Balada Cewek Berjerawat

BAB 13

1

2

3

Pyaaar!!!

"Astaghfirullah!" Apaan tuuh. Kalo kalian pikir gue mecahin piring karena gedeg sama budhe Asri, kalian boleh bernafas lega. Gue udah bilang kan kalo gue masih waras buat enggak berubah jadi hulk?

"Ayaaah!!!" Nah loh. Sekarang malah suara anak kecil nangis kenceng banget.

Kegaduhan yang asalnya dari ruang utama, akhirnya bikin kekepoan gue meronta-ronta. Gue lap tangan yang masih basah, dan dengan santauynya ikut nimbrung sama orang-orang yang udah ngerumunin sesuatu. Padahal sejak tadi, gue menghindar banget.

Rasa malu dan minder gue menguap entah kemana. Mungkin ketutup sama hasrat ingin tau.

"Jadi ini nikah sirih? Pantes kok dari tadi enggak ada tanda tangan surat nikah" Telinga gue menajam agar bisa denger lebih banyak. Jujur gue masih belum paham.

Gue yang lumayan tinggi dan kurus ini mencoba meringsek ke depan, agar tau apa sebenernya yang dibicarakan. Bahkan gue rela menerobos hingga ke garda terdepan.

Alis gue menyatu, gue yakin saat ini banyak kerutan di dahi gue, karena adegan di depan kami enggak bisa dinalar sama otak lemot gue.

"Ayo pulang ayah!" Mas Aryo, pria yang beberapa saat lalu sah jadi suami Syifa, kini ditarik-tarik sama anak perempuan yang gue taksir usianya 10 tahunan.

"Mas! " Atensi gue beralih ke Syifa yang ada di belakang mas Aryo.

Tunggu!

Siapa perempuan yang lagi nangis sesenggukan dipeluk ibu-ibu seusia mama?

Eh!

Dan... detik berikutnya tubuh perempuan itu ambruk. Gue yang masih belum tahu apa yang sebenernya terjadi maju buat nangkep itu perempuan biar wajahnya enggak nyium ubin.

"Ibu!" Anak perempuan yang sejak tadi narik-narik mas Aryo udah ikut bersimpuh di samping gue. Gue coba tepuk-tepuk pipi perempuan yang kepalanya udah di pangkuan gue. Tapi, tetep enggak mau bangun. Ini pingsan kan? Bukan mati kan?

Gawat! Sidik jari gue!

Dan adegan selanjutnya lebih membagongkan lagi.

Mas Aryo jongkok bahkan langsung meraih tubuh perempuan yang masih merem itu. Entah mau di bawa kemana, karena selanjutnya gue cuma denger suara mesin mobil makin menjauh.

Seketika semua orang diem. Pandangan gue menyapu ke penjuru ruangan. Dan di pojok sana, Syifa udah nangis kejer.

"Lif" Tepukan pelan di bahu kanan gue refleks bikin kepala gue noleh ke belakang.

"Ini... Barusan ada apa ma?" Gue punya sebuah kesimpulan. Tapi terlalu liar untuk dibenarkan.

Mama enggak serta merta jawab, padahal tatapan gue terus menuntut. Helaan nafas panjangnya bikin keyakinan yang entah bagaimana menguat.

"Syifa nikah sama suami orang?"

Plak!

Apa ini?

Kejadiannya cepet banget. Sakit! Perih! Cuma itu yang gue rasain di pipi gue.

Suara kulit ketemu kulit tadi, pada akhirnya bikin semua orang yang masih tinggal di ruangan ini natap ke arah gue. Gue coba beranikan diri mengangkat wajah.

Tontonan gratis

Dan, ternyata warna merah di pipi gue ini adalah karya dari tangan budhe Asri.