Silakan berkomentar apabila menemukan tipo. ^^
- · -
Semua masih terasa asing bagi Anjani. Semua. Termasuk ketika Anjani menggunakan kompor, gadis itu mendadak seperti orang kampungan. Namun, bukanlah hal yang memalukan bagi Anjani yang terbiasa memasak dengan tungku. Anjani merindukan gumpalan asap sangit yang membuat mata menyipit spontan.
"Enak, ya, Pak. Udah ada kulkas, kompor, gas, masak nasi pakai listrik, ndak perlu diaduk sama dikukus." Anjani bercelatuk, menyuapkan nasi beserta jangan bobor¹ ke mulutnya.
[¹ : Sayur bayam yang diberi santan]Mereka tengah sarapan bersama, menu sederhana, tidak ada daging. Daging ayam sudah lenyap di perut Rasyid dan Anjani semalam. Nasi, jangan bobor, dan dadar jagung, sudah terasa nikmat bagi Rasyid, terlebih lagi ditemani istri.
Rasyid tersenyum mendengar celotehan Anjani. Semakin banyak waktu yang mereka habiskan, Anjani mulai bersikap terbuka, makin berani menunjukkan sifat aslinya. Berbeda saat awal berjumpa, gadis itu pemalu bukan main, membuat dirinya turut kikuk juga segan.
"Apa tidak ada kompor di rumah?" tanya Rasyid hati-hati. Anjani menggeleng santai dan menyuapkan makanan ke mulutnya lagi.
"Gas di desa mahal, Pak. Pakai tungku juga udah mantap, kayu tinggal ambil di belakang rumah," kata Anjani. Rasyid mengangguk dan diam. Raut berpikir Rasyid mulai membuat Anjani menebak-nebak.
"Jangan dibeliin, Pak. Ibu gak suka, apalagi eyang. Dulu teman abah dari yang Klaten pernah beliin kipas angin sama dipeser? Diseper? Dinperes ...." Anjani terbengong lama, mengingat nama benda yang membuat lidahnya terbelit.
"Dispenser," koreksi Rasyid dengan kekehan kecil.
"Nah! Itu, dis ... pen ... ser! Nama kok aneh-aneh," gerutu Anjani.
"Abah dikasih itu. Ya abah terimalah, kalau nolak juga ndak enak. Waktu eyang putri tau ada dinpeser di dapur, eyang putri suruh abah buat letakkin di kantin TPQ aja. Eyang itu orangnya segan kalau dikasih barang sama orang luar, Pak," ucap Anjani yang masih salah dalam pengucapan kata dispenser. Namun, itu tidaklah dihiraukan Rasyid, kalimat akhir Anjani lebih menjadi perhatiannya.
Pria Adipati tersenyum. "Saya mengerti, Ni. Itu berarti saya bisa memberi sesuatu karena saya adalah suamimu dan telah menjadi bagian dari keluargamu." Anjani membuka mulut. Teori dari mana itu? Ingin menyangkal, tetapi Rasyid lebih dulu berkata.
"Jangan membantah saya, Anjani."
- · -
Latar rumah Rasyid tak seluas halaman belakang. Tidak mengelak jika rumah Rasyid tampak panas di tengah hari. Tidak ada rumput, bahkan pohon pun tak ada, hanya tanaman gantung yang berasa di samping rumah untuk hiasan.
Namun, impresi rumah Rasyid gersang tak sepenuhnya benar. Jika di halaman depan panas, maka di halaman belakang justru sebaliknya. Luasnya mampu ditanam pohon belimbing dan jambu air, tanahnya hampir dipenuhi rumput jepang yang membuat mata betah memandang, tanaman hias yang ditanam di bagian pinggir. Belum lagi terdapat gazebo di tengah halaman yang rindang.
Rasyid menatap teduh Anjani. Suasana di siang hari memang pas dipadukan dengan angin sepoi-sepoi, objek yang dilihat Rasyid juga menghanyutkan sisi kerasnya. Rasyid berdeham, mengalihkan pandangan saat sadar bahwa ia terlalu fokus memperhatikan Anjani.
Anjani tersenyum geli melihat Rasyid yang salah tingkah. Bayangannya dulu seorang tentara negara memiliki karakter kuat yang tidak mudah luluh. Setelah bertemu Rasyid membuat Anjani teringat, bahwa abdi negara tetaplah seorang manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sigaraning Nyawa Sang Komandan [Revisi]
RomanceTAMAT ❗ - · - Anjani, gadis desa yang memiliki segudang impian untuk pernikahannya. Menikah bersama dengan pria yang ia cintai, meskipun sekarang ... ia tidak dalam keadaan mencintai. Di usianya yang ke-19 tahun, Anjani telah mendapat julukan perawa...