Maria mengerjapkan matanya ketika cahaya matahari perlahan memasuki celah jendela yang terbuka. Ia merasakan pelukan Winter dari belakang di bawah selimut yang membalut tubuh mereka. Ia mengusap punggung tangan Winter yang berada di perutnya dan tiba-tiba dunia berputar di depan matanya— napasnya tertahan lalu ia menyingkirkan tangan berat Winter dan berdiri. Maria mencoba menyeimbangkan tubuhnya yang huyung— perutnya berputar di dalam membentuk rasa mual. Tapi sesaat kemudian semuanya kembali normal.
"Winter—"
"Hm."
"Bangun, sudah pagi. Kau harus minum obat." Maria kembali naik ke ranjang dan mengusap pipi dengan bulu-bulu pendek itu.
"Nanti saja." Gumam Winter sambil membawa tubuh Maria kembali masuk ke dalam dekapannya.
"Andrès bilang minum obat harus sesuai jadwal yang sudah dia berikan." Maria melirik jam."Sudah jam delapan pagi."
"Lupakan Andrès dan pria lain untuk sekarang."
"Aku mau kau segera sembuh."
"Apa yang semalam masih kurang membuktikan bahwa aku baik-baik saja, hm?"
Maria tersipu malu sambil tertawa di dalam dada Winter. Aroma pria itu benar-benar mulai jadi wangi favorite nya— entah sejak kapan."Aku jadi bertanya-tanya membutuhkan berapa orang wanita untuk bisa menjadi pemain seks handal sepertimu?"
"Hanya butuh satu." Jawab Winter— masih dengan mata terpejam. Saat lama ia tak mendengarkan suara Maria, ia pun membuka matanya.
"Satu?"
"Hm."
"Siapa?"
"Istriku."
"Apakah kau serius dengan ucapanmu atau hanya sedang menggodaku?" Cicit Maria.
"Apa aku terlihat seperti sedang menggodamu? Aku bukan pengarang sepertimu, sayang. Aku tidak pandai membuat cerita."
Maria tertawa malu."Tapi yang tadi itu terdengar seperti bohongan. Jangan bilang kau masih perjaka dan aku yang pertama?"
Winter tidak menjawab dan hanya mendekap Maria lebih erat sambil kembali memejamkan matanya.
"Itu benar? Kau masih perjaka? Pria sepertimu?"
"Pria sepertiku bagaimana maksudmu?"
"Pria tampan— pria seksi, kaya raya dan pasti banyak sekali wanita yang menginginkanmu."
"Tapi aku hanya menginginkan satu."
"Saat malam pertama kau bilang kau sampai tidak bisa menghitungnya."
"Memang benar. Apa yang harus kuhitung jika tidak ada yang perlu kuhitung, hm?"
"Kau kelewat pintar atau hanya pandai memutar balikkan kata-kata sebenarnya." Maria tertawa— kadang kagum kadang jengkel dengan sifat suaminya.
Ia kembali ingat soal sanggahan Winter tentang gajah di pelupuk mata. Oh— benar-benar menyebalkan karena pada dasarnya yang dia katakan memang benar. Dan sekarang, ada lagi soal menghitung wanita yang sudah tidur dengannya— bukankah memang benar bahwa kita tidak pernah bisa menghitung sesuatu yang tidak ada?
KAMU SEDANG MEMBACA
INTOXICATE DESIRE
RomanceThe Patlers #4 ( Winter & Maria ) Winter L. Patlers adalah putra kedua dari Maxime Federico Patlers-pemilik dua perusahaan besar, Patlers Group dan Air Italy. Perawakannya yang dingin, tatapannya yang tajam, rahangnya yang tegas serta tubuhnya yang...