||20|| Rindu Enggan Bertemu

120 10 0
                                    

"Terkadang yang menetap tidak setekad."

—Kara Jaya Putra.

***

Abdil
Kar... apa lo masih marah?

Kara mendengus lelah ketika Abdil kembali mengirimkan pesan yang sama. Setelah dia mendengar semua dari Keno perasaannya tidak tahu merasakan apa. Meski dia rindu tapi masih enggan menemui Dea walau Arjas sudah datang dan menjelaskan semuanya.

Abdil
Dea masih belum buka mata Kar ... dulu dia minta Papa dan Mamanya datang sebelum kritis. Sekarang dia minta lo yang datang.

Kepala Kara menengadah lantas dia meremas foto yang sejak tadi digenggamnya. Bagi kalian yang patah hati pasti mengerti apa yang sedang Kara rasakan. Antara rindu juga kecewa dan marah. Semua bersatu dan entah mana yang harus Kara pilih ... sebab sampai saat ini dia masih tetap membisu. Menatap langit malam yang menampakkan bulan.

Lalu, apa mungkin selamanya akan seperti ini? Kara yang tetap kecewa pada Dea juga rindu dan Dea yang tetap berjuang untuk hidupnya sendiri. Namun, membaca pesan yang sejak tadi Abdil kirim telah berhasil membuat hatinya sedikit goyah.

Apalagi ketika dia mengingat perjuangannya dulu kala berusaha membujuk orang tua Dea. Terlebih Arjas, dan sekarang sebaliknya. "Apa ini yang dirasakan Om Arjas dulu?" Nahas, dia malah berkata demikian.

Egonya benar-benar hebat. Egonya telah berhasil membuat Kara membuta dan membenci sekaligus rindu pada Dea. Miris, tatapan Kara jadi kosong dengan derai air mata. "Tapi, aku rindu kamu Dea."

"Bukannya dulu kamu bilang ... datang sebelum penyesalan itu ada." Kara menoleh saat suara terdengar dari belakangnya. Saat itulah dia melihat keberadaan Keno.

Sebelum Keno berdiri di sampingnnya Kara terus memandang setiap langkah Keno. "Tapi, Ayah—" Keno menoleh dan menggeleng sembari tersenyum.

"Dulu Dea dibenci orang tuanya karena dia dituduh membunuh adiknya. Lalu, kamu dengan suka rela memberi dia kasih sayang dan cinta. Berjuang mengembalikan apa yang sudah hilang dalam hidupnya hingga kamu berhasil melakukan itu semua." Keno memejam sekilas sembari menyangga tubuhnya ke pembatas balkon sembari memandang suasana malam.

"Karena kamu nyaris gila sebab Dea pergi— meninggal. Mungkin itu alasan mengapa kamu sulit menerima Dea ketika dia kembali dan nyatanya kematian itu hanya sebuah kebohongan." Keno mengulas senyum kecut di saat Kara justru menatapnya sedu.

Mata Kara berkaca-kaca bahkan anak itu beberapa kali menunduk dan mengembuskan napas. "Kara merasa Dea gak menerima semua yang Kara lakukan. Makanya, dia pergi," sahut Kara parau yang membuat Keno menoleh dan terkekeh.

"Kalau gak menerima kenapa sekarang dia ingin kamu ada? Jikalau karena menyesal rasanya Ayah ragu mengatakannya." Keno menatap Kara yang anak itu balas palingan wajah.

"Gak ada rindu yang berlalu dengan cara membisu. Rindu akan berlalu karena bertemu. Ayah yakin ... jauh di dalam hati— kamu sedang merindukan Dea. Cuma ada satu yang membuat kamu seperti ini ..." Keno menjeda ucapannya membuat Kara menatap lekat.

"Ego kamu terlalu besar dan kalau kamu selamanya menuruti kata ego bukan hati ... tidak menutup kemungkinan kamu akan merasakan apa yang Om Arjas rasakan."

[✔] 2. Tentang Kara & Si GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang