Sudah hampir satu bulan Winter berada di Italia semenjak hari dimana ia terkena tembakan. Andai gerakan reflek Winter hari itu tidak berfungsi, peluru Maria pasti sudah menembus jantungnya.
Sebuah pukulan keras mengenai bola putih kecil yang meluncur jauh. Tatapan Winter tajam saat memperhatikan kemana bola itu jatuh. Ia membenarkan topinya kemudian bergerak ke samping untuk mengambil bola yang baru. Sudah hampir satu jam ia habiskan untuk bermain golf di halaman belakang mansion milik keluarganya. Sedangkan di dalam mansion terdengar ramai karena orang-orang berkumpul untuk mempersiapkan acara pernikahan Sunny yang akan dilaksanakan pagi ini di Equinox Hotel.
Seperti biasa, Winter tidak pernah suka dengan yang namanya keramaian sehingga ia memutuskan untuk berada disini.
Sebuah pukulan dari tongkat golf kembali mengenai bola putih sebelum ia menyadari kehadiran seseorang di sebelahnya. Tanpa menoleh pun ia sudah tau bahwa itu adalah ayahnya.
"I heard you got shot again."
"Hm." Jawab Winter acuh tak acuh sembari mengambil ancang-ancang untuk pukulan berikutnya. Dia tidak ingin membahas tentang itu.
"Jared mengatakan bahwa pelakunya adalah seorang wanita. Apa itu benar?" Maxime menatap jauh ke laut biru yang ada di depan matanya kini. Kedua tangannya berada di saku celana sebelum ia mengeluarkan sebuah rokok dan pemantik api dari sana.
Winter memukul keras bola tersebut hingga membuat sedikit pergerakan di permukaan laut, menandakan bahwa bola itu jatuh ke dalam laut akibat pukulannya yang lebih keras dari sebelumya.
"Apakah begitu sulit menangani wanita itu?" Tanya Maxime lagi sambil menoleh untuk menatap putranya.
"I don't want to talk about that, papa."
Maxime menghembuskan rokoknya lalu menepuk pundak Winter pelan. Ia dapat melihat rahang Winter yang sedikit mengeras, menandakan bahwa pria berusia dua puluh delapan tahun itu sedang marah."Wanita itu pasti hanya seekor kucing liar. Seperti ibumu dulu."
Winter masih memfokuskan matanya ke depan tanpa menjawab apapun. Ia tidak tertarik.
"Dan kucing liar harus dijinakkan." Lanjut Maxime."Summer menjinakkan Fleur dengan rantai di sekujur tubuhnya. Bagaimana denganmu?"
"Aku tidak bilang akan menjinakkan wanita itu."
"Jadi apa rencanamu?" Maxime menghembuskan rokoknya santai."Sampai sekarang dia masih berkeliaran. Apa penjaramu sudah penuh sampai kau tidak punya tempat lagi untuk wanita satu ini?"
Benak Winter langsung mengarah pada sebuah ruangan di kediamannya yang ia gunakan untuk mengurung serta menyiksa siapa saja yang pernah mencoba membunuhnya. Ruangan itu semacam penjara bawah tanah. Bagi penghuninya, mungkin akan lebih terlihat seperti neraka. Sedikit sama dengan sang ayah, Winter lebih senang melihat musuhnya tersiksa daripada mati. Jika ia memberikan kematian pada mereka, itu artinya ia sedang berada dalam suasana hati yang bagus. Dan Maria, tentu Winter tak akan memberikan kematian secepat itu pada wanita tersebut.
Winter kembali memukul keras bolanya dan Maxime tiba-tiba merebut tongkat golf, mengambil ancang-ancang untuk memukul bola. Tongkat dilayangkan pelan dan bola pun berguling hingga masuk ke dalam lubangnya dengan sempurna.
"Jangan biarkan wanita itu membuatmu lupa bagaimana cara memukul bola golf." Sebuah senyum penuh arti tersungging di wajah Maxime.
"Kalian disini rupanya."
Suara Irina terdengar dari pintu teras. Saat Maxime menoleh, ia dapat melihat istrinya tampak begitu cantik dalam balutan gaun berbahan chiffon selutut, berwarna lilac dengan kerah bulat yang ditaburi oleh manik-manik senada. Rambutnya yang ikal di sanggul ke atas. Di usianya yang sekarang, kecantikannya sama sekali tidak pernah luntur dan Maxime tak pernah berhenti memuji istri tercintanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTOXICATE DESIRE
Storie d'amoreThe Patlers #4 ( Winter & Maria ) Winter L. Patlers adalah putra kedua dari Maxime Federico Patlers-pemilik dua perusahaan besar, Patlers Group dan Air Italy. Perawakannya yang dingin, tatapannya yang tajam, rahangnya yang tegas serta tubuhnya yang...