Don Carlos private villa, Marbella, Spain
Pada akhirnya mereka berdua sampai di villa pribadi milik Carlos di jam tiga sore. Walaupun Winter memasang wajah dingin dan menjawab semua kata Maria dengan nada acuh sepanjang jalan— yah dia memang selalu bicara singkat— tapi Maria paham bahwa pria itu sedang uring-uringan akut.
"Biar aku saja." Winter mengatakan dengan cepat saat tangannya mengambil alih koper dari tangan Maria— lalu menyeretnya ke dalam villa dan meninggalkan wanita itu di belakang.
Maria tertawa geli. Seumur-umur ia belum pernah lihat suaminya sekesal itu.
"So cute."
Menutup pintu mobil, Maria pun memandangi sekeliling setelah melepas kacamata hitamnya. Dia belum pernah menginjakkan kakinya di villa ini— oh mungkin dulu pernah saat usianya masih tiga atau empat tahun. Ia melihatnya dari koleksi foto di rumahnya. Di dalam foto itu ia terlihat sedang bermain pasir bersama sang ayah— pasti ibunya yang jadi tukang potret. Sekarang, saat sudah dewasa begini, barulah ia menyadari betapa indahnya tempat ini. Cuaca sejuk, laut biru yang menyatu dengan garis cakrawala, deburan ombak yang tenang dan yang terpenting, jauh dari perkotaan. Ada dermaga kecil yang di hiasi bola lampu di sepanjang pagarnya, dan sebuah meja makan yang dikelilingi oleh pohon palem. Saat ia mendongak ke atas, terlihat sebuah jacuzzi di lantai dua yang mengarah pada perbukitan.
"Maria, kau tidak membawa celana dalamku?" Teriak Winter dari dalam.
Maria menepuk dahinya lalu berlari masuk ke villa— menemukan Winter sedang mengobrak abrik koper mereka."Sepertinya aku lupa."
Winter menghela napas lalu menutup kembali koper tersebut dan berjalan ke arah dapur untuk minum air putih.
"Aku terlalu bersemangat hingga melupakan hal-hal kecil tapi—"
"Itu bukan hal kecil."
"Tak jauh dari sini ada pusat perbelanjaan, kita bisa pergi membelinya dengan sepeda."
Setelah kepanasan akibat Rafael, sekarang di tambah lagi kekesalan karena tidak punya celana dalam. Kepala Winter ingin meledak rasanya.
"Mau pergi sekarang?"
"Nanti saja." Winter melenggang keluar dari dapur tanpa mau memandangi Maria. Pria itu berdiri di depan kaca yang mengarah ke halaman belakang— mengeluarkan sebatang rokok.
"Oke," Sahut Maria."Bagaimana tempatnya? Bagus sekali bukan?"
Winter tidak menjawab. Hanya ada asap rokok yang keluar halus dari bibirnya. Maria terus memperhatikan pria itu dari samping sambil menahan senyum gelinya.
"Aku ingin berendam di kolam." Maria menunjukkan kolam jernih di halaman belakang.
"Berendam saja."
"Berendam denganmu?"
"Aku tidak tertarik."
"Oke," Maria berkata sambil meninggalkan Winter untuk berganti ke dalam bikini. Ia melirik punggung pria itu sambil menggigit bibir bawahnya. Kenapa suaminya sangat menggoda saat cemburu begitu?
Maria pun melepaskan jaket dan baju kaos serta celana jeans nya. Ia mengeluarkan sebuah bikini berwarna merah yang seksi— merah adalah warna penuh gairah.
"Kau tau, dulu saat di SHS aku dan Rafael sering sekali berenang di kolam. Yah, memang tidak hanya berdua saja. Ada beberapa temanku juga. Rafael adalah orang yang sudah mengajariku berenang. Kalau diingat-ingat sangat lucu. Dia datang ke sekolahku dari Bulgaria di tahun kedua. Lalu pindah kembali di tahun ketiga. Bisa di bilang pertemanan kami sangat singkat tapi banyak sekali hal-hal menyenangkan yang pernah kami lakukan bersama. Contohnya seperti berenang tadi, membuat calamari bersama, dan— oh! Kami juga pernah bolos sekolah dan nongkrong di rumah temannya untuk nonton film 365 days. Kau pernah menontonnya? Film seks itu. Pemain prianya hot sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
INTOXICATE DESIRE
RomanceThe Patlers #4 ( Winter & Maria ) Winter L. Patlers adalah putra kedua dari Maxime Federico Patlers-pemilik dua perusahaan besar, Patlers Group dan Air Italy. Perawakannya yang dingin, tatapannya yang tajam, rahangnya yang tegas serta tubuhnya yang...