Bagian 20 : Kelangkaan Komandan

5.4K 619 20
                                    

⚠︎

— · —

Silakan berkomentar apabila menemukan tipo. ^^

— · —

Kepulangan keluarga Prabuswara membuat rumah Adipati lebih tenang, terlebih senyap hingga detak Rasyid terdengar di kuping Anjani. Senja termakan malam, menyisakan warna gelap pada langit, bulan menapakkan sebagian kecil tubuhnya, membentuk sabit. Angin malam terasa hingga ke dalam, mesin pendingin dan segala antek-anteknya tak diperlukan malam ini. Anjani lebih pendiam usai kepulangan keluarga Rasyid.

Rasyid duduk di atas tikar, menemaninya Anjani yang melipat baju. Keduanya berkutat pada isi hati, keheningan Anjani tak membuat Rasyid nyaman. "Nimas, masih terpikirkan dengan ucapan ayah?" Anjani menatap Rasyid, gadis itu terperanjat kecil. Baru sadar jika di sampingnya ada orang. Ia menggeleng dan tersenyum.

"N-ndak, Kangmas ...."

"Kangmas ini bodoh memahami orang diam. Kamu hening sekali, Nimas. Jika ada yang ingin diutarakan, bercakaplah." Rasyid membantu Anjani melipat baju, hasil lipatannya tak serapi Anjani, setidaknya usaha Rasyid meringankan pekerjaannya.

Pikirannya bak ditarik paksa ke belakang, Anjani kembali teringat dengan ucapan ayah lantaran akibatnya yang menguping pembicaraan sengit. Tak dipungkiri, ia diterima menjadi menantu hanya karena sebuah perjanjian, tidak lebih. Lalu ... apakah Rasyid berlaku demikian juga? Menyayanginya karena rasa kasihan semata atau terpaksa karena perjanjian perjodohan?

Anjani terkekeh sendiri, memang apa yang ia harapkan? Dicintai keluarga Prabuswara? Betapa lancangnya ia mengharapkan hal seperti ini. Semua menerima dirinya karena paksaan.

"Nimas." Anjani menatap Rasyid dengan pandangan kosong, bibir gadis itu terus terukir senyuman lebar.

"Kangmas, apa ndak ingin memperistri Mbak Andin? Reputasi Kangmas tidak akan memburuk jika Kangmas mengambil Mbak Andin sebagai istri. Anjani akan merasa pantas sekali jika dijadikan gundik, dengan begitu perjanjian tetap terlaksana, dan Kangmas tidak akan terbebani dengan Anjani," ucap Anjani halus.

Tatapan sang lelaki dewasa menajam, lehernya kembali dimunculkan oleh urat serta rahang yang mengeras. Di balik tatapan tajam Rasyid terdapat kekecewaan besar pada Anjani. "Kangmas pikir, ucapanmu tempo lalu adalah sebuah kesungguhan, Nimas. Kamu sendiri yang mengatakan 'kan tetap di samping Kangmas, berusaha mempertahankan rumah tangga. Diterpa angin kecil saja sudah menyerah, apa jadinya jika badai?"

Rasyid mengalihkan pandangan, wajah rapuh Anjani adalah kelemahan terbesarnya. "Kamu tidak memercayai Kangmas, padahal Kangmas memberi kepercayaan besar pada Nimas. Jika pun, ada seribu orang memaksa Kangmas untuk menikah dengan wanita lain, jawaban Kangmas tetap sama. Tidak akan pernah. Ucapanmu menyakiti hati Kangmas."

Cairan bening tak tertampung, Anjani membiarkannya untuk luruh melewati wajah. Isakan Anjani tak menjadikan Rasyid meluluh, pria Adipati berdiri membelakangi Anjani yang masih berada di bawah dengan air mata yang menderas. "Mungkin malam ini kita harus berpisah kamar, Nimas. Kangmas tidak mau menyakiti kamu lebih jauh lagi."

Anjani menggeleng keras. Sebelum Rasyid melangkah pergi, Anjani menahan kaki Rasyid dengan memeluknya rapat hingga sang pria tak memiliki pilihan lain selain berdiam. Anjani mengeluarkan suara lemahnya, memanggil nama Rasyid secara berkala. "M-maafin Anjani, Kangmas. Pernikahan ini menjadi beban bagi Kangmas. Keberadaan Anjani hanya membawa kesialan."

Tangan Anjani yang merangkul kaki Rasyid ditarik oleh pria Adipati sampai berdiri, Anjani tidak boleh bersimpuh di kakinya. Rasyid membalikkan badannya, memandangi wajah kacau Anjani. Sementara gadis itu menunduk, tak berani menatap tatapan Rasyid yang memandangnya dingin. Ditemukannya sisi menyeramkan kehidupan pernikahan oleh Anjani, terkadang masalah tak timbul dari orang luar atau pasangan, tetapi bisa dari diri sendiri.

Sigaraning Nyawa Sang Komandan [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang