Hari itu pun tiba. Pernikahan.
Pernikahan yang sederhana digelar di halaman belakang mansion keluarga Maxime— seperti yang sudah direncanakan. Dekorasinya, meskipun terlihat cukup sederhana namun Maria yakin budget nya mencapai milyaran. Kursi-kursi berlapiskan emas, kain sutra yang membungkus meja, hidangan yang cukup mewah, serta altar yang dihiasi dengan banyak sekali bunga-bunga segar serta pemain biola yang profesional. Hari itu, semua orang memakai dresscode berwarna abu-abu.
Abu-abu, seperti hidup Maria.
Dan ia bersyukur mereka memenuhi keinginannya untuk tidak mengundang awak media. Semua yang hadir adalah keluarga dari klan Patlers semata. Mereka memaklumi pesta yang begitu tertutup ini karena latar belakang Maria yang besar di panti asuhan. Beberapa orang berpendapat karena status sosial tersebut lah, Maria menginginkan pernikahan bertema private wedding untuk menghindari perhatian publik yang berlebihan.
Terserah apa yang mereka pikirkan, karena bagi Maria itu tidak penting.
Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading, tubuhnya terlihat ramping. Veil berbahan tulle tipis dengan sedikit aksen manik yang menjuntai sampai ke lantai membuat Maria tampak elegan. Semua mata tertuju padanya yang berdiri seorang diri di ujung lorong bersama buket bunga mawar putih yang ia pegang.
Hanya saja ia tak menyangka, seseorang seperti dirinya— yang tak pernah gugup meskipun sering berurusan dengan perbuatan berbahaya bahkan sangat dekat dengan kematian sekalipun, akan merasa gugup di hari pernikahan palsu ini. Maria tak berani melihat siapa-siapa sehingga hanya menatap tanah yang ia pijak saat ini. Tanah dengan taburan bunga yang indah. Namun ia sadar betul bahwa semua mata sedang memandanginya.
Beginikah rasanya menjadi pengantin?
Berkali-kali Maria menghembuskan napas, merasakan keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Namun, dia harus tersenyum. Karena jika tidak sandiwara ini akan terbongkar atau orang akan curiga.
Saat musik berganti, ia pun berjalan dengan anggun menuju altar. Menuju seorang pria yang berdiri gagah dalam balutan tuxedo berwarna putih gading dan pita kecil di kerahnya. Winter menatap Maria tanpa berkedip sampai gadis itu pun kini berdiri cukup dekat dengannya. Di balik veil tipis, Winter dapat melihat kegugupan di wajah gadis yang terobsesi membunuhnya itu.
Winter mengulurkan tangannya pada Maria dan dengan sedikit gemetar, Maria menyambutnya. Kini keduanya saling berhadapan, memandangi satu sama lain. Astaga, apakah ini keputusan yang tepat? Mendadak Maria jadi bingung dan semakin berdebar apalagi saat sang pendeta mengambil alkitab, tanda bahwa acara pemberkatan akan segera di mulai.
Bagaimana kalau lari dari sini?
Belum lebih dari dua detik Maria berencana untuk kabur, kedua tangannya digenggam oleh Winter, digenggam dengan sangat erat seolah mengisyaratkan bahwa pria itu tak akan melepaskan Maria.
"I, Winter Lucio Patlers, take you, Maria, to be my lawfully wedded wife, to have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, until death do us part."
Maria menggigit pipi bagian dalamnya sembari mengatur pernapasan. Lidahnya mendadak kelu dan ia bisu seketika. Apalagi saat melihat ekspresi dingin di bola mata Winter, kegugupan itu semakin menjadi-jadi. Berpura-pura menjadi pelacur ternyata seribu kali lebih mudah daripada berpura-pura menjadi istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTOXICATE DESIRE
RomanceThe Patlers #4 ( Winter & Maria ) Winter L. Patlers adalah putra kedua dari Maxime Federico Patlers-pemilik dua perusahaan besar, Patlers Group dan Air Italy. Perawakannya yang dingin, tatapannya yang tajam, rahangnya yang tegas serta tubuhnya yang...