03. Cengkraman Mirza

178 19 0
                                    


Mozza meringkuk dibawah selimut, gadis itu menyibak selimut yang menutupi kepala. Mengucek mata memperjelas penglihatannya. Mozza melirik jam waker bermotif doraemon yang berada diatas meja. Pagi ini Mozza terbangun lebih awal, tidak seperti biasanya. Mozza pun berfikir seperti itu karena setiap hari bahkan kebiasaannya mungkin terua telat memasuki sekolah.

Dan selalu, Mozza merasakan hukuman pagi.

Menarik nafas, lalu membuangnya perlahan. Terus seperti itu...

Hingga Mozza merubah posisinya menjadi duduk, beranjak dari sana mengambil handuk dan memasuki kamar mandi.

Setelah beberapa menit, Mozza keluar dari balik pintu, gadis itu berjalan membuka pintu lemari, mengeluarkan seragam yang akan dipakainya.

Setelah semua sudah siap dan terbalut sempurna ditubuhnya. Mozza memakai sepatu, mengambil ransel dipakainya dibelakang punggung.

Berkaca sebentar. Mozza tersenyum menatap penampilan sendiri dari bawah menaik keatas, "Semangat?"

Mozza mengepal tangan keatas dengan seringai lebar. "Semangatlah, semangat untuk mencari masalah!"

Tok tok

Mozza menoleh kearah pintu. Tak berniat membuka, karena tanpa dibuka pun Mozza sudah mengetahui bahwa itu Istri kedua Papah.

Mamah, ya?

Mozza terkadang merasa asing dengan sebutan itu.

"Mozza, makan yuk Nak, dibawah bareng Papah," serunya dari belakang pintu diiringi ketukan.

Mendengar itu tangan Mozza terkepal, matanya menajam menatap dirinya sendiri didepan cermin. Menahan emosi diujung otaknya, Mozza benci mendengar sebutan itu, mendengar wanita itu memanggil dengan sebutan yang selalu diberikan Bunda. Dan apa, Mamah? Ya memang dia sudah berhasil menikahi Papahnya dan—menjadi Mamah tirinya, tetapi Mozza tak menerima itu, Mamah Mozza hanya Bunda, tak ada yang bisa menggantikan posisi itu, dihati Mozza.

Tak berselang lama senyum sinis terukir.

Melangkah membuka pintu kamar, menampilkan sosok wanita anggun yang tersenyum hangat menatap Mozza.

Mozza hanya menatap balik wanita itu dingin.

Hendak menyentuh tangan Mozza, namun Mozza langsung bergerak menepisnya kasar. "Gak usah cari muka. Disini gak ada Papah," suara dingin Mozza menyeru.

Hati Amy tersayat mendengar kata yang keluar dari mulut Mozza. Namun, wanita itu tetap mempertahankan senyumnya memaklumi bahwa Mozza belum bisa menerima kenyataan bahwa ia adalah ibu sambungnya, "Maafin Mamah,"

Kepalan tangan Mozza semakin kuat.

"Berhenti bilang lo Mamah gue!" gertak Mozza dengan mata yang memerah menatap Amy nyalang.

"Mozza!"

Mozza mengalihkan pandangan dimana seorang gadis yang memakai seragam sama dengan Mozza tiba-tiba muncul dibelakang tubuh Amy berjalan menghampiri.

Mozza bersidekap sambil tersenyum santai mengangkat satu alis. "Kenapa?"

Gadis itu melayangkan tatapan permusuhan diantara mereka, dia Methala Anjani. Gadis yang berhasil menjadi Kakak tiri Mozza sekaligus telah berhasil merebut cinta Dion yang selama ini diberikan kepada Mozza.

Jujur saja, Mozza sama sekali tak menyukai keberadaan mereka yang menurutnya sebagai pengacau dan titik awal masalah Mozza bertambah.

Juga bagi Methala, Methala sama sekali tak menyukai Mozza yang selalu bersikap kekanak-kanakan, bersikap seolah dirinya ratu yang selalu harus dihormati, dan, satu sikap yang sangat dibenci Methala terhadap Mozza adalah dimana gadis itu yang tak pernah bisa menghargai ibunya.

MozzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang