Hampir setengah jam Abel menunggui Arthur yang sedang ada di dalam ruangan Dokter langganan keluarga mereka untuk berkonsultasi tentang nyeri perut bagian bawahnya.
Jangan ditanya mengapa baru sekarang Arthur memilih untuk berterus terang tentang sakit-nya itu, karena Arthur pikir pekerjaannya yang berhubungan dengan segala jenis makanan menjadi salah satu penyebabnya."Gimana, Kak?" Abel hampir melompat dari tempat duduknya sedetik sang Kakak terlihat menyembulkan kepalanya dari dalam pintu praktik Dokter mereka.
"Usus buntu, harus operasi, tapi aku minta operasinya setelah dari Dante aja," jawab Arthur mencoba untuk tenang. Sejujurnya tadi ia cukup tidak percaya di vonis seperti itu.
Paling tidak ia pikir, minimal sekali, asam lambung, atau hanya konstipasi biasa, dan tinggal diresepkan obat biasa saja lalu istirahat yang cukup.Beres.
"Enggak kelamaan?"
Arthur berpikir sejenak, "kata Beliau kalau aku enggak makan macam-macam selama disana, enggak masalah," jawab Arthur sambil mengingat-ingat segala macam petuah Dokter yang tadi ia dengarkan dengan seksama.
Lalu ia mengibaskan sebuah map berukuran tanggung, "tapi aku harus nebus obat dulu," kata Arthur sambil berjalan ke sebuah loket Apoteker."Kamu enggak mau kasih tau Dante, Kak? Minimal ia harus tahu tentang keadaanmu selama disana. Mungkin bisa membantu kamu mengerem makananmu, misalnya?"
Arthur mengelus rambut ikal milik Abel dengan lembut, "aku datang kesana untuk bikin dia senang, bukan untuk bikin dia kepikiran selama sekolahnya. It will be alright," jawab Arthur meyakinkan Adiknya.
*
*
*
Namun janji untuk lebih memperhatikan kesehatannya itu sudah diingkari Arthur sejak detik pertama keberangkatannya untuk menemui Dante.
Abel memintanya untuk membeli obat yang ia tinggalkan di Tanah Air saat sudah menapakkan kakinya dan mendarat dengan selamat.
Bahkan Abel sengaja sekali meng-capture pesan berisikan resep yang ditinggalkan Dokter mereka saat mereka mengobrol via WhatsApp.
Namun alih-alih mendengarkan semua alarm Abel, ia malah tenggelam di dalam kebahagiaannya bersama dengan Dante.
Tidak ada yang salah, hanya saja Arthur sudah sangat kelewatan untuk yang satu ini.Tidak memperhatikan asupannya, menyediakan apapun makanan yang disukai Dante, hingga beberapa malam sebelum malam terakhirnya bersama Dante, nyeri perutnya kembali timbul.
Entah mengapa pikirannya sedikit jelek kala itu.
Misal...
Mungkin Dante akan pergi meninggalkannya ketika kekasihnya itu tahu bahwa ia mengidap penyakit yang ia pikir cukup serius.
Walau rasanya Dante tidak akan sepicik itu.Lalu disadari Arthur pikirannya yang picik terhadap Dante ternyata belum hilang.
Mengubah penampilan menjadi salah satu buktinya.Maka malam itu, Arthur melamar Dante dengan sangat tidak ada rencana sebelumnya.
Kini, seperti beberapa minggu yang lalu, Abel kembali menunggui Arthur di ruang tunggu yang sama.
Dengan permasalahan yang sama.
Hanya saja kali ini Noé ikut bersama mereka, karena Karl sedang dalam jadwal tour-nya dan baru akan kembali esok lusa, sedangkan Nico sedang merenovasi Bar-nya dan tidak bisa ditinggal sama sekali, padahal Noé ingin sekali ikut dengan Ayah Nicolas-nya itu."Dadda lama, Tante Abel..." Noé sepertinya sudah tidak sabar untuk pulang karena hidungnya sudah sangat tidak betah membaui aroma Rumah Sakit, membuat Abel kemudian mau tak mau menghubungi Damien agar menjaga Noé sebentar saja hingga segalanya aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sassy Guy Next Door - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]
Hayran KurguLaki-laki itu memiliki nama lengkap Arthur Ansel Van Aken, seorang Chef sekaligus pemilik restoran bintang lima terkenal, Le Quartier. Arthur memiliki usia terpaut cukup jauh dari Dante. Arthur juga terang-terangan menolak kehadiran laki-laki muda i...