27. Air dan Api

895 80 1
                                    

Bab 27. Air dan Api

"Ayang. Sabar ya, udah, jangan emosi." Freya mengelus-elus pundak Fatih. Mereka sudah di tempat parkir sekarang. Si tomboy berusaha menenangkan kekasihnya yang mengamuk, bahkan kini menendang ban mobil dengan dada kembang kempis melampiaskan kekesalannya. 

"Tarik napas dalam-dalam. Buang perlahan dengan tenang." Dengan kelembutan, Freya tak henti berupaya mengendurkan kemarahan Fatih. 

"Benar-benar mengecewakan! Katanya butik terpercaya, tapi baju pentingmu malah hilang menjelang hari sakral kita!" Fatih masih meracau dengan tangan terkepal. 

Fatih sungguh kesal. Seumur hidup baru kali ini dia dilanda kecewa berat. Wajahnya merah padam menahan amarah, beruntung Freya laksana air di saat prianya menjelma menjadi bara api, sehingga perlahan kobarannya mengecil setelah sang kekasih tak bosan menyiramkan airnya guna menyejukkan hati yang terbakar emosi. 

"Semua udah terjadi. Dan aku yakin pihak butik pun tidak menginginkan hal ini. Yang penting mereka mau bertanggung jawab bukan? Mending kita minum kopi di kedai seberang." Telunjuk Freya mengarah ke seberang jalan di mana lokasi kedai kopi berada. Kedai kopi terkenal berlogo Siren yang gerai coffee shopnya tersebar di seluruh dunia. 

Fatih mengangguk pelan, membiarkan Freya menggandeng lengannya. Menyetujui usulan untuk bersantai sejenak sambil mencicipi minuman favoritnya, Berharap setelah meminum kopi dingin emosinya juga ikut mendingin. 

Dengan lincahnya Freya pergi memesan setelah memastikan Fatih duduk di tempat yang nyaman. Memilih meja di ujung ruangan kedai yang tidak terlalu ramai, paling pojok dekat jendela. Freya berusaha meredam emosi Fatih layaknya seorang ibu yang tengah menenangkan anaknya yang mengamuk. 

"Ini, kopi kesukaanmu." Freya menaruh segelas vanilla latte dingin ke hadapan Fatih beserta sedotannya, lalu mengambil tempat duduk di sebelah calon suaminya itu. "Ayo, diminum. Jangan ngambek lagi, emosi sesaat yang nggak terbendung, biasanya hanya akan membuahkan ribuan penyesalan di masa depan. Jadi tenangkan diri dulu, oke." 

Diremasnya lembut tangan Fatih yang sejak tadi mengepal ketat seolah ingin meninju apa pun yang ada di sekitarnya. Mengurainya penuh kasih sayang, menyalurkan kesabaran. 

Fatih menunduk, menarik dan membuang napas panjang. Mencoba mengurai gundukan kecewa yang memenuhi rongga dada. Menoleh pada wanita pujaannya yang duduk di sebelah kanannya, dia menemukan keteduhan dari sorot mata hangat Freya. 

"Thank you, Baby," ucapnya sembari mendesahkan laju napas berat. Membawa tangan Freya yang tengah menggenggamnya untuk dikecup lama. Menyerap ketenangan di sana. "Aku sudah baikan sekarang. Makasih udah ngingetin dan jadi rem aku di saat amarah menguasaiku." 

"Dengan senang hati," sahut Freya manis. Mengangguk dan tersenyum simpul kemudian. Ia pun lega, emosi Fatih yang ternyata cukup menakutkan di saat sedang marah akibat kecewa berat mendera, mulai berangsur-angsur mereda. 

"Bukankah itu gunanya pasangan? Saling melengkapi dan saling mengingatkan. Senyum lagi dong. Nanti gantengnya berkurang kadarnya kalau ngambek terus," goda si tomboy. Mencubit sayang pipi Fatih. 

Usaha sabar Freya tak sia-sia, Fatih tertawa tipis kini meskipun masih dibalut kekesalan. Fatih balas mencubit sayang pipi Freya lalu setelahnya meneguk kopi bersama-sama. Freya membujuk emosi prianya dengan keceriaan dipadu kesabaran. Tak lupa memesan pasty isi daging sapi kesukaan Fatih dan sesekali menyuapi tunangannya itu.

"Frey, Fatih?" 

Interaksi manis Fatih dan Freya diinterupsi suara bariton yang memanggil nama mereka disusul tepukan akrab di pundak Freya. Keduanya menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Ternyata Fahri yang menyapa ceria. 

"Eh, Bang Fahri. Ngopi juga, Bang?" tanya Freya ramah. 

Tanpa banyak kata, Fahri mendudukkan diri pada kursi yang berhadapan dengan dua sejoli itu dan meletakkan kopi miliknya di meja. 

"Iya, ngopi biar tetap bahagia," kekehnya. "Lagi kencan ya? Boleh nggak, Abang ikut duduk di sini?" tanyanya berbalut canda, padahal bokongnya sudah mendarat sempurna pada kursi yang didudukinya. 

"Udah tahu orang lagi kencan, malah jadi obat nyamuk! Lagian Abang juga sudah duduk kan? Ngapain repot-repot minta izin segala," sambar Fatih sebal, suasana hatinya masihlah belum membaik sepenuhnya dan kini kakaknya datang iseng padanya. 

"Hei, kamu ini nyambernya kayak cewek lagi datang bulan! Sewot banget dokter kita ini," tukas Fahri iseng yang dibalas pelototan sengit sang adik. 

"Duduk aja, Bang. Ngopi bareng. Lagian kita juga lagi santai," timpal Freya tetap sopan, sedangkan Fatih masih cemberut menekuk wajahnya. "Abang lagi ngapain di sini hari libur begini?" tanya Freya di sela-sela menyesap cappuccino hangatnya. 

"Abang lagi anter Nisa perawatan wajah ke klinik kecantikan sebelah kedai ini. Dari pada bosan nunggu di sana mending Abang ngopi di sini," sahut Fahri yang sedang membuka kemasan sedotan. 

"Terus, mana Rio?" giliran Fatih yang bertanya sambil memerhatikan sekeliling, mencari-cari keberadaan keponakannya lucunya. 

"Rio nggak ikut. Tadi dia keburu tidur pas mau berangkat, jadinya ditinggal di rumah, dijagain Tania. Kalian kencan di sini tapi kayaknya Abang gak lihat mobilmu di parkiran?" Fahri kini bertanya pada adiknya yang mulai melunakkan ekspresi kesalnya. 

"Mobilku diparkir di butik seberang jalan. Kami dari sana tadi, tapi pelayanan butiknya amat mengecewakan. Nggak sesuai dengan banderol yang dipasang. Teledor! Entah bagaimana kinerja mereka sampai-sampai kebaya akad sama gaun resepsi yang dibuat untuk Freya mendadak hilang!" Fatih yang baru saja mereda emosinya kembali meradang. Menyugar rambutnya kesal setengah menjambaknya dan membanting punggungnya kasar ke sandaran kursi. 

"Apa! Kenapa bisa hilang!" Fahri terperanjat kaget, dia bahkan langsung berdiri, tersentak dari duduknya. "Kok bisa pesanan sepenting itu sampai hilang?" 

"Makanya kubilang mereka teledor!" Fatih memanas lagi saat bahasan kebaya dan gaun yang hilang menjadi topik pembicaraan. Freya mengelus pundak Fatih, meminta calon suaminya itu tenang supaya mereka tidak menjadi pusat perhatian di tempat umum. 

"Iya, Bang. Kebaya sama gaunku mendadak raib. Pihak butik pun nggak tahu kenapa bisa sampai hilang. Mereka juga sama-sama kebingungan. Tapi, tenang saja, pemilik butik bersedia bertanggung jawab penuh. Berjanji akan menggantinya dan memastikan bajuku siap sebelum hari penting kami menjelang." Freya menimpali dengan tenang. 

"Tapi, Frey, hari pernikahan kalian tinggal sepuluh harian lagi. Memangnya mereka bisa membuat baju yang sama miripnya dengan yang dikerjakan hampir dua bulan lamanya dalam kurun waktu satu minggu saja? Rasa-rasanya mustahil. Bagaimana ini?" Fahri ikut panik. 

"Itulah, Bang. Makanya aku kesal bukan kepalang!" Fatih nyaris meremas gelas kopi yang dipegangnya. Namun cepat-cepat Freya menahannya. 

"Yakin aja. Semuanya akan siap saat waktunya tiba. Saat ini lebih baik kita banyak berdo'a daripada panik tak tentu arah. Semoga jalanku dan Fatih menuju pelaminan dilancarkan tanpa halangan sampai hari H," ujar Freya menenangkan orang-orang marah di sekitarnya. Yang kehilangan kebaya dan gaun penting itu dirinya, tetapi justru yang lebih panik adalah calon suami dan calon kakak iparnya. 


Bersambung. 


Double F (END) New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang