"Kamu perlu tau bahwa sampai kapanpun kamu seorang Adik, yang akan aku coba terus untuk penuhi kebutuhannya tanpa perlu kamu cari beasiswa kesana kemari," kalimat pertama Frans setelah mereka bertiga memutuskan pulang dari acara wisuda Dante, berhasil membuat Dante meneguk ludahnya, ia sedang menahan mati-matian untuk tidak membalas segala kalimat yang Frans utarakan kepadanya saat ini.
"Kita tumbuh di keluarga sangat miskin maka aku berusaha sekali untuk enggak membebankan kedua orang tua kita," sambung Frans, "maka ketika itu yang terpikirkan di dalam kepalaku adalah kamu bisa sekolah dengan baik tanpa perlu seperti aku, tentunya dengan biaya sekolah yang disediakan oleh Ayah dan Ibu waktu itu, tanpa aku tahu bahwa mereka malah membandingkan kemampuan kita berdua yang sudah pasti berbeda."
Frans menghembuskan napasnya dengan berat, "dan aku minta maaf untuk itu..."
Keduanya terdiam, seolah menikmati waktu di sekeliling mereka. Karena bisa dihitung menggunakan sebelah tangan bagaimana mereka bisa menghabiskan waktu yang hening tanpa pertengkaran di dalamnya.
"Tanpa sadar, sikapku yang seperti itu bertahan hingga kini. Aku lupa kalau kamu sudah besar, sudah bisa memutuskan apapun sendiri," Frans kembali menjeda kalimatnya, "enggak, bahkan dari dulu pun kamu memutuskan untuk kehidupanmu sendiri."
"Maka apa yang aku capai sekarang ini adalah sesuatu yang sebenarnya aku persembahkan untuk kamu. Aku membayangkan kamu datang ke aku, dan meminta. Melupakan sesuatu yang penting tentang seharusnya kamu enggak perlu meminta, karena seperti yang aku bilang tadi bahwa pencapaianku adalah untuk kamu."
"Supaya kamu tenang, menjalani hidup yang kamu inginkan... Tentu dengan aku sebagai penyokongnya, juga sebagai penebus kesalahan kedua orang tua kita."
"Walau kenyataannya bahkan kamu enggak pernah benar-benar menikmati apapun yang aku sediakan..."
Dante masih diam mendengarkan segala pernyataan Frans, memberikan waktu kepada laki-laki itu lebih lama agar segalanya bisa lebih baik.
"Aku lupa kalau yang kamu inginkan hanya perhatian... Bukan uang..."
"Kak..." Dante mencoba memotong kalimat Frans yang mulai membuat ulu hatinya kembali terasa nyeri.
"Aku minta maaf kalau sudah sangat egois, memintamu begini begitu tanpa mau tau apa yang sebenarnya kamu inginkan," tangan Frans kemudian terangkat demi mengusak rambut almond milik Dante, "aku bangga banget sama kamu, Dante..."
Dante tidak akan berusaha menahan tangisnya kali ini seperti di aula kelulusan tadi.
Kalimat yang Frans lontarkan kepadanya barusan adalah salah satu hal yang paling ia tunggu-tunggu selama hidupnya.
"Aku bangga banget sama kamu, Adikku..."
Dante menganggukkan kepalanya berkali-kali, dengan air mata yang nyaris keluar lagi, ia juga bangga kepada dirinya yang mampu bertahan sejauh ini.
*
*
*
"Pa, aku mau itu..." pinta Noé kepada Dante yang sedang membubuhi roti tawar mereka dengan margarin, lalu mengoleskannya dengan selai cokelat seperti keinginan buah hatinya.
Noé sudah siap-siap ingin berangkat ke sekolah, mengikuti tahun ajaran baru yang sudah mulai berlangsung dari beberapa minggu lalu, dengan sesekali menjawab ocehan Abel tentang Noé yang susah sekali dibangunkan lebih pagi untuk bersiap-siap berangkat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sassy Guy Next Door - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]
FanficLaki-laki itu memiliki nama lengkap Arthur Ansel Van Aken, seorang Chef sekaligus pemilik restoran bintang lima terkenal, Le Quartier. Arthur memiliki usia terpaut cukup jauh dari Dante. Arthur juga terang-terangan menolak kehadiran laki-laki muda i...