7. cemburu

49 6 1
                                    

Meisya masuk kedalam rumah. Melemparkan tas di sofa kemudian ke dapur mencari Elisa.

"Bundaaaa." Meisya memeluk Elisa dari belakang. Mengejutkan Elisa yang tengah memasak makan siang untuk putri kesayangannya itu.

"Mei, astagfirullah. Salam dulu. Bunda kaget." Elisa berbalik dan berkacak pinggang.

"Maaf, bun." Meisya mencium punggung tangan kanan Elisa dan menghela napas lemah.

Elisa yang melihatnya tahu bahwa ada yang tidak beres. Putrinya terlihat lesu, tidak seperti biasanya yang selalu ceria.

"Kenapa? Ada masalah disekolah?" Tanya Elisa membawa masakan ke meja makan.

Meisya menghela napas sebentar kemudian duduk di kursi meja makan. Menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.  "Tadi Halu makan bareng Mei di kantin." ucap Mei tanpa mengubah posisinya, nada bicaranta terdengar menyedihkan.

"Loh bagus dong. Harusnya kan kamu seneng. Bukan malah lesu lunglai gitu." Elisa meletakkan nasi dan lauk pauk untuk Meisya.

"Tapi, tapi Halu dateng juga bareng Mayang bundaaaa." Mei mengangkat kepalanya dan menatap Elisa sedih. Matanya memerah dan buliran air mata jatuh di pipinya.

Elisa terkejut. Ia baru melihat Putrinya menangis sedih seperti ini. Selama ini Mei selalu ceria, tidak pernah ada kata menangis di dalam kamus Putrinya itu.

"Mayang bergelayut manja di lengan Halu. Dan Ha-halu nggak nolak bunda. Aku kecewa. Walaupun tadi Mei sempat makan rujak bekas Halum" lanjut Meisya sambil mengusap air matanya yang terus berjatuhan.

Sebenarnya Elisa menjadi ingin sekali tertawa saat Mei mengatakan kalimat terakhir. Tapi, Elisa menahannya. Takut nantinya Mei akan tambah sedih. Duh lucu banget sih bibit jadi Mahendra. Batin Elisa.

"Tadi juga Halu sempet dua kali nendang kaki Mei di kolong meja bunda. Membuat Mei merasakan sakit dan terlukanya fisik dan juga hati Mei." kali ini, Mei mengusap ingusnya dengan punggung tangan.

Sudah!

Elisa tidak bisa  menahan semua ini.

Akhirnya Elisa tertawa keras. Melihat Elisa yang malah tertawa membuat Meisya mengerinyit bingung. Bundanya ini kenapa? Padahal anaknya sedang merasakan sakitnya fisik dan hati.

"Bunda kenapa? Inget sesuatu yang lucu?" Tanya Mei sembari mulai melahap makanan yang Elisa sediakan.

Lagi. Elisa malah tertawa. Elisa meredakan tawanya dengan minum air mineral yang berada di atas meja, kemudian mengusap kepala Mei sayang.

"Kenapa Halu nendang kaki Mei?" Tanya Elisa sembari tersenyum.

"Gatau bunda. Tadi pas kak Aldevaro mau panggil Mei dengan sebutan 'Mei' juga Halu nendang kaki Mei. Terus pas Mei tersenyum semanis gula Halu nendang lagi bunda."

"Senyum buat siapa? Aldevaro siapa?"

"Buat kak Aldevaro lah bunda. Kakak kelas Mei yang ganteng dan ngajak Mei makan di kantin." ucap Mei tanpa beban.

Akhirnya Elisa mengerti kenapa Halu menendang kaki Mei dua kali. Halu cemburu! Dasar Mei! Gitu aja nggak tahu! Menyebalkan! Nggak peka juga!

"Coba kamu tanyain kenapa Halu nendang kaki kamu." Elisa tidak mengatakan bahwa Halu cemburu. Elisa menunggu Mei tahu dengan jawaban langsung dari Halu.

"Malu, bunda." Mei selesai makan dan meminum air nya.

"Chat, aja."

"Oke, bunda."

Mei segera berlari kekamarnya dan mengambil charger di kamar. Mei turun kembali dan mencharger handphone miliknya yang tengah lowbat.

Mei menunggu di luar rumah dengan duduk di kursi yang disediakan oleh ayahnya di teras. Kali aja, ada Halu.

HaluMeisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang