Bab 18

36 5 0
                                    


Sialan. Kenapa lift ini terasa lambat sekali. Adit kembali menekan tombol, seolah dengan demikian bisa memacu gerakan lift agar lebih cepat.

Sekian lama mengenal Elena, tapi ternyata sedikit sekali yang ia pahami mengenai perempuan satu itu. Sampai-sampai Adit membutuhkan sebuah musibah untuk mengetahui lebih banyak mengenai Elena. Adit tidak mau terulang lagi. Mulai sekarang, dia harus tahu lebih banyak mengenai Elena. Dan tidak perlu menunggu musibah.

Dia membuka pintu ruangan Ayahnya dengan tergesa-gesa. Ayahnya bahkan belum sempat mengangkat wajah dari dokumen di depan hidungnya, ketika Adit menembak dengan pertanyaan.

"Pah. Kenapa Papa gak pernah cerita soal penyakit Ibunya Elena?" Adit bertanya sambil melangkah memotong jarak dengan Pak Surya.

Perlahan Pak Surya menegakkan tubuh, mengangkat kepala, dan melepaskan kacamata. Dia menyandarkan punggung di singgasana empuknya, dan menatap Adit dengan senyum mengejek.

"Kenapa kamu tanya?"

"Karena Papa seharusnya cerita. Kalau sedari awal aku tahu, aku tidak akan mempersulit.....oohh." Adit tediam dan meneguk ludah. Pandangan mata Ayahnya berubah ganas dan mengandung percikan api.

"Jadi selama ini kamu mempersulit dia?"

"Bukan. Mempersulit bukan kata yang tepat. Lebih tepatnya, tidak menganggap serius saat Elena sudah semestinya pulang." Adit memperhalus bahasanya.

Pak Surya mendengus keras. Dia berdiri dan melangkah perlahan menuju sebaris sofa yang ia sediakan untuk duduk lebih santai. Di sana dia menghempaskan diri, pikirannya mulai menerawang.

"Papa tidak kasih tau kamu, karena Elena bukan jenis orang yang suka dikasihani. Dia hidupnya susah, tapi dia menjaga baik-baik harga dirinya. Dia anak baik. Demi Ibunya, dia akan melakukan apapun."

"Pah, sebenarnya bagaimana caranya Papa bisa mengenal Elena? Dan kenapa Papa bisa tau begitu banyak mengenai dia?"

"Papa mengenal dia di rumah sakit. Elena waktu itu masih menjadi cleaning service di rumah sakit."

Adit tertegun. Ternyata Elena benar-benar mengenal Ayahnya di rumah sakit. Walaupun ceritanya sudah dimodifikasi habis-habisan, tapi ternyata Elena tidak sepenuhnya mengarang.

"Dokter langganan Papa yang cerita mengenai Elena. Semua orang kasihan melihat anak perempuan semuda itu sudah harus menjadi tulang punggung keluarga, sekaligus menanggung beban biaya obat untuk Ibunya. Hanya untuk obat Ibunya, gaji dia sudah habis semua. Jadi Elena mencari tambahan dengan menerima cucian baju, menjual kue, pokoknya seluruh waktunya dia gunakan untuk mencari tambahan. Demi menghidupi dia dan Ibunya. Dia rajin luarbiasa. Waktu itu Papa kasihan, dan menawari dia bantuan. Papa membelikan persediaan obat untuk Ibunya selama sebulan. Kau tahu apa jawabannya?"

Adit menggeleng. Dia bahkan tidak bisa menebak respon Elena. Elena yang dia kenal, adalah Elena yang selalu meledak-ledak karena emosi.

"Dia hampir menangis saat Papa menawarkan obat itu. Dia jelas sangat membutuhkan obat itu. Tapi, dia tidak mau menerima bantuan itu dengan gratis. Dia minta tugas, apapun itu akan dia lakukan, agar hatinya lega menerima bantuan itu. Semuda itu, dia sudah mengerti mengenai bahwa setiap kali menerima, harus ada sesuatu yang bisa ia berikan. Dia hidup susah, tapi dia tidak mau menerima gratis rasa kasihan dari orang lain."

"Setelah itu Papa tawarin dia bekerja di sini?" Tanya Adit.

"Ya. Sekaligus untuk mengawasi kamu, sambil berharap mudah-mudahan suatu hari kamu tertular rajinnya dia. Dan, sepertinya, mulai ada pengaruh." Kata Pak Surya sambil tersenyum memperhatikan Adit.

Aditya and Elena (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang