29. Doktrin

1.1K 94 0
                                    

Bab 29. Doktrin

Pagi ini Tania bangun dalam kondisi masih mengantuk. Kekurangan tidur akibat terganggu desahan-desahan erotis sang kakak dengan kakak iparnya tadi malam. 

Saat pindah ke kamar Rio dan memutuskan berbaring di kasur lantai yang terdapat di kamar keponakannya itu, Tania tak bisa langsung memejamkan mata kembali. Butuh waktu sekitar satu sampai dua jam untuk meluncur kembali ke alam lelap. 

Tania yang sedang menyisir rambutnya sembari terkantuk-kantuk, dikagetkan dengan derap kaki Nisa yang memasuki kamarnya. 

"Anak gadis pagi-pagi jangan lesu begitu! Ayo cepetan dandannya. Kakak mau ngomong sesuatu, mumpung Fatih belum datang menjemputmu ke sini." Nisa menginterupsi kegiatan pagi sang adik yang kali ini lamban bagaikan siput. 

"Mau ngomong apa sih, Kak. Bisa ditunda sampai nanti pulang kerja nggak?" tukas Tania malas, menaruh sisir dan mengingat rambutnya serapi mungkin. Sesuai dengan SOP tempatnya bekerja. 

Nisa mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Nggak bisa. Karena ini hal darurat yang harus disegerakan, nggak boleh ditunda!" tegasnya tak menerima bantahan. 

"Ya udah, ngomong aja. Tapi jangan lama-lama. Aku pingin bikin kopi buat dibawa ke tempat kerja." 

"Nggak lama kok. Dengerin baik-baik ya, Tania. Mbak punya info dari orang terpercaya, hari ini Freya akan melakukan cek kesehatan menyeluruh yang diminta Bu Sarah. Bu Sarah memang terkena ketat terkait kesehatan calon istri anaknya, pasti meminta general check up sebelum hari pernikahan tiba." Nisa bertutur dengan kilat ambisi menyala-nyala di matanya. Senyumnya pun lebih lebar pagi ini. Entah karena efek bercinta semalam, atau mungkin karena hal lain. 

"Freya yang mau general check up, apa hubungan sama aku?" Tania menunjuk wajahnya sendiri tak mengerti.

"Ya tentu saja ada hubungannya. Freya pasti bakal diperiksa di Satya Medika. Di tempat kerjamu. Kakak cuma minta sedikit bantuanmu. Manipulasi sedikit saja hasilnya. Tuliskan Freya memiliki penyakit menular berbahaya. Dengan begitu, Bu Sarah pasti akan berpikir ribuan kali lipat untuk memberi restu." 

"Hah, me-memanipulasi?" Tania menelan ludah. Dia yang masih tergolong belia tak memiliki nyali seberani itu. Mungkin Nisa memang terbiasa, tetapi Tania menjadi begini pun karena di bawah tekanan sang kakak yang terus mendominasinya, sedangkan pribadinya sendiri masihlah termasuk lugu. "Ta-tapi untuk yang ini aku enggak yakin bisa, Kak. Aku takut," sahutnya jujur. Menggeleng berulang kali. 

"Lho, jangan lembek begitu dong. Ini juga demi kebaikan kamu. Kalau Fatih batal mendapat restu menikahi Freya, kesempatanmu untuk menggantikan posisi Freya terbuka sangat lebar. Ingat, kamu cinta kan sama Fatih? Cinta harus diperjuangkan, nggak apa-apa kalau cuma pakai cara licik sedikit. Boleh-boleh saja. Kan demi cinta," ujarnya mendoktrin sang adik yang akhirnya diangguki oleh Tania meski si gadis berponi itu terlihat tak yakin. 

*****

Sepanjang pagi begitu pekerjaan dimulai, Tania banyak melamun. Permintaan kakaknya sungguh membebaninya. Jujur saja ini berat. Meskipun Tania sangat menginginkan Fatih menjadi pendamping hidupnya, sangat mencintai sosok pria itu sejak lama, tetapi jika harus merealisasikan tuntutan Nisa dirinya merasa dihantui ketakutan. 

Hal yang diminta kakaknya kali ini lebih menyeramkan dari memakai baju seksi saat disuruh mengantar salad buah ke rumah Fatih. Memanipulasi data tak semudah itu. Penjagaan pada data hasil test dijaga sangat ketat. Sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil. Namun, jika dirinya gagal, sudah pasti amukan Nisa menanti ditambahi dengan mengungkit jasa dan dianggap tak tahu terima kasih. 

"Tania, Tania!" Suara lantang yang memanggil namanya, hampir membuat Tania menjatuhkan data pasien yang dibawanya dari tempat pendaftaran untuk diserahkan ke poli-poli praktek para dokter.

"I-iya, Dokter Adit. Ada apa?" tanya Tania cepat tanggap. 

Aditya mengatur napasnya setelah berlarian di lorong rumah sakit. Baru kemudian membuka kata setelah ngos-ngosannya berkurang. 

"Tania, kamu diminta ikut tim dokter dan perawat yang ditugaskan pergi ke tempat evakuasi bencana longsor di daerah Banten. Bersiap sekarang, dalam sepuluh menit semua yang diminta ikut harus berkumpul di parkiran belakang rumah sakit. Cepat!" 

"Ke Banten? Berarti pulangnya sore ya, Dok?" 

"Sudah pasti sore. Kemungkinan malam baru kembali ke sini. Jangan lupa kabari keluargamu kalau hari ini kamu dinas luar dan pulangnya pasti telat. Biar keluargamu tidak khawatir." 

Wajah Tania yang asalnya muram, langsung cerah seketika. Berbanding terbalik dengan beberapa rekannya yang terlihat lesu. 

"Baik, Dok. Saya akan siap-siap sekarang juga." 

Tania gegas bersiap-sigap. Mengekori Aditya dengan sigap. Sementara Fatih tetap bertugas di rumah sakit, tidak ikut serta ke lapangan. 

Dengan senyum lebar, Tania mengetikkan pesan yang akan dikirimkannya pada Nisa. Memberitahukan bahwa hari ini dirinya ditugaskan bekerja di luar rumah sakit. Tania begitu senang, sebab berkat tugas dadakan di luar rumah sakit ini membuatnya bisa terbebas dari permintaan sulit sang kakak. Menekan tombol kirim dengan hati riang. 

Kak, maaf. Kali ini aku enggak bisa memenuhi permintaan kakak. Bukannya enggak mau, tapi aku ditugaskan bersama tim Satya Medika untuk pergi ke lokasi bencana longsor di Banten. Aku kemungkinan pulang malam ke rumah. Kalau Kakak enggak percaya aku, bisa tanyakan sama Bang Fatih langsung.

*****

Hasil pemeriksaan Freya menunjukkan hasil yang memuaskan. Semuanya baik. Sehat jiwa raga. Fatih langsung mengirimkan hasilnya pada ibunya. Lantas bertukar kata panjang lebar dengan kedua orang tuanya. Freya pun cepat-cepat menghubungi Anwar. Menyampaikan kabar baik ini penuh sukacita. Dan tentu saja kelegaan membanjiri dua keluarga.

"Jadwal pulangku satu jam lagi. Mau nunggu atau pulang duluan? Sebaiknya jangan lama-lama di rumah sakit. Banyak kuman di sini. Aku enggak mau calon pengantinku sakit di hari pernikahannya," kata Fatih yang kini sedang berbincang dengan Freya di salah satu sisi selasar rumah sakit. Nada bicaranya selalu khawatir jika membahas perihal kesehatan. 

Freya menggeleng pelan. Melipat kertas hasil pemeriksaannya dan memasukkannya ke dalam tas selempang yang dipakainya. "Aku yakin imunku bagus dan kuat. Aku kepingin nunggu kamu pulang aja. Kita pulang bareng-bareng." 

"Oke. Tapi, sebaiknya nunggu di kafe donat seberang rumah sakit. Donat brand yang itu kesukaanmu kan? Jangan berlama-lama di sini. Kamu bisa nunggu di sana sambil makan donat favoritmu. Nih, bawa kartuku." Fatih mengeluarkan satu buah kartu debit dari dalam dompetnya. Menyerahkannya ke tangan Freya. 

"Enggak usah. Nanti kekenyangan. Aku nunggu di taman aja. Kata babeh, malam ini kita makan bareng, kamu juga diminta datang ke rumah. Babeh barusan bilang, mau booking dadakan soto betawi Cing Lela yang dekat rumahku itu, yang suka buka sore sampai malam. Mau beli segerobak katanya, makan bareng satu RT, sebagai ungkapan syukur karena hasil pemeriksaanku hari ini semuanya baik." 

Bersambung.

Double F (END) New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang