BAB 4 🌿

6.4K 246 0
                                    

Seketika Leo melotot, ada saja pemintaan manja dari Arvin.

"Sayang makan sendiri, anak Mami 'kan sudah besar."

"Pokoknya Arvin mau disupain Mami."

"Ngga boleh sayang. Anak Mami sudah besar, bukan anak kecil lagi yang harus disuapin," kata Delisa dengan lembut.

"Katanya Mami sayang Arvin, tapi kenapa Mami ngga mau suapiin Arvin. Tadi Arvin sudah bilang sama Mami mau diperlakukan seperti anak kecil lagi dan Mami bilang iya. Kenapa sekarang Mami menolak pemintaan Arvin?" Tanya Arvin sambil mengingat kejadian di kamarnya berapa menit yang lalu.

"Sayang dengarkan Mami, Kamu sudah besar dan harus mandiri ngga boleh tenggantung dengan Mami. Nanti perempuan ngga ada dekat sama Arvin."

"Arvin ngga peduli Mi. Intinya Arvin dimanja sama Mami."

"Sayang, kamu akan pisah sama Mami dan kamu ngga dapat manjaan dari Mami lagi, kamu harus bisa cari perempuan untuk menganti posisi Mami."

"Mami mau kemana? Mami ngga boleh ninggalin Arvin. Mami harus disini, ngga boleh kemana-mana," kata Arvin dengan mata berkaca-kaca.

"Semua ciptaan Allah akan kembali ke Allah, kita ngga tahu takdir kita kapan."

"Mami ngga boleh bicara seperti itu. Arvin ngga suka!" Tegas Arvin sambil memeluk Delisa dengan erat.

Delisa tersenyum tanpa membalas perkataan Arvin. Ia berharap semoga hati Arvin terbuka dan mau berubah.

"Arvin janji akan berubah," kata Arvin.

"Janji sayang," kata Delisa dengan nada bahagia.

"Janji," jawab Arvin dengan semangat.

"Mami suapin." Pinta Arvin tanpa dosa, baru ia janji akan berubah. Eh, sudah manja lagi.

Delisa menarik nafas kasar, harus pake cara apa lagi supaya Arvin mengerti.

Tangan Delisa bergerak menyuapin Arvin. Ia ngga tega melihat Arvin terus memohon.

____

"Gila tu guru, ia pikir ngga capek apa bersihin toilet sebanyak ini," omel Fhelisa sambil mengepel lantai toilet.

"Ah, siram-siram aja bu Dewi juga ngga tahu di sana, intinya selesai," kata Fhelisa mendapat ide cemerlang.

"Haha__ kalo gini ngga capek," kata Fhelisa lagi sambil menjalankan ide yang ia dapat.

"Gila mana bau banget, kebiasaan anak laki-laki cuma bisa buang tanpa disiram," omel Fhelisa.

"Tunggu pembalasan gua."

"Sampai gua liat ada yang buang tanpa disiram gua patahin tanggannya."

"Semangat yang dihukum. Ingat yang bersih jangan ada satu debupun yang menempel atau gua bilang ke Bu Dewi kalo lo ngga bersih kerjanya." Ancam orang dari belakang.

Fhelisa tahu siapa dia, itu Monica anak kelas 11 IPS 2 selalu cari masalah, kalo sudah Fhelisa lawan ia menggadu ke bu Dewi.

"Menjauh dari sini atau tangan lo gua patahin!" Ancam Fhelisa.

"Haha__ patahin kalo berani, gua ngga takut!" Tantangnya balik.

"Gua ngga main-main, tanggan lo patah jangan salahkan gua. Salah sendiri masuk kandang singa."

"Ahhhh___ akuttttt," teriak Monica dengan lebay.

"Menjuah, sebelum kesabaran gua habis!"

"Santailah, jangan marah-marah. Pantesan ngga ada cowok yang dekat. Lo sih barbar, jadi perawan tua, baru rasa."

"Gua ngga peduli, intinya gua senang dengan hidup gua. Ngga kaya lo cuma bisa ngurusin hidup orang, ngga ada guna."

"Hidup gua sempurna ngga kaya Lo!"

"Ah,banyak bacot lo!" Emosi Fhelisa.

Brukkkkkk.

Fhelisa meninju perut Monica tanpa ampun.

"Mentang-mentang hebat beladiri, tinju perut orang seenaknya," kata Monica di sela-sela kesaktiannya.

"Gua  peringatin dari awal, lo saja yang keras kepala.   Selamat bersenang-senang di rumah sakit," kata Fhelisa lalu memukulin Monica tanpa ampun.

Keadaan Monica memperhatinkan, baju kusut, rambut berantakan, muka berdarah, bibir sobek, perut memar-memar, tangan  patah, kaki keseo. Jangan salah Fhelisa, karena ia mudah emosi.

Jangan cari masalah kalo ngga mau masuk rumah sakit.

Berita tentang Monica tersebar luas diarea sekolah. Bu Dewi semakin marah, ia tahu bukan 100% salah Fhelisa tapi ini keterlaluan pihak sekolah pasti dituntu.

"Fhelisaaaaaa_____



Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang