Harusnya ini lebih cepat dipublish, tapi karena akal sempat tidak berada pada tempatnya, jadi terlambat sedikit ya.
Kecup dulu dari si bulan untuk bibi-bibinya yang cantik.
[moon]
"Cepat pulang ya. Aku masih belum bisa mengatasi rasa panik sendiri. Tadi sore, badannya panas lagi. Baru saja mengambil gelas susunya, dia sudah tumbang. Aku benar-benar ..." Jane tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena kepala yang berdenyut dan hati yang masih kacau setelah berhadapan dengan kondisi mencemaskan pagi tadi.
Jimin pingsan setelah keluar dari pintu. Seharusnya ia berlari riang menuju mobil Yoongi yang siap membawanya ke sekolah, bersama dengan Jungkook. Namun, langkah mungilnya melemah dan membuat kepalanya terbentur keras ke tapak jalan semen di depan rumahnya. Tentu saja Jane panik bukan main saat melihat putranya tersungkur tak sadarkan diri, dengan luka lecet di dahi dan pipi.
Jane mengembuskan napas lelah saat obrolannya dengan sang suami ia akhiri. Matanya langsung terpaku pada wajah putranya yang sangat pucat. Dokter sudah datang dan memeriksa. Sang dokter menyarankan Jimin dibawa ke rumah sakit, tapi Jane belum bisa mengambil keputusan secepat itu sampai Namjoon pulang.
Tak sampai petang, Namjoon sudah sampai di rumah. Memeriksa putranya yang sudah bangun dengan kondisi yang sangat lemas.
"Ayah ..." rengek Jimin yang duduk di kasur saat melihat sang ayah muncul dari balik pintu kamarnya. Namjoon bergegas menghampiri bulannya, memeluk dan mengecup sang buah hati.
"Sayangnya Ayah yang kuat, mana yang sakit? Biar Ayah suruh pergi." Tutur Namjoon sambil mengusap dahi dan pipi putranya. Jimin juga mengeratkan pegangan pada kerah baju sang ayah.
"Pusing, Ayah. Pusing sekali sampai seperti melayang-layang. Aku mual." Rengek Jimin manja, dengan air mengalir dari sudut matanya. Hati Namjoon rapuh sekali melihat putranya merengek kesakitan seperti itu. Ia mendekap putranya, lalu mengecup dahi Jimin berkali-kali.
Tidak menunggu lebih sore lagi, akhirnya Namjoon dan Jane membawa Jimin ke rumah sakit. Tiga jam menunggu hasil pemeriksaan dan sepasang suami-istri masih gelisah karena melihat putranya tak bisa benar-benar tidur dan beberapa kali mual.
Malamnya, Yoongi dan Hyera datang, bersama penggemar berat si bulan, Jungkook. Pemuda itu bergegas untuk masuk ke ruang Jimin saat Yoongi menarik tangannya. "Tunggu dulu sebentar. Lihat itu, masih ada dokter di dalam yang sedang berbicara dengan pamanmu. Kita bisa masuk setelah diizinkan." Tegur Yoongi.
Jungkook ingin menyanggah, tapi urung saat sorot mata ayahnya yang berubah tajam. "Tenangkan dirimu, Min Jungkook." Tegas Yoongi, membuat Jungkook mengembuskan napas pasrah dan menggiring tubuhnya untuk duduk di kursi yang disediakan.
Dokter keluar dengan wajah ramah, menyapa Yoongi dan keluarga yang sudah tak asing lagi karena sejak Jungkook kecil, dokter ini adalah dokter anak yang terpercaya untuk keluarga besar mereka.
"Jane, apa yang terjadi?" tanya Hyera dengan alis bertaut. Ia memeluk Jane, mengalirkan ketenangan pada wanita yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri.
"Jimin berpotensi mengalami anemia. Aku tidak tahu bagaimana kondisi itu bisa berkembang pada tubuhnya. Setahuku, Jimin adalah anak yang aktif dan tidak pernah berkurang nafsu makannya." Jelas Jane sambil mengembuskan napas, bingung. Dipandanginya Jimin yang terlelap sambil memeluk boneka. Mulutnya sedikit terbuka, mungkin karena sedikit sulit bernapas dari hidung. Hidungnya tersumbat karena ia menangis sepanjang waktu sampai dokter sudah menyuntikkan obat ke kantong infusnya. Alhasil, hidungnya penuh dengan cairan yang mengganggu.