[moon]
Jane mengembuskan napas lelah berkali-kali, sembari mendengarkan Hyera berbicara di dalam telepon. Suara tangisan Jimin masih terdengar. Jimin yang masih tiga tahun itu memberontak kala Jane menyampaikan bahwa ia takkan bisa bermain dengan kakak Jungkook-nya. Raut wajah gembulnya itu berubah menjadi rengutan. Hidung dan telinganya memerah, disertai dengan mata yang berkaca-kaca. Ia masuk ke kamarnya, melempar boneka-boneka yang sudah ia siapkan untuk dibawa ke rumah Yoongi. Sebelumnya, Jimin memang sudah dijanjikan untuk menginap di rumah Yoongi agar bisa bermain dengan Jungkook sepanjang hari karena Jungkook sedang dalam masa libur sekolah. Namun, apa daya.
Liburan Jungkook malah harus dilalui dengan serangan virus influenza yang jarang ditemui."Menangis terus, Hyera," tukas Jane sambil memijat pelan pangkal hidungnya yang terasa berdenyut karena hampir seharian mendengar jeritan kekecewaan sang bulan.
"Bawa saja ke sini. Menginap saja, tapi tidur di kamar terpisah ya. Kan ada kamar kosong di depan kamar Jungkook. Akan kubereskan. Kurasa, Jimin hanya perlu diperlihatkan keadaan Jungkook, jadi dia bisa lebih mengerti."
Saran itu diterima Jane tanpa ragu, meski belum izin pada Namjoon. Namun, ia tak ingin membiarkan Jimin terus-menerus menangis hanya karena ingin bertemu Jungkook.
Sesampainya di rumah Jane, Jimin sumringah sekali melihat Hyera yang menyambutnya hangat. Dengan pelukan dan kecupan singkat di pipi.
"Anak tampan, sudah mandi?" Tanya Hyera, berbasa-basi. Jimin mengangguk dengan pipi yang menggembung dan sisa isak tangisnya yang masih terdengar. Hyera bisa membayangkan betapa repotnya Jane menyiapkan segala keperluan sembari mendengar tangisan Jimin. Hidung dan telinga Jimin masih memerah, sedangkan matanya masih berkaca-kaca. Hyera membenahi rambut Jimin sambil tersenyum.
"Kakak Jungkook ada di kamar. Belum mandi karena tubuhnya masih lemas sekali. Nanti kita lihat dia ya, tapi hanya lewat jendela saja," tutur Hyera.
"Kenapa cuma lewat jendela, Bi? Aku mau masuk ke kamar kakak juga. Mau main dengan kakak juga, Bi," protes Jimin dengan dahi mengerut.
"Bibi mengerti. Jimin sudah janjian dengan kak Jungkook akan bermain. Sayangnya, kak Jungkook malah jatuh sakit. Ada virus yang sedang bersarang di tubuh kak Jungkook. Virus itu bisa saja pindah ke tubuh Jimin kalau Jimin terlalu dekat dengan kak Jungkook. Jadi untuk sementara waktu, kita jenguk kak Jungkook lewat jendela dulu ya, sayang. Nanti kak Jungkook sembuh, kita bisa bermain bersama lagi sampai puas," ujar Hyera lembut, memberi pengertian.
Jimin menghela napas panjang sambil mengentakkan kaki. Kesal, tapi tidak ada pilihan lain. Ia sadar, bagaimana pun juga, kakaknya itu sedang sakit. Jika ia tidak menuruti bujukan Hyera, bisa jadi Jungkook akan semakin sakit. Dengan hati yang masih berat, Jimin mengikuti saja arahan ibunya dan juga Hyera untuk beristirahat sejenak, lalu makan.
Saat makan, Jimin bertanya apakah Jungkook tidak diantarkan makanan. Hyera menjawab, "Kak Jungkook akan makan, sayang. Sekarang kak Jungkook sedang diperiksa oleh dokter dan suster, jadi kita makan duluan, ya. Nanti susternya yang antar." Sembari menjelaskan, Hyera mengarahkan pandangan pada seorang dokter dan suster yang sudah mengenakan alat pelindung diri lengkap untuk mencegah penyebaran virus. Sebenarnya, Jungkook tidak sakit parah. Hanya batuk, pilek, disertai sesak napas dan juga bintik-bintik merah di beberapa bagian tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Tidak mematikan, tapi cukup mengkhawatirkan karena penyebarannya terlalu cepat. Selesai dokter memeriksa Jungkook pun, suster masih berada di sana. Sengaja diminta tolong oleh Hyera untuk mengurus Jungkook sementara waktu karena tenaga kesehatan lebih paham tata cara perawatannya.