Teardrops

3K 528 74
                                    

Cie nungguin ya?
Hshshs

Ayo gas lah!!!
.
.
.
.
.

Suara decitan sepatu diatas lantai memenuhi sebuah ruangan khusus olahraga. Di tengah lapangan, ada sosok pemuda tinggi bersurai biru sedang fokus memandang lawannya di seberang sana.

Mata bertemu mata. Di sebrang sana, tatapan pemuda Macau tak kalah sengitnya. Saling menatap seakan-akan mendeklarasikan peperangan antara dua team anak kelas 2.

"Lihat, ketika yang lain having fun, cuma mereka berdua yang benar-benar akan berperang" ucap Mark si kapten pada sang pelatih.

Sang pelatih terkekeh melihat permainan dua calon kapten yang begitu serius bertanding. "Ya, itu bagus. Kita akan memilih diantara mereka yang akan menggantikanmu, Mark."

"Aish, itu menyakiti hatiku" Mark memegangi dadanya mendramatisir suasana. Sekarang sudah hampir memasuki setengah tahun ia duduk ke kelas 3, dan itu artinya kedudukannya sebagai kapten volli mesti digantikan oleh para adik kelas.

Sang kapten dan dirinya sudah merencanakan matang-matang, siapa yang pantas menjadi kapten selanjutnya. Dan diantara seluruh anggota volli kelas 2, terdapat 2 kandidat, yaitu Jisung dan Hendery.

Ketika Jisung yang mestinya masih duduk di kelas 1, tapi sekarang malah duduk di kelas 2 karena terlalu muda satu tahun untuk mendaftar sekolah, di lain sisi ada Hendery yang mestinya sudah kelas 3 bersama Mark tapi kini masih duduk di kelas 2, karena usia yang belum cukup saat itu menurut ibunya.

Pertandingan berlangsung sangat sengit layaknya turnamen besar yang diadakan setiap tahun. Diantara keduanya, tak ada yang mau mengalah hingga hasil pertandingan berakhir seri. "Sangat sulit untuk memilih, Mark.." sang pelatih pasrah dengan hasil pertandingan.

"Kerja bagus, Jie! Setidaknya kamu tidak kalah~" sorak Jaemin dari bangku penonton dengan Jeno di sebelahnya sedang bertepuk tangan sambil tersenyum sampai matanya menutup sempurna.

"Besok kalian akan bertanding lagi. Di sini kami tidak hanya memandang siapa yang menang, tapi berbagai kriteria lainnya" anggukan dari kedua kubu menandakan bahwa mereka siap untuk bertanding lagi.

"Bubar!" titah Mark, mutlak.

.
.
.
.
.

"Ayah"

Merasa dipanggil, sosok pria dengan ekor berwarna lavender itu pun berbalik menghadap kepada sang putra. Menatap lekat kedalam netra ungu milik anak keduanya, kini ia tau apa yang akan anak itu tanyakan.

"Apa aku putramu? Seperti gege? Apakah ada darahmu di dalam diriku? Tolong beri aku kebenaran, Ayah" suara anak itu bergetar, hatinya sudah siap menerima fakta dari sosok yang ia sebut Ayah selama ini.

Yang lebih tua mendekat tanpa memutus kontak mata mereka, lalu menepuk pundak putih anaknya dengan lembut. "Chenle, aku yakin kau sudah mengetahui hal ini dari ucapan orang lain. Kau datang padaku untuk meminta jawaban yang menyakitkan" lirihnya.

"Jadi mereka benar? Aku siren? Hiks... A-aku bukan putramu?!" butiran kristal yang sangat kecil seperti serpihan kaca menyebar di sekitar Chenle. Itu adalah rupa dari air mata sang makhluk mitologi ini.

Chenle mundur menjauh dari ayahnya. Sosok di hadapannya yang selalu ia sayangi ternyata bukanlah ayahnya. Lelaki itu hanya seorang ayah bagi Renjun, kakaknya.

"Tapi aku tetap ayahmu, karena aku menyayangimu, Chenle" Itu kata terakhir yang Chenle dengar sebelum ia pergi berenang menjauh dari ayahnya.

Namun, tiba-tiba saja telinganya berdenging, tanda ada panggilan dari darat. Tidak, ia sedang tidak mau bertemu dengan siapa pun. Ia memutuskan untuk tidak menemui teman-temannya. Biar sang kakak dan Haechan saja yang pergi menemui mereka.

Lelaki mungil itu terus berenang menyusuri lautan tanpa mengetahui arah kemana ia melesat. Semakin lama berenang, ia memutuskan untuk berhenti sejenak untuk menyimpan sisa energinya. Namun sekarang matanya melirik ke kanan dan kiri, jantungnya berdebar kencang, hatinya bertanya-tanya, dimana kah ia sekarang?

Kini Chenle hanya diam membatu karena merasakan ada hawa makhluk lain di belakangnya. Sosok itu menepuk pundak putihnya yang bergidik.
"Hey, duyung kecil! Kau melewati batas wilayah kami"

Chenle menutup matanya rapat-rapat saat merasakan kuku-kuku panjang milik sosok di belakangnya membelai lembut kulit putih itu.

"Pulang atau kumakan?"

"Makan saja aku.." tubuh mungil itu berbalik perlahan demi menghadap sosok mengerikan yang mencengkram bahunya.
"Tak ada yang berarti lagi dalam hidupku" butiran kristal air matanya kembali menguar di sekitar mereka berdua. Yang tadinya menatap lapar, kini mata putih siren itu menatap Chenle dengan iba. Tapi kalian sudah tau betul bahwa siren tidak memiliki hati bukan?

"Duyung kecil yang malang.. Kau pasti sangat putus asa karena kau memang tidak berguna. Kebetulan aku sedang kelaparan, akhir-akhir ini tak ada nelayan yang berani berlayar ke daerah kami" sedetik setelahnya, siren itu menancapkan empat kuku tajamnya ke punggung Chenle. Darah segar pun menguar menutupi butiran kristal yang terus keluar dari mata Chenle yang sedang menunduk dan meringis.

"Darah siren?" sang siren terheran ketika mencium darah yang keluar dari tubuh mungil di hadapannya.

"Menjauh lah dari putraku!" mata Chenle terbelalak ketika mendengar suara seseorang yang sangat ia sayangi sekaligus seseorang yang selalu melindunginya dari apa pun.

"Ayah..."

__________________________

Eyyoooo!
Kangen ga? Kangen ga?
Hehehe~

Maaf ya, lama updatenya hshshs

Thankyou for your vote and comment ^^
.
.
.

Thankyou for your vote and comment ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Teardrops nya terinspirasi dari make up Seulgi di psycho T_T
Aesthetic sekali~

My Mythological Love [SungLe] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang