||14|| TERUNGKAP?

308 11 4
                                    

“Gak semua rahasia akan tetap tersembunyi. Adakalanya terungkap dalam waktu singkat nan dekat.”

***

"Aw!" Perempuan itu meringis kala Kara berhasil mencekal tangannya. Jaraknya sangat amat terhimpit sebab posisi perempuan tersebut telah di ujung gedung.

Walau meronta ingin dilepaskan namun nihil, Kara malah semakin kuat mencekalnya sambil menatap dalam perempuan tersebut. Bahkan ketiga sahabat Kara berhenti dengan jarak lumayan jauh di belakang keduanya.

Abdil, Randy serta Redio hanya mampu memperhatikan adegan dewasa di depan mereka. Bahkan saat Kara terus memajukan wajah ke wajah perempuan tersebut yang malah memejamkan mata sebab takut. Alih-alih mencegah mereka bertiga malah menepuk dahi amat keras.

Hingga akhirnya Randy berkata, "Sayang banget Viola gue gak diundang ke sini." Kara melirik ketiga orang tersebut membuat perempuan itu sedikit memiliki celah untuk melarikan diri.

Walau nyatanya, Kara lebih cerdik dari dia. Bahkan, Kara telah sempurna mengukung tubuh mungil perempuan itu. Miris, Kara makin mengikis jarak hingga deru napas mereka saling beradu kuat. Beberapa kali mata yang Kara tatap menghindar namun dengan sigap Kara mengembalikan tatapan itu.

Perempuan itu menyerah dan memilih untuk memejamkan mata, menghindari tatapan lekat milik Kara. "Lo siapa?" tanya Kara penuh penekanan. Spontan perempuan itu menggeleng tanpa membuka mata.

"Tapi, apa lo yang kirim surat ini ke gue?" tanya Kara lagi yang dibalas gelengan lemah. "Jangan bohong!" teriak Kara murka.

Perempuan itu perlahan membuka mata seraya terisak kecil. "Aku … gak pernah kirim itu!" jawabnya terbata-bata.

Kara membeku lantas perlahan dia menjauh dari perempuan tersebut. Kara berderai sambil meremas kuat surat yang dia genggam. "Kenapa lo bohong?" Kara masih belum percaya dengan ucapan perempuan itu.

"Gua capek diteror sejak kematian … dia!" Suara Kara melemah selaras dengan napas memburu saat dirinya mengingat sosok─Dea.

Abdil, Randy dan Redio menunduk sambil mengembuskan napas panjang. Kara kembali menangis karena mengingat cinta pertamanya yang telah pergi tertelan bumi. Satu-satunya hal yang paling mereka bertiga benci, yaitu melihat Kara menangis karena masih belum bisa melupakan Dea. Namun, mereka tak mampu berbuat apa-apa.

Kara menggeleng lirih. "Gak mungkin ada orang iseng kirim semuanya yang berhubungan dengan … dia." Kara kembali mendekat seraya memegang kedua bahu perempuan itu yang kini menunduk.

"Kalo lo bukan pelakunya … lo harus buka topeng ini dan bilang nama lo siapa?" Kara berujar dingin bahkan dalam sekejap isak tangisnya hilang.

Perempuan itu membeku seraya menatap terkejut ke arah Kara. "Jangan maksa aku buat buka identitas dan topeng ini," lirihnya pilu.

"Alasannya apa?" Kara mengikis jarak lagi. "Kalo lo bukan pelakunya kenapa harus sembunyiin identitas lo dari gua?" Skak. Perempuan itu mati kutu karena ucapan Kara.

Tangannya mengepal kuat bersama hati yang menjerit pilu. Nyatanya dia tak mampu bersembunyi dari semua orang selamanya. Adakalanya waktu mengutus agar dirinya berkata jujur. Namun, dirinya belum siap menerima kekacauan yang telah terprediksi.

[✔] 2. Tentang Kara & Si GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang