Epilog

2.8K 388 102
                                    

Awas banyak typo bertebaran.

Kini mantan boss mafia tersebut sedang mencari keberadaan si gadis lemah. Dirinya sekarang sedang berada dalam kejaran polisi.

Sesaat sebelum polisi menginjakkan kaki di markas yang sudah hilang pondasi, ia dengan terpaksa meninggalkan mayat rekan-rekannya demi mencari keberadaan [name]. Sekarang ia menjadi buronan.

Ia menempuh jarak dengan berjalan kaki. Orang-orang yang melewatinya terheran-heran dengan keadaannya yang sangat mengkhawatirkan. Beberapa kali satu diantara mereka memberi bantuan, tapi Suna tak mengubrisnya. Ia tak peduli dengan dirinya saat ini. Ia tak peduli dengan penampilannya yang seperti pembunuh. Ia tak peduli dengan beberapa luka yang menempel ditubuhnya.

Ia hanya memperdulikan bagaimana keadaan tubuh ringkuh yang didalamnya terdapat jiwa si gadis lemah.

Suna begitu mengkhawatirkan mu [name], maka dari itu jangan mati.

Satu-satunya tempat yang dipikirkan Suna saat ini adalah rumah sakit miliknya, meski sebentar lagi sudah bukan miliknya.

Ia berlari mencari suster kepercayaannya. Ia berteriak, tenggorokannya sampai terasa kering. Lalu salah satu suster ada yang memberanikan diri memberitahu sebuah informasi.

"Dua hari yang lalu suster Shimizu berhenti berkerja, ia tak memberitahu alasan ia berhenti. Tetapi ia menitipkan surat kepada saya tuan." Seru suster berambut kriting. Jemari lentiknya memberikan surat tersebut kepada Suna.

Suna membuka suratnya dengan tidak sabaran. Setelah ia membuka dan membacanya, ia menggeram kesal, benar-benar kesal, rasa frustasi menggerogoti otaknya.

Isi suratnya tertulis;

'Yang memiliki ku hanyalah sang gagak.'

Suna mengingat sesuatu lalu menyerukannya kepada para suster didepannya dengan berteriak emosi "Dimana [name]?!!"

Jika saja sekarang bukan keadaan darurat, Suna sekarang sudah mengamuk.

Para suster dengan serempak terkejut dengan teriakan si rubah tersebut. Kepala mereka menunduk takut.

"CEPAT KATAKAN KEPADA KU DIMANA [NAME] HAH?!!"

Suster dengan rambut keriting kembali menjawab, tapi kali ini dengan rasa takut "Dia berada di ruang inap tuan. Kemarin bawahan tuan membawanya kesini, keadaan ia saat itu benar-benar parah nyaris tak tertolong."

Ia bersyukur, benar-benar bersyukur, ia berterimakasih kepada pemuda yang ter-summon saat itu, sangat dapat dipercaya.

Suster tersebut lanjut berbicara "Tapi beberapa jam setelahnya dokter menyatakan kalau ia hanya akan bertahan seminggu lagi."

Baru saja ia bersyukur, baru saja ia merasakan sedikit lega. Tapi mengapa tuhan tak mau menerima rasa syukurnya?

"Jika saja hanya luka tembak mungkin masih bisa diselamatkan. Tetapi [name] mempunyai penyakit kronis, yang mampu mengakhiri hidupnya jika ia tak berhati-hati dalam memilih makanan dan jika ia tak beristirahat dengan cukup."

Suna membeku.

'[Name] mempunyai penyakit kronis?'

Jadi yang mempercepat waktu kematiannya adalah ia sendiri? Dirinya sendiri?

"Bodoh, benar-benar bodoh." Gumamnya menahan tangis, tangannya mengusap kasar wajahnya yang lusuh.

"Cepat bawa aku ke ruang inapnya."

ఠ_ఠ


Kurus.

Tubuhnya benar-benar kurus.

Suna mengingatnya, saat mereka pertama kali bertemu tubuhnya tak sekurus ini.

Ia berdiri didepan ranjang [name] selama beberapa menit. Memandang wajah pucat si wanita dengan diam. Tangannya mencoba menggapai si pucat, tapi tak sempat. Karena dari luar ruangan terdengar langkah beberapa orang lari secara terburu-buru.

Pintu dibuka secara paksa. Pelakunya ialah suster dengan rambut keriting. Wajahnya menggambarkan raut ketakutan.

Suna menarik kembali tangannya, lalu bertanya kepada suster tersebut "Ada apa?"

"Beberapa orang dengan pakaian hitam mencari anda tuan." Seru suster tersebut dengan wajah tegang.

Setelah mendengar ucapan suster tersebut, badan Suna ikut menegang. Ia lupa sekarang sedang menjadi buronan.

Serasa tak mendapat respon apapun, suster tersebut meninggalkan ruangan rawat [name] dengan tergesa-gesa.

Suna menjambak rambutnya kesal. Sekarang ia harus pergi meninggalkan [name] sendirian.

Ia berjalan mendekat ke arah [name] yang tengah terbaring lemas. Wajahnya di dekatkan dengan wajah pucat [name].

Suna menciumnya.

Mencium kening [name] dengan lembut.

Suna kembali berdiri tegak. Ia keluar dari ruang inap [name]. Kaki jenjangnya berlari keluar dari rumah sakit tersebut. Berlari menjauh, menjauh dari segalanya. Meninggalkan semua rasa yang belum terselesaikan.

"Dasar pengecut."


ಠ_ಠ


"Bangun kau dasar sialan!" Ucap seseorang dengan marah.

Orang yang merasa terusik pun terbangun. Ia mengelus kasar matanya. Kupingnya terasa panas, setiap pagi mendengar ocehan tersebut rasanya sangat memuakkan.

"Iya-iya aku bangun. Dasar gak sabaran banget sih." Ucapnya.

"Haahh bagaimana mau punya uang? Bangun pagi aja harus selalu di bangunin dasar anak sialan."

Suna tak memperdulikan berbagai umpatan yang keluar dari mulut kakek tua tersebut. Ia berjalan keluar kamar, mengambil handuk lalu bergegas mandi.

Ia mandi dalam sunyi. Ia tenggelam dalam rasa bersalah. "[Name] sudah mati." Gumamnya.

Ia mengguyur kepalanya, membersihkan shampo yang masih tersisa di kepalanya. "Ck kejadian 7 tahun lalu bisa-bisanya masuk dalam mimpiku."

Setelah mandi ia bersiap. Memakai baju bersih dan memakai wewangian. Tak lupa menyisir rambut. Sambil berkaca ia berkata kepada dirinya sendiri "Aku bajingan. Aku tukang kabur."

Serasa sudah rapi, ia berjalan keluar rumah bertujuan untuk berkerja. Berkerja di rumah bordil.



Haihaiiii

Hoho akhirnya selesai juga.

Terimakasih kepada para readers yang selalu nungguin buku ini update. Makasih banyak loh ya!

Jangan lupa voment, terimakasih

Salam manis dari ican.

BOSS! || Suna RintarouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang