10. Karena bakso

113 11 0
                                    

Mozza berjalan ditengah koridor yang tampak ramai.

Mozza yang berjalan dengan mendengarkan musik dari earphone, berhenti melangkah saat matanya menangkap Olivia yang berjalan melewatinya begitu saja.

Mozza menyergit heran, tangan Mozza mencekal lengan Olivia namun gadis itu sama sekali tak merespon gadis itu malah menarik paksa tangannya dari cekalan Mozza.

Olivia membuang muka dan kembali berjalan.

Mozza terdiam, pikirannya tak begitu jernih. Mozza mencoba mengingat masalah apa yang membuat sikap Olivia seperti ini, Mozza melepaskan earphone memasukan kedalam rasel.

Mozza mengejar langkah Olivia. "Lip tunggu gue!"

Olivia semakin mempercepat langkahnya, gadis itu memang benar-benar tak mau bertemu Mozza untuk saat ini. "Lo kenapa sih, heh! Gue salah apa? Ngomong Lip, jangan diem kayak gini. Kalo lo cuma diem gimana gue bisa tau?" ujar Mozza mencekal lengan Olivia agar menghentikan gerakan kakinya.

Olivia berhenti menatap Mozza dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tau?" Olivia tertawa garing padahal sama sekali tak ada yang melucu. Olivia menghempaskan tangan Mozza. "Lo tau tapi kenapa berpura-pura gak tau, Mozza?"

Mozza terdiam menatap Olivia lekat. Gadis itu baru ingat kejadian kemarin, pasti karena hal itu yang membuat Olivia bersikap seperti ini
padanya. Kepala Mozza dianggukan pelan. "Oh... Pasti karena masalah kemarin, ya?"

Olivia tak menjawab.

Mozza menyengir berusaha mencairkan suasana yang bahkan tak tau apa ini. "Gue gak salah kok, yang mulai Nesha duluan. Tu anak pake main pukul gue mentang-mentang anak tekondo. Lo tau gue Lip, gue gak akan pernah mulai kalo Nesha gak main tangan duluan. Muka gue yang emang udah pas-pasan gini aja udah kena dua kali, kalo gue 'kan cuma sekali bales dia. Gue udah minta maaf kok sama dia, gue juga sadar pasti pukulan gue jauh lebih sakit. Jadi lo tenang aja, gue juga minta maaf sama lo, lo pasti kecewa ya sama pemikiran gue yang terlalu kanak-kanak,"

Olivia terkekeh geli. "Lo bahkan cari masalah. Lo tau minggu depan akan diadakan tes ujian kenaikan kelas, tapi kenapa lo tetep cari masalah?"

"Bukan gue yang cari masalah, tapi masalah yang cari gue!"

"Gue gak peduli. Gue cuma gak mau lo kena masalah yang berhubungan langsung sama kaspek, karena gue tau itu bahaya buat posisi lo,"

Mozza bersidekap. "Gue tau lagian. Gue juga gak peduli apa yang terjadi abis ini tapi satu hal yang lo harus tau gue Mozza Adista tetap akan mempertahankan harga diri gue."

Olivia berdecak, gadis itu akhirnya memilih pergi dari hadapan Mozza. "Estt, lo denger 'kan apa yang gue bilang tadi? Lo tau gue gak bakal nurunin harga diri gue kecuali sama lo—," gerakan Olivia terhenti, Mozza telah berhasil membuat dirinya merasa spesial itu. Perlahan senyum gadis itu terukir. "Dan Mirza." sambung Mozza dengan cengiran.

Senyum Olivia mendadak sirna digantikan dengan raut wajah kesal mendengar nama Mirza ikut disebut. "Crazy!" umpatnya mennghempaskan tangan Mozza.

"Udahlah, lo gak pantes sumpah sok iye banget lo diemin gue,"

Olivia menggeplak lengan Mozza. "Gue emang berniat dari dulu— tapi kagak bisa."

Mozza terbahak, merangkul bahu Olivia. "Lagak lo, kayak bisa aja!"

Olivia beberapa kali berdecak sebal. "Diem lo." Olivia melepas paksa rangkulan Mozza.

"Maaf ya, Lip. Mungkin kedepannya lo akan sering gue kecewain."

****

Brak

MozzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang