"Kenapa? Mendadak gak bisa ngomong?" Adit menyeringai senang melihat Elena yang terpaku dengan wajah mendelik. Mungkin dia marah, tapi tak berani mengatakan apa-apa. Mungkin kuntilanak ini sedang memaki dengan seribu satu jenis binatang di dalam hatinya. Itu kalau kuntilanak memang punya hati. Biar saja, Adit menikmati wajah lucu Elena yang menggantung antara marah dan pasrah.
Elena melangkah mundur, berusaha mempertahankan jarak satu langkah yang memisahkan dia dengan Adit. Sementara Adit terus melangkah maju. Hingga punggungnya beradu dengan sebuah lemari kayu besar tempat mereka menyimpan data, Elena tidak bisa lagi melangkah mundur. Wajah Adit sekarang hanya setengah jengkal di depan wajahnya. Menyeringai senang, penuh aura kemenangan. Hembusan nafasnya yang beraroma kopi menggelitik wajah Elena.
"Gue depresi ini. Lo bisa rawat nggak?" Tanya Adit. Dia melihat mulut Elena bergerak tapi tidak ada suara yang keluar. Kuntilanak yang buas seperti ini ternyata bisa dijinakkan.
Elena kesulitan mengatur napas. Wajahnya nyaris tak berjarak dengan Adit. Setelah beberapa saat dia mendorong Adit dengan sekuat tenaga, terbatuk beberapa kali, dan berteriak. "Eh bego. Dari tadi gue mau ngomong, kasih gue telan makanan dulu. Ngapain lo ke sini? Belum puas gangguin gue kerja?"
Ω
"Adit? Anakku?" Pandangan mata Pak Surya mencengkeram wajah Bu Megan, seolah-oleh sekretarisnya itu tiba-tiba tumbuh kumis. Adit masih ingat jalan ke kantor ini? Anak tidak tahu diri itu masih ingat bahwa dia adalah ahli waris dari sebuah kerajaan bisnis yang beranak cabang ke seluruh penjuru dunia? Pak Surya merasa seperti sedang bermimpi.
"Iya Pak. Tadi Pak Bambang telepon saya. Dan menurut Pak Bambang, Adit sedang menuju kantor Pak Surya. Bagaimana Pak? Apakah harus saya tahan dia, atau__"
"Biarkan dia masuk. Dan segera undur seluruh jadwal saya hari ini." Pak Surya langsung memotong kata-kata Bu Megan. Kapan terakhir kali Adit mengunjungi dia di kantor ini? Tiga tahun yang lalu? Atau lima tahun yang lalu? Pak Surya sendiri telah lupa pastinya. Yang pasti, sudah sangat lama. Adit selalu memberontak terhadap segala hal yang dikatakan olehnya.
Sejak kehilangan Ibunya, Adit tidak pernah menurut kepada Ayahnya. Apapun yang dikatakan oleh Ayahnya, Adit selalu melakukan kebalikannya. Adit bahkan tidak mau cerita ke mana dia pergi, atau sedang berada di mana. Hingga Pak Surya harus memasang ratusan alat pendeteksi dan pelacak yang tercanggih, hanya untuk memastikan anaknya tidak pergi menghilang.
Dan sekarang, Adit tiba-tiba berkunjung ke kantor Ayahnya. Jakarta bisa hujan salju ini. Pak Surya membatin.
Pak Surya bangkit dari duduk dan membuka gorden jendela di ruangannya yang sangat luas. Dia ingin memastikan bahwa ruangan ini terisi cahaya yang cukup saat Adit berjalan masuk.
Ketika akhirnya pintu kantor dibuka, Pak Surya harus mengucek mata untuk memastikan bahwa di tidak salah lihat. Adit benar-benar berada di sini. Dia berjalan memasuki ruangan kantor, dan sebelah tangannya menggandeng Elena yang meronta-ronta berusaha melepaskan diri, tapi gagal.
"Lo gila yah. Lepasin, gak tau malu. Lo gak punya hak pegang tangan gue." Elena mendesis kesal. Dia diseret oleh Adit dari ruangan kantor kecilnya, berjalan membelah lobi utama gedung, menyusuri koridor yang diapit belasan ruangan kantor, hingga menuju pintu lift. Kira-kira ada dua ratus orang yang melihat mereka bergandengan di sepanjang jalan.
"Gue hanya pegang tangan elo. Waktu di puncak, lu malah peluk gue sepanjang malam. Lo juga gak punya hak, tapi gue sama sekali nggak marah."
"Lu diam gak, atau__" Tangan Elene mengepal dengan gigi beradu. Napasnya tersengal. Sorot matanya mengeluarkan percikan api. Saking kesalnya dia sulit memilih kata-kata untuk diucapkan. Apalagi pada saat melihat Pak Surya yang berdiri di ujung ruangan. Tahan Len, tahan. Bagaimanapun kesalnya dia terhadap Adit, tapi dia tidak akan menyakiti hati Pak Surya. Elena menelan bulat-bulat rasa kesalnya, dan menabung seluruh kata umpatan untuk disemburkan suatu saat kepada Adit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aditya and Elena (completed)
RomanceHanya cerita ringan mengenai Adit dan Elena. Adit sejak lahir telah dikutuk untuk menjadi kaya raya. Dia tidak pernah harus berjuang untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Egois, bermalas-malasan, dan tidak mau kalah sudah menjadi sifatnya sejak ke...