Hampir satu minggu Dante mendiamkan Arthur.
Beberapa obrolan mereka sengaja sekali dipatahkan oleh Dante, kelihatan sekali kekasihnya itu masih kesal, dan menolak bujukan Arthur mau bagaimana pun.
Seperti tadi malam, Arthur sudah bersiap-siap untuk menghabiskan waktunya untuk menghubungi Dante, tapi memang karena permasalahannya adalah dirinya yang tidak bisa memulai sebuah obrolan, maka yang keluar dari bibirnya adalah sesuatu yang itu lagi itu lagi, "kamu butuh apa lagi disana?"
Dante tidak langsung menjawab, kalau saja Arthur tahu bagaimana wajah cemberutnya disana, mungkin tanpa perlu diminta Arthur akan memutuskan berangkat.
Persetan dengan Jo dan segala agenda peremajaannya!
Walau pada kenyataannya Arthur sadar sekali bahwa dirinya lah pemilik Le Quartier, jadi jelas ia tidak bisa seenaknya seperti itu.'Ada beberapa yang aku butuhin, tapi nanti aja aku minta tolong Jose untuk nemenin aku buat cari,' kata Dante dengan suaranya yang pelan, nyaris tidak terdengar.
"Jose?"
'Hmmm... Temen disini.'
"Temen deket?"
'Iya...'
Lalu hening.
Arthur bahkan mungkin bisa mendengarkan debaran jantungnya sendiri saking suasana kamarnya memang sangat sepi.
Setelah tidak ada lagi Dante yang membuat kamarnya terasa lebih hidup, ruangan persegi yang memiliki luas lebih besar dibandingkan kamar lainnya menjadi semakin benar-benar hening.
Dan sayangnya, Dante tidak tahu apa yang selalu berkecamuk di dalam batin Arthur semenjak dirinya memutuskan berangkat."Dante..."
'Daddy...'
Keduanya saling menegur dalam waktu yang bersamaan. Membuat Arthur tanpa sadar menyunggingkan senyumnya sangat lebar.
My baby...
"Iya...?" Arthur meminta Dante untuk berbicara terlebih dahulu.
Dante terdengar sudah siap-siap ingin mengutarakan sesuatu sebelum akhirnya telinga Arthur mendengar bel pintu rumah Dante yang samar-samar berbunyi, membuat Dante mengurungkan kalimatnya dan malah memilih menyudahi obrolan mereka yang kalau boleh Arthur jujur, bahkan belum mereka mulai sama sekali.
"Disana jam berapa?" Arthur menyempatkan bertanya, mengingat di Tanah Air bahkan sudah hampir lewat tengah malam.
'Jam 6 sore,' jawab Dante seadanya, 'aku tutup teleponnya dulu, Daddy... Bye...'
Arthur tidak menjawab apapun lagi, ia lebih memilih langsung memutus sambungan telepon dan meletakkan ponselnya jauh-jauh dari jangkauannya.
Kemudian Arthur meluruskan tubuhnya telentang, memandangi langit-langit kamar dengan suasana lampu kamar yang temaram. Awalnya Arthur tidak pernah suka dengan lampu semi gelap seperti ini mengingat matanya yang minus hampir 5.
Namun segalanya berubah setelah Dante sering menemani tidurnya dan Arthur kemudian mendapati tubuhnya terasa jauh lebih relaks dengan tidur dalam keadaan lampu seperti ini.Arthur beranjak dari pembaringannya, mencoba membuang lamunannya jauh-jauh.
Ia melangkah ke arah ruang kerja dan lalu mengerjakan apa saja demi meringkas waktunya agar bisa lebih cepat menemui Dante dan memberikan pengertian untuk kekasihnya itu.Atau kalau tidak, bisa saja dirinya yang akan semakin sekarat disini.
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sassy Guy Next Door - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]
FanficLaki-laki itu memiliki nama lengkap Arthur Ansel Van Aken, seorang Chef sekaligus pemilik restoran bintang lima terkenal, Le Quartier. Arthur memiliki usia terpaut cukup jauh dari Dante. Arthur juga terang-terangan menolak kehadiran laki-laki muda i...