13. Apa maksud semua ini?

114 13 0
                                    


Kamu bisa menempati itu dengan mudah—

Mozza mencoba berfikir keras mengulang kata-kata pak Andi yang membuatnya bingung. Maksudnya sangat mudah apa? Memang ada apa dikelas itu? Mozza menjadi gemas sendiri karena merasa penasaran.

—tapi kenapa kamu berlagak bodoh seperti ini?

"Maksudnya apa coba?"

"Gue tahu gue emang bodoh, tapi ya— gak usah diomongin juga kali!"

Tentu saja ia merasa kesal jelas sekali karena perkataan Pak Andi yang mengatainya bodoh. Mozza memang sering mengatai dirinya, tapi itu jauh lebih baik dari pada mendengar suara orang lain yang menilainya.

Itu sangat menyebalkan bagi Mozza.

Mozza menghentikan langkahnya bersamaan dengan bel istirahat berbunyi.

Mozza menatap kelas yang menjadi terfavorit dikawasan Nusantara dari kejauhan dimana posisi dirinya berdiri. Bibir Mozza terangkat keatas saat menangkap sosok Mirza yang baru saja keluar dari pintu, Mozza bersenandung ria mengejar langkah Mirza.

Untuk sesaat Mozza melupakan semua objek yang mengganggu pikirannya.

"Mirza, i'am kambek," teriak Mozza membuat semua menoleh kearahnya.

Mozza hanya acuh, gadis itu tetap mengejar langkah Mirza yang sama sekali tak menoleh jangankan menoleh, berhenti saja tidak.

Olivia yang baru keluar dari kelasnya, melihat Mozza yang hanya berjalan melewatinya semacam angin, ia menghembuskan nafas kasar.

Gadis itu benar-benar sangat menyebalkan.

Mozza berdiri disebelah Mirza. "Za, Mirza!"

Mozza berdecak sebal karena sama sekali tak mendapat respon. Gadis itu berdiri menghalangi langkah Mirza. "Kalo dipanggil nyaut kek, apa kek, noleh aja gak papa gue malah seneng. Lah ini? lo denger 'kan suara gue? Gue dari tadi panggil nama lo tapi dikacangin mulu. Capek Mozza tuh,"

Mirza menatap datar.

Mozza berdecak berkali-kali. Banyak tatapan aneh dari siswa-siswi yang melewati mereka, berbisik yang entah sepertinya tentang Mozza.

Mozza sama sekali tak memperdulikan itu, fokusnya hanya pada Mirza.

"Gue minta maaf, yah." ucapan Mozza berhasil membuat Mirza menghentikan langkahnya.

Mozza menyengir kaku disebelah Mirza. "Soal kemaren—gue minta maaf, ya." cicit gadis itu.

Mirza terdiam sama sekali tak menanggapi ucapan Mozza. Lelaki berperawakan jangkung itu malah melongos pergi, namun lagi lagi Mozza  mencekal lengannya menggunakan kedua tangan.

Mirza menepis kasar.

"Jangan diemin gue gini, Za. Ya walaupun emang lo selalu diemin gue tapi kok gue ngerasa hari ini kita agak beda gimana gitu, gak tau kenapa rasanya itu beda banget. Gue aja heran, kalo gue emang salah karena Masalah itu gue minta maaf, ya. Gue tau kok gue emang kekanak-kanakan," cengir pelan Mozza.

"Maaf?" suara Mirza terdengar serak.

Mozza meneguk ludah. "Gue takut lo marah, Mirza. Kok gue malah ngerasa canggung sama lo sekarang, gue gak suka itu!"

Mirza menaikan sudut bibirnya menatap Mozza aneh. "Marah?"

Memang apa hubungannya dengan Mirza, lagipula semua yang berhubungan langsung dengan Mozza memang tidak penting bagi Mirza.

Mozza menatap Mirza. "Iya lo marah,"

"Itu artinya lo emang khawatir gue kena masalah 'kan?" senyum gadis itu melebar.

MozzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang