesel aku kemarin nolong kamu. Kalau udah selesai langsung kasihkan ke aku. Itu jaket mahal, limited edition dari Paris." Ucapnya mulai menyombongkan diri.
"Benar. Orang-orang sepertimu memang lebih menyayangkan harta benda daripada nyawa seseorang." Sindirku membuat ia menghentikan langkahnya dan berbalik arah ke mejaku.
"Apa? Hei, kamu kira kamu siapa? Kamu bukan siapa-siapa buatku. Jadi kenapa aku harus menyayangkan orang sepertimu?" Ucapnya dengan tatapan yang meremehkan.
"Kamu seharusnya sadar diri. Kamu disini gak lebih dari sekedar mahasiswa biasa yang berasal dari Asia Tenggara. Jadi, jangan mengharapkan banyak simpati dari orang Korea. Apa kamu sudah tidak punya malu?"
Aku berusaha menahan emosiku untuk tidak lepas kendali. Namun tidak bisa, sudah cukup aku diremehkan olehnya. Kali ini aku harus memberinya sedikit pelajaran.
Bugh!
Aku menarik ujung kerahnya dengan kasar, "Kamu pikir bisa meremehkanku seperti ini?"
Yongjin hanya mengeluarkan smirknya.
"Kenapa? Kamu marah? Bukankah ucapanku tadi adalah fakta?"
Saat aku ingin melayangkan tinjuanku yang kedua, perutku terasa sangat mual karena terlalu banyak bergerak dan berbicara.
"Ah.." Ringisku sambil memegangi perutku yang mulai terasa perih.
"Bianca, kamu tidak apa?" Tanya Heeyeong yang dengan sigap membantuku untuk tetap berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone You Hated
Teen Fiction"Tidak apa, kamu sudah melakukan yang terbaik." Kalimat sederhana yang belum pernah aku dengar selama hidupku. Dituntut untuk menjadi lebih, namun minim dengan apresiasi. Hingga pada akhirnya aku mencoba untuk meninggalkan semua kenangan buruk ku da...