Berkah Dari Surga

643 24 5
                                    

Mei 2018

Kalau biasanya ada musim buah rambutan atau musim durian, ternyata ada juga musim buah hati. Itu adalah lelucon yang kami buat karena di tahun itu banyak sekali teman-teman sejawat kami yang sedang hamil. Termasuk aku.
Dan lucunya lagi entah siapa yang memulai setiap kami bertemu dengan sesama teman piket yang juga hamil kami akan saling mnyundulkan perut. Lalu bersama-sama menertawakan aksi konyol kami.

Yang paling besar usia kehamilannya saat itu adalah aku dan dokter kami dr.Riana.

Aku selalu menggoda dr.Riana karena berat badannya yang terus-terusan naik drastis selama kehamilan. Riana dulu adalah temanku selama SMA karena itu aku tak merasa canggung mengolok-ngoloknya.

"Semoga timbangannya nggak syok ya, Na," godaku saat Riana mencek kenaikan berat badannya.

Riana dulu adalah sempat menjajal dunia model. Seperti para pekerja seni lainnya yang menuntut totalitas dalam penampilan, Riana juga sangat takut jika berat badannya naik.

Riana menutup matanya dengan telapak tangan. Lalu mengintip dari celah jarinya.

"Oh God. 75kg. Naik lagi 2kg bulan ini," keluhnya.

"Nggak pa-pa lagi, Na. Nikmati aja lagi. Malahan selera makan kamu yang over itu bikin aku iri tahu nggak. Aku udah mau hari taksiran masih saja sering mual. Bikin jadi malas makan." Gantian aku yang curcol.

Hyperemesis-ku kali ini memang lebih parah dari waktu hamil anak pertama dulu. Bahkan harus rela ninggalin si kecil Shidqi karena saking lemasnya aku harus di opname di rumah sakit pada masa awal kehamilan.

"Tapi kadang suka risih, Na. Semua baju jadi nggak muat. Jalan juga susah. Kalo tidur telentang suka sesak." Riana mendekat ke arahku lalu berbisik. "Bahkan kalo di ajak suami main, cepat capek. Nggak leluasa gerak. Gimana ya kalo Aris jadi nggak puas sama aku."

Aku malah terkekeh melihat komuk Riana yang sumpah kayak orang lagi mupeng. Riana pernah cerita jika kehamilannya kali ini membuat gairah seksualnya justru semakin tinggi. Riana sendiri keheranan.

"Ya ampun, Na. Ih, masih pagi senin pembahasannya udah versi malam jumat."

Riana cemberut mendengar responku.

"Aku tuh cuma nggak enak sama suami. Dari trimister pertama sampai trimister kedua kemarin kan dia harus sering 'puasa' karena aku sering nge-flek. Masa pas udah trimister ketiga ini masih lanjut puasa karena akunya nggak bisa gerak leluasa."

Tawaku menggema. Entah kenapa aku menganggap lucu cerita Riana. Membuatnya semakin menekuk wajahnya kesal.

"Kamu kali, Na. Yang nggak sabaran." Aduh ibu hamil satu ini membuatku semakin gemas ingin menggodanya.

"Ih cerita sama kamu ya gitu bukannya dapat solusi malah bikin emosi," gerutu Riana.

"Lagian kamu sih, Na. Pikirannya suka negatif thinking aja sama Aris. Udah tahu dia bucin banget sama kamu. Biar sekarang kamu udah jadi sepupunya ikan paus, tetap aja dia nggak akan lari ke mana-mana. Orang dulu ngejar kamu lebih susah dari ngejar orang yang ngutang tapi pura-pura lupa buat bayar."

Riana merona. "Kamu, Han, suka bikin aku narsis aja. Tapi benar juga sih Aris tuh romantisnya masih sama kayak dulu waktu kita masih pacaran lho, Han. He.. "

"Sumpah ya, Na. Tuh laki kamu emang nggak ada duanya. Dulu waktu pedekate suka ngintilin ke mana aja kamu pergi. Eh sekarang anak udah mau dua masih setia nganter jemput. Ke mana-mana suka beliin oleh-oleh. Raihan mah buru-buru jemput. Dititipin gorengan bakwan aja sering lupa."

Ah, aku yakin ayahnya anak-anak sekarang lagi keselek karena istrinya lagi mengghibah tentang dia.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malaikat Bernama Ibu (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang