Part-30

4 2 0
                                    

Mata cantik itu mengerjap perlahan, menyesuaikan cahaya dengan penglihatannya. Ia mengerinyit melihat suasana dari jendela telah berubah menjadi gelap. Kamar yang bertema monokrom yang ditempatinya pun gelap gulita.

Meisya lupa. Sekarang ia tengah berada di kamar Halu. Meisya langsung membangunkan Halu dengan memukul-mukul tangan kekar yang masih melingkari perutnya.

"Halu, bangun. Udah malem, anterin aku pulang." Namun hanya terdengar deheman saja membuat Meisya memutarkan bola mata.

"Haluuu, Ih! Anterin pulang, cepettt bangun." Meisya mulai memukul mukul pipi Halu dengan sedikit keras.

Halu yang merasa terganggu pun mengerang dan membuka matanya, mengerjap bingung karena ruangan gelap, dan melihat jendela kamarnya yang terbuka, seketika ia membelalak.

Halu melihat jam tangan nya yang masih melingkar di pergelangan tangannya.

Setengah sepuluh, mampus!

Meisya yang melihat wajah panik Halu tertawa, sungguh lucu Halu yang biasanya dingin dan jarang mengeluarkan ekspresi mukanya, menjadi Halu yang agresif.

"Mampus! Aku belum pulangin kamu jam segini" ucap Halu menatap Meisya cemas.

"Iya, makanya ayoo pulang." Dibalas anggukan kepala Halu. Ia langsung bergegas kekamar mandi untuk mencuci wajahnya tanpa memperhatikan penampilannya yang berantakan. Bahkan kemeja putihnya kusut.

"Ayo." Halu langsung menggendong Meisya ke bawah dan menyiapkan mobil.

Dalam perjalanan wajah cemas Halu masih bertahan membuat Meisya menatapnya dan tersenyum jail. "Enggak usah takut, Ayah paling udah nyiapin kuburan buat kubur hidup-hidup orang yang udah bawa telat pulang putri kesayangannya."

Mendengarnya, Halu semakin resah. Menatap Mei dengan pandangan memohon membuat Meisya terbahak.

Akhirnya, perjalanan yang terasa panjang itu pun berakhir. Mereka sampai di kediaman Meisya, Halu melihat jam tangannya. Jam sebelas lebih sepuluh. Mampus mampus mampus!

Halu menghentikan mobilnya. Ia melihat ada Mahendra tengah bersedekap dada di depan, dengan mata tajam yang membuat nyali Halu sedikit menciut. Ini lebih menegangkan daripada harus presentasi di depan klien nya yang berasal dari luar negeri.

Halu mengambil napas sejenak, menyiapkan alasan yang logis. Ia langsung turun dan menggendong Mei keluar. Melihat kursi roda di dekat Mahendra, Halu langsung mendudukan Meisya di sana. Halu langsung berlutut dan memegang kedua tangan Mahendra, membuat Mahendra menaikan alisnya.

"Om, maafin aku Om. Aku lupa tadi, kan masih kangen-kangenan om. Om tolong jangan jauhin aku dari anak Om lagi. Aku mohon Om, plis Om. Janji, nggan lagi ngingkarin janji, Om. maafin ya Om." Halu menunduk dan beberapa kali mengecup tangan Mahendra membuat Mahendra dan Meisya yang melihatnya saling berpandangan dan menahan tawa.

Ide jail langsung berseliweran di kepala Mahendra, menjajaili calon mantunya yang nakal ini setidaknya sedikit menyenangkan.

Mahendra berdeham menetralkan ekspresinya. Ia membuat ekspresi seakan-akan marah besar membuat Meisya mengalihkan pandangannya tidak kuat menahan tawa.

"Maaf Halu. Kamu sudah melanggar janjimu. Bahkan ini masih pertama untuk kesempatan keduamu, mulai sekarang jauhi anak Om. Jangan dekati Mei lagi. Sekarang, pergi pulang!" Mahendra mengibaskan tangannya.

Mendengar itu, wajah Halu pias pucat pasi. Halu terdiam dengan ketakutan yang kentara, membuat Mahendra berdeham menetralkan rasa ingin tertawa terpingkal. Mahendra memilih mendorong kursi roda Meisya masuk ke dalam rumah.

Namun, saat baru saja tiga langkah, Halu memeluk kaki Mahendra sembari menangis tersedu membuat Mahendra dan Meisya kaget.

"Om Halu mohon Om, jangan pisahain Halu sama Mei. Halu udah sayang benget Om, nanti kalo gaada Mei Halu sama siapa Om. Plis Om, maafin Halu. Halu boleh ditonjok sampe masuk rumah sakit, tapi jangan pisahin Halu sama Meisya Om, Halu mohon, hikss.. hikss... "

Tidak tahan dengan drama yang dibuatnya, akhirnya tawa Mahendra muncul dengan keras. Membuat Halu mendongak dengan menatap Mahendra bingung, ada apa dengan calon Ayah mertuanya ini? Atau jangan jangan karena Halu mengeluarkan air mata, Mahendra tertawa dan semakin tidak menyukainya karena dikira ia lemah? Hanya bisa menangis saja?

"O-om kenapa? Aku ini ga nangis Om, aku juga udah latihan beladiri buat jagain Meisya. Plis Om, jangan pisahain kami." Ujar Halu masih kekeh dan tetap pada posisinya yang masih berlutut memeluk sebelah kaki Mahendra.

Tiba-tiba saja Elisa datang dengan wajah kebingungan. Elisa tengah memasak untuk makan malam semuanya, karena tahu Halu dan Meisya pasti akan kangen-kangenan sampai akan melupakan makan malam, makanya Elisa memasak untuk mereka makan bersama ketika Meisya dan Halu sudah pulang. Tapi, di tengah kegiatannya yang menata piring ia mendengar bising-bising suara, membuat Elisa datang keluar dan melihat apa yang tengah terjadi.

"Ngapain ini? Lagi latihan syuting drama? Halu ngapain berlutut gitu, ayo bangun." Ucap Elisa memapah Halu agar bangun dari posisi awalnya.

"Tante, bantuin aku. Aku gamau pisah sama anak tante." Halu bangun dan memegang kedua tangan Meisya membuat Elisa mengerinyit bingung. Sedangkan Meisya dan Mahendra masih asik tertawa.

"Misahin apa sih?! Ayo masuk kedalam, makan dulu biar kamu ga nangis-nangis gini." Elisa menyeret tangan Halu agar mengikutinya. Sekarang ia sudah dapat menebak. Ini pasti kejailan suaminya, Elisa hanya geleng-geleng kepala dibuatnya.

Mereka duduk di meja makan dengan Halu yang masih kekeh berbicara dengan Elisa. Elisa akhirnya menghembuskan napasnya kesal.

"Makan dulu! Atau kamu gaboleh ketemu Mei lagi." Akhirnya Halu menurut dan makan dengan sesegukan dan berurai air mata.

Membuat Meisya kasihan, namun ia bisa apa? Ayahnya melarang Meisya memberitahu bahwa ini hanya bercada.

Setelah selesai makan malam dengan hening, akhirnya mereka semua pindah ke sofa dengan Halu yang duduk di samping Meisya sambil memegang sebelah tangan Meisya erat. Sungguh! Ia tidak mau berpisah lagi dengan dunianya.

Di depan mereka ada Mahendra dan Elisa yang menatap Halu dengan pandangan geli. Kenapa ada laki-laki secengeng ini?

Karena tidak ada yang berbicara setelah beberapa menit akhirnya Halu mendongak menatap kedua orang tua Meisya.

"Om, Tante, Halu mohon, jangan pisah- "

Ucapan Halu terpotong dengan Mahendra yang langsung mengibaskan tangannya.

"Sudah-sudah. Tadi hanya bercanda, kamu ini, jadi laki kok cengeng banget sih! Digituin aja nangis kejer."

Halu yang tadinya sempat menahan napas, menghembuskan napasnya dengan lega. Ketakutan yang memberatkannya di dada seakan terangkat semua. Hampa dan lega, itu yang Halu rasakan.

Halu langsung tersenyum cerah dan membawa Meisya kedalam pelukannya, mengecup beberapa kali puncak kepala Meisya tanpa menyadari kedua orang yang berada di depannya.

"Halu! Mau Om- " Mahendra yang tadinya akan memarahi Halu langsung terpotong oleh Halu.

"Maaf Om, kan Mei milik Halu." Ucap Halu polos.

"Apa?! Kamu sudah- " ucapan Mahendra terpotong lagi oleh Elisa.

"Sudah Yah. Kamu ini, kayak yang ga pernah muda aja. Biarin mereka kangen-kangen sampe selesai. Maklum, ga ketemu empat tahun."

Mahendra hanya mendengus sebal membuat Halu tertawa, sedangkan Meisya hanya tersenyum. Mei sungguh bahagia, orang-orang yang ia cintai ada berada di dekatnya.

Halu membawa Meisya ke dalam pelukannya lagi, "besok kita nikah ya, sayang."

Ucapan Halu membuat semua orang melotot kearahnya yang hanya dibalas cengiran polos milik Halu.

So polos lo Halu! Tadi aja ganas sampe Mei kehabisan napas!

Canda wkwk


HaluMeisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang