ASSALAMUALAIKUM MAN TEMAN..
GIMANA KABAR KALIAN? AUTHOR KEMBALI NIH...
OKE TANPA MENUNGGU LEBIH LAMA LAGI, YOK LANGSUNG BACA..
JANGAN LUPA VOTE , COMMENT, AND SHERE..
HAPPY READING GUYS😘...
🌫️🌫️🌫️
“Karena hati saya ingin kamu orangnya.” balasan Aldino membuat Alina bingung, apakah secara tidak langsung dia mengatakan bahwa mencintainya? Entahlah semua ini membuatnya pusing.
Alina faham sekarang, jadi kedatangan Aldino dan keluarganya tempo hari lalu sebenarnya untuk ini, bukan untuk silaturrahmi? Oh bukan, silaturrahmi yang dimaksud ayah dari Aldino pastinya silaturrahmi menjalin keluarga baru.
“Maaf sebelumnya pak, bukan saya menolak bapak, tapi untuk sekarang saya belum bisa membuka lembaran baru disaat lembaran lama saya belum usai. Masa lalu membuat saya terperangkap dalam lembaran lama.” Ucapan Alina membuat Aldino faham, Alina sangat sensitive jika ditanyai tentang masa depan dan pernikahan.
“Lalu akhir seperti apa yang kamu inginkan dalam lembaran lama kamu itu?” Aldino menjeda sebentar ucapannya, “Saya tidak tau bagaimana masa lalu kamu, tapi bukankah setiap manusia lebih baik maju menggapai tujuan yang jelas dari pada menunggu ketidakpastian.” lanjutnya yang membuat Alina diam seketika.
Akhir yang dia inginkan? Akhir seperti apa, bahkan sepertinya dia tidak akan memiliki akhir karena masa lalunya sudah milik orang lain.
“Saya tidak tau akhir yang saya inginkan pak, bahkan mungkin tidak memiliki akhir. Saya mengatakan ini karena tidak ingin membuat anda berharap. Maaf jika kata-kata saya kurang sopan.” balas Alina.
Aldino menghela nafas kasar. “Alina, pernikahan adalah tahap dimanakita belajar. Belajar menuju kedewasaan, belajar tentang keluarga, belajar mendekatkan diri kepada Allah dan belajar tentang pasangan hidup. Saya tau apa yang kamu takutkan, kebahagiaan dan kekecewaan bukan? Bahagia dan sedih adalah unsur pelengkap kehidupan, mereka pasti akan selalu hadir dalam perjalanan hidup seseorang. Jangan jadikan masa lalu penghambat meraih masa depan, karena seharusnya masa lalu membuat kita belajar menjadi lebih baik untuk melangkah ke depan.” jelas Aldino.
Alina menjadi malu setelah mendengar ucapan Aldino, Aldino begitu dewasa. Alina jadi merasa jika Aldino tidak memiliki kisah cinta masa lalu atau mungkin Aldino menyembunyikan masa lalunya.
“Maafkan saya pak, saya belum bisa dewasa menyikapi hal seperti ini.” balas Alina dengan menunduk malu, tak kuasa menatap mata dosennya ini.
“Saya cuma berharap kamu mencoba dulu.” putus Aldino seraya tersenyum manis kearah Alina.
“Kak woy! Cepat kesini, dicariin bunda!” teriak Dipta yang berhasil mengalihkan pandangan Alina dan Aldino.
“Iya!” balas Alina.
“Inget gak boleh lama, bukan mukhrim!” ucapnya lagi seraya kembali kedalam rumah.
“Hm.”
“Saya gak nyangka jika kedua adik kamu kepribadiannya beda jauh.” ungkap Aldino dengan terkekeh.
Alina tertawa canggung, “Adik saya yang itu memang begitu pak, rada ceplas ceplos.”
“Gak papa namanya juga masih remaja, wajar. Yaudah ayo masuk, suda ditunggu yang lain.”
“Eh iya pak.”
🌫🌫🌫
Hari ini Alina bangun kesiangan, dia tertidur seabis sholat subuh tadi, mungkin karena kemarin jam tidurnya terpotong sebab kedatangan Aldino dan keluarganya yang mendadak. Segera dia mandi dan melihat jam, sudah jam 08.40 rasanya ingin menangis karena jam 09.00 dia ada kelas.
“Al, makan dulu nak!” panggil Laila yang melihat putrinya terburu-buru keluar rumah.
“Bunda Alina pengin nangis! Jam 09.00 ada kelas. Alina kenapa gak dibangunin?” ucap Alina sembari mengeluarkan motor dari garasi rumahnya.
“Bunda liat kamu kayak kelelahan, jadi gak bunda bangunin. Minta izin satu hari aja terus kamu titipin Nisya.” balas Laila.
“Gak bisa bun, hari ini ada persentasi. Yaudah Alina berangkat dulu ya, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Eh Al, ini dibawa!”
“Kok udah disiapin?” tanya Alina memandang kotak bekal ditangan bundanya.
“Tadi Ilham minta dibikinin bekal, eh taunya malah lupa dibawa sama dia.” jelas Laila kepada putrinya. Alina mengangguk dan segera mengambil bekal tersebut dari tangan bundanya dan pamit untuk berangkat kuliah.
Setengah perjalanan dia merasa motornya ada yang salah, motornya tiba-tiba berasap dan terasa panas. Benar saja, ketika matanya tak sengaja menoleh dia melihat jarum pada bahan bakarnya di warna merah, yang artinya bahan bakarnya habis.
Alina menepi dan merogoh tasnya, Alhamdulillah ponselnya masih hidup. Tapi siapa yang akan dia hubungi di jam seperti ini, pasti orang-orang banyak yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Sahabatnya? Dia rasa mereka sudah sampai semua di kampus.
Tin tin tin
“Al,” panggil seseorang yang membuat Alina mengalihkan atensinya pada si pemanggil.
DEG
Disana ada Sandri dengan senyum manisnya bersama...Aidan? Alina menetralkan degup jantungnya, semua kenangan masa lalu tiba-tiba terlintas dalam fikirannya. Ini adalah pertemuan awal mereka setelah kejadian itu, pernikahan Sandri dan Aidan. Dia fikir waktu 3 tahun sudah cukup untuk berdamai dengan masa lalu, ternyata tidak. Buktinya sekarang jantungnya berdetak begitu cepat.
“Al!” panggil Sandri lagi lebih keras karena Alina melamun.
“Eh iya San. Gimana?” balas Alina disertai senyum paksaan. Dia hanya berani menatap Sandri, karena orang di sebelah Sandri dapat mengoyak hatinya.
“Seharusnya aku yang tanya kamu, motor kamu kenapa? Mogok ya?”
“Bensinnya habis.” jawab Alina.
“Oh yaudah, bareng aku sama mas Aidan aja gimana?” tawar Sandri yang membuat Alina terdiam. Bareng? Semobil? Dia rasa ini akan berakibat tidak baik untuk hatinya.
“Dek,” tegur Aidan disamping Sandri.
Alina tau maksud teguran Aidan, dia pasti merasa tidak nyaman atau terganggu dengan adanya orang baru.“Kenapa mas? Emangnya aku tolongin Alina salah?” tanya Sandri seraya melihat kearah Aidan.
Aidan diam tak menanggapi lagi sebab dia fikir ucapan Sandri memang benar, menolong seseorang yang membutuhkan bukankah tugas seorang muslim? Dia hanya tidak nyaman dengan kehadiran orang baru.
“Gak usah San, aku minta tolong sama temanku aja buat datang ke sini.”
“Aku gak bisa tinggalin kamu sendirian disini Al, kamu mau ke kampuskan? Sekalian aja. Itu motornya dititipin di warung ibu itu aja, nanti diambil bareng sama teman kamu.” saran Sandri yang membuat Alina berfikir lagi, benar juga waktunya tinggal sedikit dan dia harus segera sampai di kampus.
Alina sekarang cemas, antara menerima tawaran Sandri atau menolaknya. Bahkan keringat dingin mulai memenuhi tubuhnya, apalagi telapak tangannya sudah basah. Ya Allah bagaimana ini? Semoga kejadian dulu tidak terulang-batin Alina.
“Al, ayo!” ajak Sandri seraya menarik pergelangan tangan Alina.
“Eh iya.” balas Alina. Mau tidak mau harus menuruti Sandri, kalau dia menolak, presentasinya akan hancur.
Keheningan menemani perjalananmereka bertiga, Alina merasa sangat tidak nyaman, dia seperti pengganggu. “Hufft.” Helaan nafas keluar dari mulut Alina tanpa sadar.“Kenapa Al? Banyak masalah ya?” tanya Sandri sembari melirik kearah Alina lewat kaca di depan.
Iya San, banyak masalah. Bahkan sekarang ini aku dapat masalah baru, masalah hati-batin Alina.
🌫️🌫️🌫️
SEE YOU NEXT TIME JANGAN LUPA BINTANGNYA GUYS...
Kediri, 14 Juni 2021
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
AMAIA
Spiritualperasaa pernah mengerti apa sebenarnya maksud semesta dengan selalu mengingatkannya pada masalalu. Sudah 3 tahun ini dia mencoba melupakan kejadian di masa lalu, tapi takdir tak pernah mendukungnya. Dia selalu mengingat kata-kata "Jika tidak bisa me...