°~17~°

635 136 18
                                    

Happy reading
.
.
.
o0o

Kodrat. Mungkin seseorang yang terlahir sebagai seorang wanita sangat lah tidak asing dengan istilah itu. Kodrat, entah apa arti yang sebenarnya di balik kata itu. Mungkin sebuah permainan yang besar dan berbahaya saat kita langgar.

Plak!

Sebuah tamparan keras kini telah mendarat di wajah seorang gadis. Entah kesalahan apa yang ia perbuat kali ini hingga ia harus mendapatkan perlakuan seperti ini.

Marina menundukan kepadanya dalam-dalam setelah menerima tamparan itu. Matanya sengaja ia pejamkan berharap tak ada satu tetes air mata pun yang akan jatuh. Ia harus kuat.

"Lancang! Mau melanggar kodrat rupanya" seorang pria paruh baya yang biasa dia sebut dengan panggilan bapak, kini sedang menatap marah kepada nya.

Marina masih terdiam sambil menundukkan kepalanya, tidak baik menatap langsung ke mata orang yang lebih tua. Bahkan tidak ada seorang pun yang membela gadis itu. Bahkan ibu dari gadis itupun juga menatap marah ke arahnya.

"Anak bodoh! Bisa tidak barang sekali saja jangan permalukan nama bapakmu ini"

"Marina salah apa pak.." dengan nada pelan gadis itu memberanikan diri nya untuk bertanya.

"Masih berani bertanya sama bapak?!" Pria paruh baya itu mulai meninggikan suaranya.

Brak!
Pria paruh baya itu melemparkan sebuah lebaran kertas tebal ke atas meja, tepat di hadapan gadis itu.

"Liat ini!" Ujar nya.

Marina melirik singkat dengan pandangan mata yang masih ia jaga tetap menunduk. Matanya seketika berubah kaget ketika melihat tumpukan kertas itu, ia dengan reflek menjatuhkan dirinya di kaki bapaknya. "Maafkan Marina pak. Marina tidak akan lancang lagi, Marina tidak akan melanggar kodrat Marina lagi" kata gadis itu dengan air mata yang kini telah berlinang di wajahnya.

Rahasia nya kini terbongkar. Tumpukan kertas itu adalah tulisan tangan yang sudah ia buat setiap malam untuk perlombaan penulis pemula yang ia kirim ke Jakarta. Dan ia lupa bahwa siang tadi adalah pengumuman hasil seleksi nya, dan ia memenangkan nya.

"Maafkan Marina pak..."

Gadis itu masih bersujud di bawah kaki pria paruh baya itu. Seandainya ia terlahir sebagai seorang pria seperti kakaknya mungkin ia bisa memiliki cita-cita.

Pria paruh baya itu menghempaskan dengan kasar tubuh gadis itu dengan kakinya. "Mau coba-coba bermimpi melanggar kodrat wanita kamu Mar?! Bapak tidak pernah ya, mengajarkan anak bapak menjadi seorang pembangkang." Ujar pria paruh baya itu dengan angkuh.

"Apa kata masyarakat nanti!?" Seorang wanita paruh baya yang adalah ibu gadis itu kini telah berdiri di sebelah dengan wajah khawatir memikirkan gunjingan orang. "Jika kau terus lancang begini, tidak akan ada priyayi yang akan melamar mu!"

Wanita paruh baya itu menggenggam erat baju gadis itu. "Buat apa kamu lancang mar?! kita ini perempuan, mau berwawasan tinggi pun kodrat mu tetap seperti itu. Apa kau tidak pernah melihat berita tentang seorang perempuan yang di cambuk oleh suaminya sendiri ha?!" katanya dengan tatapan penuh amarah kepada anak gadisnya itu.

Lintas Waktu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang