Maria membuka pintu kamar mandi setelah mengusap bibirnya lalu ia berjumpa dengan Lavender yang baru saja sampai di hadapannya. Kepalanya terasa sangat berat oleh berbagai kenyataan dan pikiran— terasa seperti palu yang tidak berhenti memukul-mukul.
"Kenapa kau bersikeras menjodohkanku dengan Winter waktu itu, Lav?" Tanya Maria dengan suara seraknya.
Lavender tidak menjawab, ia menelan ludahnya dengan tenang.
"Kalian ingin menjebakku?"
"Kau tidak boleh marah, Maria. Jangan pernah marah pada perangkap yang orang buat pada seekor tikus." Jawab Lavender.
"Aku pikir kau seorang sahabat."
"Memang," Jawab Lavender sambil mengangguk kuat."Karena kalau bukan, aku tidak akan bersikeras memintamu menikahi Winter dan sampai sekarang masih membiarkanmu hidup."
Kerongkongan Maria tercekat hingga ia tak bisa mengatakan apa-apa.
"Aku marah? Tentu. Siapa yang tidak merasa marah saat ada anggota keluarga yang dibunuh?"
Pandangan Maria tidak berpindah dari Lavender dan ia memilih untuk diam— mendengarkan sekaligus menenangkan dirinya dari perasaan tak enak yang berkabut dalam benaknya.
"Aku tidak datang untuk menghakimimu. Aku tidak pantas melakukannya karena aku juga melakukan kesalahan. Mungkin kau sudah membunuh Grandpa tapi kami pun tak lebih baik darimu. Fleur pasti sudah memberitahumu tentang Charlotte."
Maria masih terdiam, memandangi wajah Lavender yang tampak frustasi lewat matanya yang mengkilap.
"Fleur benar, aku tau tentang Charlotte. Dia adalah temanku. Aku menjodohkannya dengan Rain dan dia berakhir mati. Aku ada disana— melihat mayatnya lalu menjadi pengecut yang tutup mulut dengan kejadian itu. Setiap detiknya aku dihantui oleh perasaan bersalah. Itulah kenapa aku melarikan diri ke Madrid dan merahasiakan nama belakangku pada siapapun. Aku— tidak ingin menyandang nama Patlers karena itu membuatku harus menjadi seperti ini. Harus tutup mata pada kejahatan, harus membela orang-orang yang tak pantas dibela. Keluargaku sempurna, kau tau? Tapi setelah kematian Charlotte, kami berubah menjadi monster."
"Apa yang terjadi padanya?"
Lavender menggeleng."Aku tidak bisa mengatakannya padamu. Tidak— aku tidak ingin mengingatnya."
Maria mengerjapkan matanya pelan."Dan dimana Fleur?"
"Pergi dengan ayahnya."
Maria ingat betul hari itu ia menembak semua tahanan di ruang bawah, ia menyisakan ayah Fleur untuk tetap hidup.
"Kau tau kenapa aku bersikeras ingin masuk ke rumah Winter? Aku punya firasat Vladimir belum mati. Rain mengatakan padaku bahwa Winter sudah membunuhnya tapi aku kenal siapa kakakku itu. Dia tidak sembarang membunuh."
Maria terus mendengarkan walau kepalanya semakin sakit.
"Tapi aku yakin sekarang dia marah besar padaku. Aku memang bodoh, aku tidak tau bahwa dia berencana menjadikan Vladimir sebagai saksi pembunuhan Charlotte nantinya. Aku hanya tidak tega melihat Fleur. Kupikir dengan begitu, aku bisa merasa tenang dan lepas dari mimpi buruk. Kurasa dengan begitu aku bisa menebus kesalahanku pada mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
INTOXICATE DESIRE
RomansaThe Patlers #4 ( Winter & Maria ) Winter L. Patlers adalah putra kedua dari Maxime Federico Patlers-pemilik dua perusahaan besar, Patlers Group dan Air Italy. Perawakannya yang dingin, tatapannya yang tajam, rahangnya yang tegas serta tubuhnya yang...