"Jika hati adalah rasa yang kuat. Tapi mengapa itu hanya sebuah bayangan belaka tanpa fakta."
***
Kara mengancingkan kemeja putihnya. Lantas memandang cermin yang menampilkan dirinya tengah menatap datar.
Beralih menatap foto Dea yang dia pajang di dekat cermin. "Ini kemeja yang aku pakai saat kamu ulang tahun," gumam Kara.
Malam ini adalah acara tunangan dokter Salman. Kara dan orang tuanya akan datang. Walau ada keraguan Kara harus tetap pergi karena ingin tahu siapa gadis bertopeng itu.
Kara harap ini benar terjadi, agar dia bisa tahu selama ini siapa yang selalu mengirimkannya surat serta barang-barang yang berhubungan dengan Dea.
Tak berselang lama, akhirnya Kara selesai dan segera turun menghampiri Keno serta Luna. Kara sampai dan disambut senyuman lembut dari orang tuanya.
"Kamu siap, Nak?" tanya Keno sambil menepuk bahu Kara.
Kara menoleh dan mengangguk. "Iya."
Luna tersenyum simpul lalu mengecup pipi Kara. "Bunda berharap semuanya kembali baik-baik saja," ujarnya.
Kara memejamkan mata. Semua memang berubah seketika saat kedatangan Dea dan kepergian Dea yang begitu cepat.
Kara harap setelah ini tidak ada lagi orang misterius itu. "Kita berangkat." Keno dan Luna mengangguk.
Mereka bertiga berjalan keluar rumah dan berangkat ke tempat dokter Salman. Keno di balik kemudi dan di sampingnya Luna.
Kara duduk di belakang. "Kita jemput Randy sama Redio, Yah," ujar Kara yang diangguki Keno.
Bukan tanpa alasan Kara mengajak sahabatnya. Hanya saja Kara butuh bantuan mereka. Abdil sudah berangkat bersama orang tuanya.
Jika Kara sendirian takut saat menemukan gadis itu malah kehilangan jejak. Walau Kara tidak yakin seratus persen bahwa gadis itu memang ada di acara dokter Salman.
Tak lama kemudian mobil sampai di rumah Redio. Redio dan Randy sudah berada di depan rumah menunggu kedatangan Kara.
Mereka langsung masuk sambil mengucapkan salam. Sedangkan Kara hanya mampu memandang kedua sahabatnya datar.
Redio dan Randy bahkan heran padanya. "Om, Bunda. Kara kenapa?" tanya Randy saat mobil sudah kembali berjalan.
Luna menoleh sekilas. "Kara seperti biasa … galau," jawab Luna sambil tersenyum hambar.
"Jadi lo yakin kalo gadis itu benar-benar ada di sana?" tanya Redio.
Kara menggeleng. "Gak terlalu yakin," jawab Kara kembali menatap ke depan.
"Lagian kisah cinta lo ada-ada aja, Kar," ucap Randy heran.
"Gue juga heran kenapa bisa ada orang yang rajin kirim semua tentang Dea?" gumam Redio.
"Om Arjas, kan, gak mungkin. Bukannya dia juga sekarang sakit-sakitan kayak Tante Risna?" tanya Randy.
"Katanya," jawab Kara.
Randy dan Redio saling melirik dan menghela napas panjang. Mereka tahu rasanya kehilangan orang yang disayang. Sama halnya Arjas, Risna dan Kara yang benar-benar terpukul atas kepergian Dea.
Bahkan Arjas lama tak ada kabar. Arjas hidup sebatangkara yang mungkin hanya mengandalkan keberadaan Mang Jojo.
"Coba lupakan Dea, Kar! Buka hati untuk orang baru. Teresa orang yang sekarang suka sama lo," ucap Randy tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 2. Tentang Kara & Si Gadis
Romance[FOLLOW DULU SEBELUM BACA!] Di sini kisah tentang Kara yang kini hidup tanpa Dea. Kisah tentang Kara yang kembali menjadi laki-laki kaku dan keras bagai batu. Kisah tentang Kara yang mati rasa, dan tidak ingin jatuh cinta kembali. Kisah tentang Kar...