BAB 4

389 46 3
                                        

Udah satu jam gue ada di toilet kantor enggak berani keluar. Bukan, gue bukan lagi diare atau dihukum bersihin WC. Gue nangis! si Bar-bar emang iblis yang lagi bertransformasi jadi manusia. Gue malu banget. Ini baru hari kedua gue jadi bawahan
dia tapi udah bikin gue eneg. Enough is enough. Gue harus bertindak!

----------------------------------------------------
Flashback On

Pagi-pagi banget gue udah disuruh ke ruangan si Bar-bar. Kenapa ya? apa
masih mau marahin gue gara-gara telat kemarin? tapi kok si Pipit enggak dipanggil. Dia kan lebih parah. Gue berusaha bersikap setenang mungkin. Gue masih punya rasa hormat sama dia karena dia atasan gue.

Hey Bar-bar please be nice to me!

Tok…tok…tok….

“Masuk!” oke Alifa you can do it.
“Maaf pak? bapak memanggil saya?”
“lihat ini!” kata si Bar-bar sambil nyodorin map berwarna coklat ke gue.

Gue ambil, lalu gue buka isi map itu. Isinya ilustrasi-ilustrasi yang pernah gue bikin untuk beberapa novel yang udah launching. Gue masih enggak ngerti sama maksud si Bar-bar.

“Ilustrasi ini kenapa pak? ada yang salah?” tanya gue hati-hati.
“Persis muka kamu”
“Maksudnya?”
“Berantakan” sejenak gue blank, tapi hati gue udah bergemuruh!

Persis muka kamu, berantakan

“Maksud bapak apa menghina saya seperti itu?!” suara gue udah mulai enggak santai. Dan si Bar-bar cuma diem sambil natap gue intens. Alisnya saling bertautan. Tapi darah gue seakan mendidih dan ubun-ubun gue udah panas. Ini udah enggak bisa
dibiarin lagi. Sebelum dia bicara mending gue tumpahin seluruh uneg-uneg gue.

“Kalau bapak mau mengkritik karya saya, bapak bisa lakukan dengan cara yang baik! Bukan berarti bapak atasan saya bapak bisa menghina! Selama ini saya udah cukup sabar dengan bapak!”

“Kamu berani membentak saya?” dia masih berusaha tenang, tapi gue tau dia lagi nahan amarahnya.

“Kenapa saya enggak berani?! Bapak sama manusianya seperti saya! Yang
membedakan bapak atasan dan saya staff!”

“Saya cuma mau memberi komentar agar kerja kamu lebih baik” katanya diakhiri dengan senyum menghina.

“Dengan menghina wajah saya juga?! Saya jadi tahu kredibilitas anda sebagai pemimpin! Anda hanya bisa menghina!”

“Saya tidak sedang menghina kamu, kamu saja yang terlalu baper” gue yakin orang di depan gue ini hatinya udah ditumbalkan ke setan.

“Jangan merasa lebih tinggi karena bapak punya fisik sempurna dan digandrungi banyak perempuan pak! apa gunanya ganteng tapi enggak punya hati!”

Cukup sekian, gue udah enggak bisa tahan tangisan gue lagi. Gue cepet-cepet lari dari ruangan manusia Bar-bar. Gue udah enggak peduli walau dia atasan gue, dicap enggak sopan atau berperilaku tidak hormat. Keluar dari ruangan si Bar-bar Sherly, Pipit dan Dimas kaget liat kondisi gue. Mata merah dan hidung ingusan, super duper kusut deh muka ini. Gue putusin enggak nanggepin pertanyaan mereka dulu dan langsung ke toilet.

Flashback Off
----------------------------------------------------

Emosi gue udah mulai stabil. Gue basuh wajah gue, mata gue bengkak. Sumpah deh gue pengen pulang aja. Gue tatap pantulan diri gue di cermin. Segitu pantaskah gue dihina? apa semua manusia yang memiliki kekurangan kayak gue boleh dihina?
apakah dengan merendahkan orang lain memberi kepuasan tersendiri bagi orang-orang seperti si Bar-bar.

Balada Cewek BerjerawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang