Part-23

6 4 0
                                    

Belanda, musim gugur.

Rumah yang dibeli Mahendra-Ayah Meisya ternyata tidak terlalu jauh dari taman yang cukup luas dan tidak terlalu ramai.

Itu membuat Meisya datang ke tempat ini, taman yang cukup rindang dengan pepohonan. Namun, karena ini musim gugur, cukup panas untuk waktu yang menuju sore hari.

Meisya datang sendiri, memaksa agar Ayah dan Bundanya menginjinkan tanpa ditemani, katanya, ingin mencari angin sebentar.

Dan di situ lah Meisya, sendiri di antara banyaknya manusia yang berpasangan maupun berkelompok. Meisya duduk di kursi roda dengan pandangan lurus ke samping kanan.

Di mana ada dua orang yang sepertinya memang  tengah di mabuk asmara karena terlihat sekali kebahagiaan melingkupi keduanya. Dengan si perempuan menggandeng manja tangan laki-laki nya dan laki-laki nya terus membuat si perempuan itu tertawa. Meisya dibuat senyum sendu oleh keduanya.

Tiba-tiba saja lintasan memori terputar di benaknya, di mana Meisya tengah membuat rujak dengan seseorang yang sangat ia cintai, Halu. Meisya merasa rindu sekali dengan wajahnya, walaupun wajah Halu yang datar, tapi selalu membawa kebahagiaan untuk Meisya. Halu-nya, tidak irit bicara, hanya saja memiliki wajah datar dan jarang sekali tertawa kecuali bersama dengannya.

Meisya rindu Halu, sikapnya yang membingungkan Mei yang polos saat cemburu. Dan ekspresinya yang selalu seperti ingin menangis ketika Mei bercanda akan meninggalkannya. Dan sekarang, candaan itu menjadi nyata. Meisya meninggalkan Halu, dan begitupun sebaliknya. Halu meninggalkan Meisya terlebih dahulu.

Meisya tersenyum sendu dibuatnya, kenangan yang sangat membahagiakan melebihi lima porsi rujak. Saat tengah masih memikirkan Halu, tiba-tiba saja Meisya dikejutkan dengan seseorang yang menegurnya.

"Put?" Orang itu Aldevaro, sungguh dunia sangat sempit.

"Kak Varo? Kenapa bisa di sini Kak?" Meisya mengerinyit bingung melihat Aldevaro yang masih tersenyum seperti mendapat lotre uang satu miliar, kearahnta.

"Wah, jodoh ya bisa ketemu di sini hehehe.. gue emang niat kuliah di Belanda Put, lo sendiri ngapain? Belum lulus kan? Masih adek kelas gue perasaan." Aldevaro masih tersennyum seolah Meisya ini memang sumber senyumnya.

"Aku, pindah aja Kak." Meisya membalas senyum Aldevaro dengan kaku karena merasa tidak enak saja tidak membalasnya.

Aldevaro menatap Meisya sebentar, "gue, turut berduka ya atas kecelakaan yang menimpa lo. Waktu itu ga sempet nengok ke RS, soalnya Papa ngebat mau terbang ke sini."

"Enggak papa, Kak. Makasih juga."

"Ngomong-ngomong, lo ambil sekolah yang di mana Mei? Siapa tahu deket sama Kampus gue hehe..." Ucap Aldevaro nyengir.

Meisya menggelengkan kepala terkekeh sebentar, kemudian menyebutkan salah satu sekolah yang akan menjadi tempat sumber mencari ilmunya.

Mendengar tempat yang disebutkan Meisya, Aldevaro langsung merubah mimik wajahnya menjadi sedih. "Yah, jauh Mei."

Meisya hanya tersenyum menanggapinya, selepas kejadian tang menimpanya. Meisya memang sedikit merasakan perubahan pada dirinya. Ia jadi tidak ingin banyak bicara. Hanya ingin membahas hal penting saja, tidak seperti dulu yang cerewet dan banyak tanya.

"Tapi, masih bisa ketemuan kan? Eh, maksud gue, main gitu Put." Ucap Aldevaro lagi.

"Iya, Kak."

"Yaudah, kalo gitu gue mau cari buku dulu di sana, mau ikut ga?" Aldevaro menunjut sebuah bangunan yang memang terlihat seperti toko buku walaupun dari kejauhan.

"Duluan aja Kak." Balas Meisya.

Melihat sepertinya Meisya yang enggan berbicara dengannya, Aldevaro menghela napas sebelum berpamitan dengan senyum yang terlihat sekali sendu.

Dan Meisya hanya membiarkannya. Tidak mengambil pusing itu, toh emang sekarang Mei lagi nggak mood bicara, ya salah siapa.

"PUTTTTTT.." Teriak sebuah suara yang Meisya sangat kenal mengejutkannya.

Meisya mendengus pelan melihatnya. Elmara berlarian kearahnya sembari membawa kantong kresek yang cukup besar.

"Hah.. kok.. huh.. lo ..hah.." Elmara datang dengan terangah engah membuat Meisya menahan tawa.

"Kok lo ga ngajak sih?!" Elmara mendengus melihat Meisya yang malah menahan tawa melihatnya yang kesusahan.

Mereka memang mengganti gaya bicaranya menjadi lo-gue. Dan itu akan kemauan Meisya. Elmara dibuat kaget saat pertama kali, namun sepertinya sekarang sudah biasa.

"Ema mandinya kan lama." Meisya menggelengkan kepalanya sebentar, "bawa apa itu? Banyak banget." Meisya melongok melihat kantong kresek yang dibawa Elmara.

Ternyata berbagai macam camilan dan juga Meisya melihat ada buah buahan yang sudah diiris menjadi seperti rujak dan bon cabe? Loh Elmara membawanya dari Indonesia?

"Oh ini," Elmara menunjuk kresek nya sebentar, "ini buat piknik kecil-kecilan Put. Sekalian ketaman kan. Yuk, gue bawa rujak juga, bon cabe juga bawa sekardus dari Indo biar enak buat cocol buahnya, kan gaada semara rujak di sini, tadinya mau beli cabe nya di sini, cuma kayaknya enak yang asli Indonesia hehe.. "

Elmara membentangkan karpet kecil di tanah yang untungnya dipenuhi banyak rumput, Meisya dibuat tidak percaya melihatnya. Sungguh niat sekali Elmara ini. Sampai membawa karpet yang cukup untuk beberapa makanan dan tempat duduk mereka.

"Maaf ya, ga bisa bantu. Bukannya g mau loh Ema." Ucap Meisya tiba-tiba.

"Eh, gapapa Mei. Santuy aja, gue bisa ini." Elmara mulai mengeluarkan banyak makanan ringan di karpetnya.

"Yuk, gue bantu duduk di sini." Elmara mendekati Meisya dan membantu Meisya agar duduk di karpet bersamanya. Meskipun kesusahan Elmara ternyata cukup kuat.

"Makasih ya Ema, maaf ngerepotin. Sampai keringetan gitu. Pasti cape. Dari bawa banyak makanan, nyiapainnya, sama bantuin gue duduk pasti capek. Maaf ya." Ucap Meisya berkaca-kaca.

"Eh, gapapa kali. Mei. Kayaknya ga enak ya ngomong gue-lo? Ganti aja kali kaya dulu?" Ucap Elmara malah mengalihkan pembicaraan.

"Iya, kayak dulu aja deh Ema." Meisya membenarkan.

"Cini, peluk duyu Ema nya." Ucap Elmara merentangkan tangan membuat Meisya sedikit berusaha mendekat dan memeluk sahabatnya itu.

Mereka melepaskan pelukannya, kemudian tertawa bersama, menikmati piknik kecil-kecilannya dengan canda dan tawa.

Banyak hal tidak penting yang mereka bahas bersama. Dan itu penyebab mereka menjadi tertawa.

Elmara seperti sesuatu istimewa yang tiba-tiba saja turun untuk Meisya.

Karena, cukup beberapa bulan saja mereka terlihat seperti sahabat dari kecil.

Elmara sangat baik dan tidak palsu, menemukan sahabat seperti Elmara adalah hal yang tidak diduga Meisya sebelumnya.

Elmara bahkan sampai ikut menemani kepindahan Meisya, untung saja orang tua mereka berteman baik. Elmara adalah sesuatu baik yang diberikan pada Meisya. Dan Meisya sangat bersyukur akan itu.



Dor! Ga nyangka kan saya double up? wkwk

Lagi ngomongin saya yang baru update sama temen di wa, tiba-tiba aja ada ide baru di kepala, dan pengen up juga. Sampe sakit tangan ngetik mulu. Tapi, seneng ga saya double update?

Mau disimpen dulu tadinya idenya, tapi takut keburu ilang hehe

Di part ini emang sengaja gaaada Halu wkw, di part selanjutnya doain aja ada.

Yuk selalu Vote sama komen, biar saya  semangat nulisnya hehe.

Lop u yg udah setia buat baca💕

HaluMeisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang