Finding The Sun (Hoseok-Jimin)

2.9K 284 31
                                    

Happy family series is baaaack!
Hopemin in the air~

[moon]

Hoseok mendongak di balik pagar gerbang sekolah. Masih ada lima menit menunggu bel tanda pulang berbunyi, tapi Hoseok sudah tidak sabar untuk melihat bulan kecilnya berlari menghampirinya. Hari ini Namjoon dan Jane tidak bisa menjemput Jimin karena keduanya memiliki pekerjaan penting yang tidak bisa ditunda. Biasanya, Namjoon akan meminta Hyera untuk menjemput, tapi karena Hoseok sedang libur kerja, ia ia memilih untuk merepotkan Hoseok saja. Sekalian mengajak Jimin jalan-jalan karena tadi pagi Jimin sempat mengamuk. Tidak ingin sekolah saat melihat koper Namjoon di depan kamar.

Kriiiing … Kriiing …

Bel berbunyi dan suara teriakan anak-anak sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas tertinggi terdengar. Hoseok menegakkan punggungnya. Tampak bersemangat menyambut bulan mungilnya.

“Paman Hoseok!!” Suara menggemaskan itu terdengar, membuat pipi Hoseok terangkat maksimal. Hoseok berjongkok untuk menyambut Jimin yang berlari dengan kaki mungilnya. Ia membuka lebar lengan, bersiap masuk ke dalam dekapan Hoseok. Ketika Hoseok mendapatkannya, tubuh Jimin terangkat dan menimbulkan suara tawa yang menyejukkan hati.

Saat kebahagiaan antara Hoseok dan Jimin sedang terjadi, tiba-tiba seorang wanita mendekati mereka dengan wajah serius, “Mohon maaf, Anda siapa ya?” tanya wanita itu tiba-tiba. Hoseok mengernyit heran sambil menggendong Jimin.

“Aku? Jung Hoseok. Ada apa?” Dengan wajah polosnya, Hoseok malah menyebut nama. Kemudian, wanita itu mengambil Jimin dari gendongan Hoseok. Jimin juga tak kalah bingungnya. Tapi ia tidak protes karena wanita ini memang guru kelasnya yang baru.

“Tadi pagi, orang tua Jimin menelepon dan mengatakan bahwa Jimin akan dijemput oleh pamannya. Anda bukan pamannya.” Wanita itu berujar tegas.
Hoseok masih kebingungan. Tapi ia mencoba untuk tetap ramah, “Ah iya. Maafkan aku. Tapi aku memang diminta ayahnya untuk menjemput. Jadi, bolehkah aku membawanya pulang.”

“Maaf, tapi Jimin harus pulang dengan pamannya. Anda jelas-jelas bukan pamannya.”

“Kau tahu dari mana jika aku bukan pamannya?”

“Marga Anda saja berbeda dengan marga Jimin. Berarti Anda bukan pamannya. Jadi, Anda tidak boleh membawa Jimin. Jimin-ah, Jimin menunggu dengan ibu saja ya, Nak.” Wanita itu mendekap Jimin erat. Menjauhkannya dari Hoseok yang masih bingung setengah mati.
Jimin menikmati saja didekap oleh gurunya yang cantik. Tapi ia lebih tidak tega melihat Hoseok yang kelihatan sedih karena dipisahkan dari bulan kecilnya.

Jimin merentangkan tangannya, berusaha menggapai Hoseok dan membuat tubuh gurunya terdorong mendekati Hoseok. Hoseok menangkap Jimin yang jelas sekali meminta untuk digendong. Awalnya, wanita itu enggan melepas Jimin, tapi Jimin mengeraskan tubuhnya dan bersikeras ingin bersama Hoseok.
“Bu Yeonju, ini pamannya Jimin. Paman Hoseok. Jimin mau pulang dengan Paman Hoseok saja, Bu.”

“Jimin-ah, tapi …”

“Jika Bu Yeonju tidak percaya, biar aku menelepon ayah Jimin.” Tanpa basa-basi, Hoseok mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana, lalu menelepon Namjoon. Tanpa penjelasan panjang lebar, Hoseok memberikan ponselnya pada guru Jimin.

Guru Jimin melirik pada Hoseok dengan sinis, tapi tetap bertutur ramah pada Namjoon. Wajah sinisnya berubah menjadi wajah tidak enak hati ketika Namjoon sudah menjelaskan kebenarannya. Hoseok memang orang yang diutus untuk menjemput Jimin dan keluarga Jimin sudah menganggap Hoseok seperti saudara. Jimin pun mengenal Hoseok sebagai pamannya.

“Bagaimana? Anda sudah percaya, Bu Yeonju? Jadi, bolehkah aku membawa bulan kecilku pulang?” tanya Hoseok dengan nada penuh kemenangan. Yeonju tersipu malu. Malu sekali karena sudah sembarangan menuduh orang. Ditambah lagi, Yeonju tidak bertanya dengan baik-baik. Yeonju mempersilakan Hoseok membawa pulang Jimin. Tak lupa, Jimin melambaikan tangan dengan girang pada Yeonju sampai Yeonju tak terlihat lagi.

Di perjalanan, Hoseok bertanya pada Jimin, “Jimin-ah, guru Jimin yang tadi itu … apakah dia galak?”

Jimin menggeleng, “Bu Yeonju itu baik sekali loh, Paman. Dia membantuku menulis nama di buku komunikasi. Dia juga selalu membantuku menjawab pertanyaan yang sulit sekali.” Jimin memejamkan matanya saat mengatakan kata sulit. Hoseok hanya tertawa. Lucu mendengar Jimin mulai mengerti istilah sulit di usianya yang baru menginjak enam tahun.

“Bu Yeonju itu … cantik ya.”
Jimin berhenti melangkah saat mendengar Hoseok mengatakan itu. Hoseok pun ikut berhenti, “Ada apa, Jimin-ah?”

Jimin menggembungkan pipinya sambil melipat tangan di depan dada. “Aku benar kan? Bu Yeonju itu cantik. Hongbi dan Hansol itu menyebalkan sekali. Mereka bilang, Bu Yeonju itu jelek. Aku sering berkelahi dengan mereka karena mereka sering mengejek Bu Yeonju. Aku benci sekali dengan mereka. Padahal, Bu Yeonju itu cantik dan baik. Paman juga berkata begitu, berarti Jimin benar kan? Bu Yeonju cantik.” Jimin mengomel dengan kata-kata yang masih berantakan cara pengucapannya. Hoseok tersenyum lebar memperhatikan bocah mungil ini. Tak kuasa menahan keinginan untuk menggendongnya dan menciumi pipi gembul yang merona itu.

“Iya iya… Jimin benar. Ibu Yeonju cantik. Karena itu, besok Paman akan jemput Jimin lagi, lalu kita berikan Ibu Yeonju sebuah hadiah. Ya?”

“Hadiah? Jimin juga mau hadiah!!” Jimin mengangkat tangannya tinggi-tinggi dalam gendongan Hoseok. Lalu, ia melingkarkan tangannya ke leher Hoseok. Berpegangan kuat seolah tak ingin terlepas. Hoseok melanjutkan langkahnya sambil terus bercengkerama dengan si kecil.

“Paman, kenapa Bu Yeonju diberi hadiah? Apa Bu Yeonju ulang tahun?”
Hoseok menggeleng, “Tidak. Paman hanya ingin memberinya hadiah saja.”

Jimin memiringkan kepalanya, “Kenapa?”

“Karena … dia cantik.”
Jimin membulatkan bibirnya, “Kalau begitu, Jimin mau jadi cantik juga supaya dapat hadiah.” Jimin tercengir manis. Hoseok tergelak mendengar pernyataan itu.

“Jimin tidak usah jadi cantik. Jimin cukup jadi kecil saja selamanya. Supaya Paman bisa selalu berikan hadiah.”

“Okay! Aku akan jadi kecil selamanya.” Sahut Jimin asal, membuat Hoseok kembali terkekeh.

Hoseok sangat menikmati perjalanannya menuju rumah bersama bulan kecilnya. Hatinya sedang senang. Pertama, senang karena melihat bulan mungil yang menjadi sumber kebahagiaan semua orang yang mengenalnya ini. Kedua, bahagia karena ia baru saja melihat matahari. Matahari yang menyambutnya dengan sinis, tapi membuat Hoseok semakin tertarik.

Besok, Hoseok akan menjemput Jimin lagi.

Besok, ia akan mempersiapkan diri.

Malam ini, ia harus berdoa. Berharap semoga matahari yang ia incar, belum ada pemiliknya.

[moon]

Hello, sayangku.
Rindu Jimin-ku yg mungil bayi tralala.

Sudahkah kalian gunakan hak pilih?
Aku sudaaaah hehehe

See yaa
Wella loves you

170419 (02.30 pm)

Fly To The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang