Chapter 9

835 148 99
                                    

Seorang gadis cantik berumur 24 tahun berjalan sembari menarik kopernya di bandara Narita, Tokyo. Dirinya baru saja sampai di Jepang seusai penerbangan selama lebih dari 11 jam.

Gadis bermata onyx itu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sesorang yang sudah ditugaskan untuk menjemputnya. Tak lama seorang supir pribadi menghampirinya dengan sebelumnya membungkuk untuk memberi hormat pada Nona mudanya tersebut.

Sang gadis berjalan ke arah mobil dan dengan cekatan sang supir membukakan pintu untuknya, "Terimakasih, Paman."

Di perjalanannya, Izumi memperhatikan kepadatan kota Tokyo yang masih tetap sibuk seperti apa yang ia ingat beberapa tahun lalu. Melihatnya, membuatnya jadi teringat dengan seseorang di masa lalunya, yang tanpa sadar membuat dirinya tersenyum.

'Bagaimana kabarmu sekarang?'

***

Hinata melangkah takut-takut melewati koridor sekolahnya. Semenjak perundungan yang didapatnya, ia jadi tidak tenang. Walaupun memang belum pernah ada lagi siswi yang membullynya sejak hari itu. Tetapi, tatapan sinis dari beberapa siswi tetap ia dapatkan. Hinata sudah sangat paham bahwa berada di antara siswa popular itu memang tidak mudah. Sialnya, ia harus terjebak dengan dua orang di antara mereka.

Hinata berjalan ke arah atap gedung di sekolah mereka itu karena panggilan seseorang yang tak lain adalah Naruto. Hinata sudah benar-benar mempersiapkan diri jika memang dia kembali dijahili olehnya. Mau bagaimana lagi, berharap saja orang-orang akan percaya bahwa dia tidak menggoda Naruto melainkan menjadi pesuruhnya.

Hinata membuka pintu dengan pelan, dan yang ia dapat adalah keadaan yang sepi di sana. Cukup wajar, karena yang Hinata dengar atap adalah wilayah kekuasaan Naruto and the gang, jadi sangat jarang ada siswa yang berani mendekat ke sana.

Gadis itu melangkah ke arah jaring pembatas karena melihat eksistensi sang pemuda pirang yang membaringkan tubuhnya di dekat sana. Hinata mendapati jika pemuda yang sempat mengikutinya ke bioskop itu sedang tertidur dengan kedua tangan yang ia silangkan di belakang kepala.

'Tampan.' Kepala bersurai indigo itu buru-buru menggeleng setelah menyadari apa yang terlintas di pikirannya. 'Sadarlah Hinata.. Dia itu menyebalkan, jangan tertipu dengan wajah tampannya!' sepertinya Hinata memang tidak dapat memungkiri jika kata tampan tidak dapat dilepaskan dari Naruto.

Hinata mendudukkan dirinya di dekat kepala pirang itu, ia takut untuk membangunkan pemuda itu. Bisa-bisa ia membuat Naruto marah dan menghukumnya dengan hukuman yang tak bisa ia bayangkan. Hinata menatap sekeliling, dirinya hanya berdua bersama Naruto di sana, jika diingat-ingat Hinata baru menyadari bahwa sepertinya Naruto tidak memiliki begitu banyak teman dekat. Yang ia tahu hanya pemuda berambut nanas dan seorang lagi dengan kulit putih dengan senyum aneh.

Hinata kembali melirik ke arah Naruto yang masih memejamkan matanya, kenapa siswa sepopular Naruto tidak memiliki banyak teman? Gadis itu yakin jika banyak yang ingin berteman dengannya. Apa karena Naruto itu kejam? Membuat banyak orang enggan bersamanya.

Helaan nafas terdengar dari gadis itu, ia bosan berada di sini. Untuk apa Naruto memanggilnya ke mari jika ia sendiri hanya tidur. Bukankah lebih baik Hinata berada di kelasnya dan melanjutkan membaca komik yang baru saja ia beli?

Ia kemudian memposisikan dirinya di samping Naruto, "Uzumaki-san.." tidak ada jawaban yang didapatnya dari sang pemuda blonde itu. "Uzumaki-san.." Hinata mencebik kesal karena pemuda itu tidak kunjung mendengarnya bahkan pada panggilan ketiga, sepertinya ia sedang bermimpi indah saat ini.

'Apa aku kabur saja?' tiba-tiba bayangan Naruto yang mencegatnya sepulang sekolah dengan wajah marah karena tidak mendapati Hinata di sana, membuat gadis bermata amethyst itu bergidik ngeri. Belum lagi ancaman akan mengeluarkan dirinya dari sekolah mereka yang selalu ia lontarkan. Membuat Hinata membuat niatnya untuk kabur sedikit hilang.

New SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang